Chereads / INGIN MATI BERSAMAKU? / Chapter 10 - Chapter 9 - Manusia itu menjadi berguna meski sedikit

Chapter 10 - Chapter 9 - Manusia itu menjadi berguna meski sedikit

Kembali pada masa sekolah, hari liburku yang hanya kuhabiskan dengan sia-sia telah selesai sepenuhnya. Sekarang aku duduk dikelas sambil mendengarkan guru memberikan penjelasan kepada kami, aku tidak sepenuhnya mendengarkan, karena aku kurang lebih sudah paham dengan materi yang diajarkan dari buku pelajaran yang sudah kubaca semua karena bosan.

Disampingku, Haruka mendengarkan seperti biasa, dengan wajah seriusnya, dia terkadang juga mencatat bagian penting dari materi yang dibahas. Tidak peduli seberapa sering aku melihat wajahnya, aku teringat dengan wajah gadis yang ada dimimpiku, walau pada kenyataannya mereka berdua adalah dua orang yang berbeda.

Bahkan aku ragu, jika gadis yang ada dimimpiku ini benar-benar ada di dunia ini. Aku ingin sekali bertemu dengannya, hanya untuk berbicara dengannya lebih lama lagi. Selain itu, aku juga ingin mengetahui namanya.

"Baiklah, untuk hari ini sampai disini. Jangan lupa kerjakan tugas kalian dengan baik karena sebentar lagi akan ada ujian kenaikan kelas." ucap guru.

"Baik!"

Sial, aku terlalu lama tenggelam dalam pikiranku dan secara tidak sadar jam pelajaran telah berakhir. Sekarang adalah waktunya jam pulang, dan wajah Haruka memerah karena sepertinya dia menyadari bahwa aku sedang menatapnya sambil melamun.

"Akira, ini adalah jadwal piketmu bukan? Jangan lupa bersihkan kelas dengan benar!"

"Ya."

"Ah, ngomong-ngomong Haruka juga akan piket setelah pulang sekolah nanti. Kalian yang akur ya."

Setelah mendengarkan percakapan guru, aku melihat ke arah Haruka yang hanya memberikan senyuman malu-malunya kepadaku. Aku berpikir, bukankah itu artinya kami berdua akan sendirian dalam satu ruangan? Yah itu memang benar, tapi kami hanya melakukan piket bersama, aku juga bukan tipe pria yang menyerang gadis saat mereka sendirian karena masih terlalu takut dengan hukum.

Haruka menulis dalam bukunya, seperti biasa setelah itu dia menunjukkannya padaku apa yang dia tulis didalamnya.

"Mohon bantuannya."

"Aku juga."

***

Begitulah, setelah semua murid keluar dari kelas. Hanya menyisakan aku dan Haruka sendirian didalam kelas, jujur saja situasi ini sangat canggung dan membuatku ingin lari karena gugup. Tapi aku mencoba menahannya karena kami hanya melakukan tugas membersihkan kelas, tidak lebih dan tidak kurang.

Mengambil penghapus, aku mulai menghapus papan tulis. Aku hanya harus melakukannya dengan cepat dan segera pulang, Haruka sepertinya juga berpikiran sama sepertiku, dan dia sekarang sedang menyapu kelas.

Suasana diantara kami berdua sangat hening, karena memang tidak ada yang perlu dibicarakan untuk sekarang ini. Selain itu, akan merepotkan jika aku mengajak Haruka berkomunikasi karena itu bisa saja menghambat pekerjaannya. Oleh sebab itulah, kami memutuskan untuk diam hingga menyelesaikan semuanya.

Yah, meskipun aku mengatakan seperti itu. Aku benar-benar tidak nyaman dengan suasana hening ini, aku lebih baik sendiri daripada ada orang lain yang bersamaku, kau tahu, aku hanya lebih nyaman saat sendirian dan tidak terlalu menyukai keramaian.

Namun aku harus menahan diri, hanya sebentar lagi, aku akan segera terbebas dari penderitaan ini.

"Terimakasih atas kerja kerasnya, Akira."

"Ya, aku juga."

Akhirnya setelah dua jam berlalu kami berdua telah membuat kelas ini menjadi sangat bersih. Tidak ada sedikitpun debu yang tertinggal disudut maupun setiap sisi ruangan, aku mengagumi kemampuan Haruka dalam membersihkan kelas, sungguh dia sangat bisa diandalkan dalam bidang ini.

Sementara aku, aku hanya mendapatkan beberapa tugas ringan seperti menghapus papan tulis dan membenarkan bangku. Untuk tugas lainnya, sesaat setelah aku selesai dengan tugasku, Haruka sudah menyelesaikan semua tugas lainnya sekaligus.

Yah, aku juga sangat ber-terimakasih tentang itu. Berkatnya, aku menjadi tidak terlalu kelelahan dan aku bisa pulang lebih cepat daripada minggu-minggu sebelumnya. Jika dipikir lagi, alasan Haruka pindah kelas adalah dibully oleh teman sekelasnya, aku baru tahu saat kami tidak sengaja mendengar percakapan gadis di perpustakaan yang sepertinya adalah teman sekelas Haruka dulu.

Kami berdua berjalan menelusuri lorong sekolah, tentu saja aku menjaga jarak lebih jauh dari Haruka untuk berjaga-jaga jika masih ada murid sekelas di sekolah. Tapi sepertinya aku yang terlalu khawatir, kami sampai di loker sepatu, aku mengambil sepatuku dan mengenakannya.

"Ada apa?"

Haruka terlihat kebingungan disana, jadi aku bertanya apa yang terjadi padanya. Dia hanya diam ditempat, menoleh ke kanan dan kiri, atas ke bawah, seperti sedang mencari sesuatu. Dia tidak merespon tentang pertanyaanku.

"Hei ada apa?"

Aku memanggilnya dua kali, disaat itulah Haruka benar-benar menatapku. Menatap mataku, dengan mata lembabnya yang berair, aku terkejut. Haruka segera mengusap kedua matanya setelahnya. Lalu menuliskan sesuatu pada bukunya.

"Aku tidak bisa menemukan sepatuku."

Aku melihat kedalam loker Haruka, memang benar bahwa tidak ada apapun didalamnya. Kecuali secarik kertas lusuh yang berisikan  tulisan ejekan-ejekan. Aku mulai mengerti tentang kondisi yang dialami oleh Haruka, ini tidak salah lagi adalah kasus pembullyan. Sepatunya sengaja disembunyikan oleh seseorang yang entah siapa itu.

Aku melihat ke arah Haruka, yang sekarang tubuhnya bergetar ketakutan. Sejujurnya aku tidak ingin terlibat lebih jauh dengan masalah ini, aku hanya ingin segera pulang dan tiduran dikasurku yang empuk.

Tapi setelah melihat wajahnya yang seperti itu, aku akan terlihat seperti orang jahat jika mengabaikannya.

"Untuk sekarang, mari kita ke ruang CCTV." Aku melihat ke sudut atas ruangan, terdapat kamera pengawas yang tertempel disana.

Kami berada didalam ruangan CCTV. Haruka menjelaskan situasinya kepada pengawas disana, dan sepertinya pengawas mengijinkan kami untuk mengakses kamera pengawas.

"Jadi, jam berapa kejadiannya?" tanya pengawas itu.

Haruka terlihat kebingungan, dan tidak tahu harus menjawab apa. Jadi aku maju satu langkah untuk menggantikannya.

"Jam 4 sore, setelah pulang sekolah."

Sekarang jam menunjukkan pukul 6 sore. Dua jam sebelumnya adalah saat dimana jam sekolah berakhir, dan disaat itulah aku yakin bahwa orang yang menyembunyikan sepatu Haruka mulai beraksi.

Pengawas mengangguk, lalu memundurkan kamera A dua jam sebelumnya, dan yang benar saja, ada beberapa gadis yang tampak seperti gadis gaul sedang membuka loker Haruka, mereka mengambilnya, dan tertawa dengan senangnya, jumlahnya ada tiga orang, dan aku sama sekali tidak mengenal mereka.

Namun, jika mereka menyembunyikan sepatu Haruka. Haruka pasti mengenal mereka bertiga, aku melihat wajah Haruka, yang berubah menjadi sedih dan melamun. Aku tidak akan ikut campur lebih dari ini, prioritas utama adalah menemukan sepatunya.

Jika dilihat dari kemana mereka pergi, mereka pergi ke Utara. Dimana hanya terdapat satu ruangan disana, yaitu gudang penyimpanan.

Sepertinya sepatu Haruka berada disana.

Kami berdua ber-terimakasih kepada pengawas, dan segera menuju ke gudang penyimpanan. Lalu setelah lima belas menit mencari, kami menemukan sepatu Haruka berada didalam tumpukan bola basket.

***

Akhirnya aku berhasil menemukan sepatunya, jujur itu melelahkan. Tapi entah kenapa aku merasakan kepuasan tersendiri didalam hatiku. Aku berjalan dalam diam mendahului Haruka yang dibelakang.  Kami sudah berada diluar gedung sekolah dan hari mulai petang. Aku bahkan bisa melihat bahwa matahari sudah tenggelam setengahnya dari sini.

Sungguh hari yang berat, begitulah pikirku. Aku tidak pernah membayangkan bahwa aku akan pulang sangat telat hari ini, selain itu perutku juga sudah lapar, sepertinya aku akan makan banyak porsi daging sapi hari ini.

Tenggelam dalam pikiranku sendiri, tanpa kusadari Haruka sudah mendahului ku, dan berdiri tepat di depanku.

"Terimakasih banyak, Akira." tulisnya dalam buku.

Angin berhembus menerpa kami berdua. Mataku melebar, dan jantungku berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Hatiku merasakan gejolak yang aneh, sesuatu yang menyenangkan dan jarang sekali kudapatkan dalam hidup ini.

Ah, begitu ... Aku senang, aku sedang gembira. Untuk pertama kalinya, aku merasa bahwa hidupku yang selama ini hampa sedikit berguna untuk orang lain.