Chereads / INGIN MATI BERSAMAKU? / Chapter 16 - Chapter 15 - Takdir dan Kebahagian [TAMAT!]

Chapter 16 - Chapter 15 - Takdir dan Kebahagian [TAMAT!]

Pandanganku gelap sangat gelap, rasanya seperti tenggelam di laut, aku tidak dapat bernafas, terasa sesak di dada, aku juga bahkan tidak dapat menggerakkan semua anggota tubuhku. Semuanya mati rasa, hanya meninggalkan sebuah cangkang kosong yang tidak berisi dan rapuh seolah dapat hancur kapanpun itu.

Tolong, ini sangat menyakitkan, rasa kesepian ini merasuki ku, aku tidak ingin kembali menjadi sesuatu yang hampa. Seseorang tolong, tarik keluar aku dari tempat yang menyeramkan ini. Aku takut, aku sangat takut, aku tidak ingin sendirian lagi, aku dapat merasakan bahwa tenggorokan ku seperti dicekik, aku ada di neraka, seseorang siapapun itu tolong aku!

Namun, tiba-tiba saja tanganku terasa hangat. Seperti seseorang telah menyentuhku dan mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja.

"Hah..!!"

Aku membuka mata dan mendapati bahwa terdapat warna putih yang memasuki pandanganku. Ah, benar ... Itu adalah langit-langit ruangan. Aku memeriksa lingkunganku, dan merasakan bahwa sekujur tubuhku terasa sakit. Ternyata aku memiliki banyak perban ditunuhku, lalu ada juga jarum infus yang menusuk tangan kananku.

Aku berada di rumah sakit.

Hanya itulah satu-satunya yang kupikirkan saat ini. Disaat dilema, tiba-tiba pintu ruangan terbuka dan masuklah dua orang laki dan perempuan. Mereka berdua adalah dua orang yang wajahnya tidak asing bagiku.

"Whooa!! Lihat Mia dia sudah bangun!!"

"Jangan teriak-teriak di rumah sakit Kaito bodoh, jadi Tuan nekat yang terjun dari ketinggian lima lantai, apakah keadaanmu baik-baik saja?"

Ya, mereka berdua adalah ketua kelas dan ratu kelas, Kaito dan Mia. Meskipun aku tidak banyak bergaul dengan mereka berdua, tapi sepertinya mereka ini bukan orang yang benar-benar buruk. Selain itu, aku lebih penasaran dengan sebutan 'orang nekat yang terjun dari lantai lima' itu. Tunggu, bahkan aku tidak ingat karena apa aku sampai bisa berada di rumah sakit.

"...."

"Ah, begitu. Jadi kau tidak mengingatnya Ya. Baiklah, akan kuceritakan jadi dengarkan dengan baik."

Karena sepertinya Mia dapat menebak apa yang kupikirkan (seperti yang diharapkan dari teman masa kecil) dia kemudian menjelaskan alasan kenapa aku bisa berada di rumah sakit. Semua itu bermula saat aku mencoba menyelamatkan seorang gadis yang akan jatuh diatap sekolah, dan aku berhasil menyelamatkannya dengan menariknya sekuat tenaga, namun sebagai gantinya tubuhku yang jatuh ke bawah hingga membuatku pingsan selama dua bulan lamanya.

Untungnya aku mendarat dengan bagian belakang tubuh dan di semak-semak, jadi kerusakan pada tubuh bagian luar tidak terlalu parah. Hany saja lain lagi dengan pendarahan tubuh bagian dalam, kata Mia dokter harus melakukan operasi untuk menghentikan pendarahan tersebut.

Mendengar bahwa tubuku sudah pernah dibedah saja membuatku ngeri, dan mungkin aku tidak akan bisa tidur nanti malam.

"Sayang sekali bahwa Akira tidak dapat menikmati festival budaya bulan lalu. Yah, pada akhirnya kita mengadakan kafe maid laki-laki yang menggunakan crossdressing."

"Kenapa harus laki-laki?" Aku bertanya dengan acuh tak acuh.

Kaito membisikkan. "Yah kau tahu, jumlah murid perempuan dikelas kita lebih banyak dibandingkan murid prianya. Dan ada 90% murid perempuan yang memilih para lelaki untuk mengadakan kafe maid, dan itu berakhir dengan kekalahan kelas kita, maksudku guru-guru jijik saat melihat kelas kami."

Aku sepertinya mengerti apa yang terjadi pada festival budaya itu, dan aku entah kenapa merasa lega karena waktu itu tidak berpastisipasi ke dalamnya. Setelah berbada-basi sedikit, akhirnya mereka berdua memutuskan untuk pulang karena hari mulai menjelang petang.

"Akira, jangan lupa makan buah-buahan itu agar kau cepat pulih." Kaito berpesan.

"Hei jangan banyak bergerak atau luka bedahmu nanti akan terbuka kembali, pokoknya berbaring dan istirahatlah dengan tenang." Mia berpesan.

Keduanya kemudian meninggalkan ruangan, dan hanya menyisakan aku yang sendirian sekali lagi. Langit mulai senja, aku dapat melihatnya dari jendela disampingku, kedua orang itu meletakkan bingkisan yang dibawanya di meja disamping ranjang, jadi aku bisa dengan mudah meraihnya.

Namun, ada sesuatu seperti kertas dibawahnya. Apa itu surat dari Kaito dan Mia? Tidak, jika mereka ingin menyampaikan sesuatu seharusnya mereka langsung mengatakannya sebelumnya jadi sepertinya surat ini bukan berasal dari mereka berdua.

Aku mengambilnya dan secara perlahan membuka amplopnya, membacanya dari atas sampo bawah, wajahku mulai menegang. Sekarang aku ingat, sebelum Kaito dan Mia datang kemari aku merasakan kehadiran seseorang sebelumnya

Seseorang yang memberiku kehangatan saat diruangan yang penuh dengan kegelapan dan keputusasaan sebelumnya. Aku sekarang ingat dengan jelas tentang kejadian dua bulan yang lalu, dimana aku menyelamatkan seorang yang penting bagi hidupku.

Dengan segera aku mencabut paksa infus yang menancap ditangan kananku. Mencoba untuk menggerakkan tubuku, meski sangat sakit hingga ingin membuatku berteriak sekeras mungkin, aku mencoba menahannya sebisa mungkin, bangkit dari kasur aku terjatuh di lantai. Itu sangat menyakitkan, tetapi aku harus segera pergi untuk mengejar gadis itu.

Aku membawa tongkat bantu yang diletakkan disamping ranjangku, dan mulai menggunakannya untuk membantumu berjalan lebih aman. Keluar dari ruangan aku berjalan di koridor rumah sakit dengan tergesa-gesa, sekarang sudah malam jadi rumah sakit menjadi sangat sepi.

Keluar dari rumah sakit aku terus berjalan dengan tubuh yang hampir hancur, beberapa kali kau terjatuh tapi aku mencoba untuk bangkit kembali. Dengan pakaian yang sobek-sobek dan dipenuhi oleh lumpur, aku berjalan kembali.

***

Disebuah jembatan tua dimana ribuan bintang bersinar dimalam hari. Haruka berdiri ditepi jembatan, sambil menatap ke bawah dan berharap untuk mati. Dia menangis dalam diam, hanya menyuarakan isakan tangisnya yang dipenuhi oleh kesedihan.

Dia berharap bahwa nyawanya bisa ditukar dengan Akira. Dia berharap bahwa semua hal miliknya diambil dan ditukar demi kebahagiaan Akira. Haruka takut, Haruka takut jika dia harus kehilangan sesuatu yang berharga baginya untuk kesekian kalinya.

Sangat menakutkan, hingga dirinya berputus asa dan menghilang di dunia ini. Dia berharap, jika akhirnya akan menjadi seperti ini, maka seharusnya kelahirannya di dunia ini adalah hal yang salah.

Ya, itu pasti adalah kesalahan. Dia tidak akan pernah merasakan kebahagiaan selamanya, tidak peduli seberapa keras dia berusaha untuk meraihnya, kebahagiaan tersebut akan semakin jauh dari jangkauannya. Seolah-olah, bahwa dirinya telah dikutuk untuk tidak dapat merasakan kebahagiaan selama-lamanya.

"Ha ... ruka ...,"

Disaat Haruka tenggelam dalam pikirannya, terdengar suara seseorang yang memanggilnya. Dia menoleh, dan kedua matanya dibuat melebar karena terkejut, Akira sudah siuman, namun tubuhnya dipenuhi oleh perban dan pakaiannya yang robek sana sini.

***

Aku terjatuh, namun sebelum itu terjadi Haruka menangkapku dan aku jatuh dalam pelukan hangatnya. Tubuhku sudah mencapai batasnya, bahkan aku ragu bisa berdiri dalam kondisi seperti ini.

Entah kenapa, instingku membawaku ke tempat ini, dimana aku dan gadis itu bertemu didalam sebuah mimpi. Suasana sekarang ini sangatlah cocok dengan apa yang terjadi didalam mimpiku tersebut, dimana kami berdua berdiri dibawah langit berbintang.

Yah, meski aku tidak benar-benar berdiri. Mari kesampingkan hal itu sekarang.

"Kenapa? Kenapa Akira masih peduli denganku setelah semua yang aku lakukan padamu?" Haruka yang matanya masih basah membisikkan hal itu dengan nada rendah.

"Itu bukanlah salahmu ...," Jawabku dengan lelah. "Ini mungkin karma dari permintaanku yang egois. Maaf..."

"Tidak! Akira tidak bersalah! Itu pasti salahku, itu pasti salahku, jika aku tidak terjatuh, maka Akira pasti juga tidak akan..."

"Haruka ...," Aku menyelanya sebelum dia menyelesaikan kalimatnya, aku melihat ke langit dimana ribuan bintang bersinar. "Lihatlah, bintangnya sangat indah bukan?"

Haruka mengangguk, meski dia tahu bahwa aku sedang merubah topik pembicaraan. Dia memutuskan untuk tetap mengikutinya.

"Aku bertanya-tanya, jika dunia berakhir. Apa kita masih bisa menikmati indahnya bintang di malam hari seperti ini?" Aku bertanya.

Haruka menggelengkan kepalanya.

"Tentu saja." Aku mengejek diriku sendiri karena merasa de Javu dengan kalimat yang ku katakan tadi. Tapi, sepertinya aku sudah berhasil mengalihkan topik. Haruka juga sedikit bisa tersenyum daripada sebelumnya. Lalu, seolah dia menyadari sesuatu, Haruka mengeluarkan sesuatu dari dalam tas miliknya dan memberikannya padaku.

"Aku ... Minta maaf, karena aku, Akira mengalami banyak masalah. Mungkin ini tidak seberapa atas jasa yang kau lakukan, tapi ... Aku sudah melakukannya sepenuh hati, jadi Akira ... Tolong terimalah ini."

Itu adalah sebuah novel yang tampak lusuh, ditulis manual menggunakan bolpoin. Novel tersebut bernama 'Unmei To Shiawase' yang memiliki arti 'Takdir dan Kebahagiaan'. Namun, aku heran kenapa Haruka memberikan novel lusuh seperti ini kepadaku sebagai permintaan maaf.

Seolah menebak pikiranku, Haruka mengeluarkan buku tulisnya, lalu menulis dan menunjukkannya padaku.

"Novel buatanku ... Untuk Akira."

Aku tentu saja terkejut, dia menulis buku tebal ini sendirian hanya untukku? Entah kenapa bukannya malu, tapi aku merasa sangat tersentuh sekali. Dilihat dari novel ini yang lusuh dan tulisan tangannya yang rapi serta mudah dipahami. Aku bisa merasakan kerja keras Haruka didalam novel ini.

"Terimakasih Haruka, Tung-"

Haruka tiba-tiba menarikku berdiri, dibawah bintang yang menyinari kami berdua. Haruka menampilkan senyum yang belum pernah kulihat sebelumnya.

"Akira ... Hingga takdir memisahkan kita berdua, apakah kamu mau mati bersamaku?"

Aku terdiam untuk beberapa saat, hingga kemudian ikut tersenyum dan menjawab. "Ya, tentu saja."

--

TAMAT!!

Yang baca sampai Tamat, tolong beri ulasan kalian di komentar ya, saya menerima kritik dan saran, terimakasih! Next novel masih kutulis, jadi sabar ya mungkin bakal butuh waktu.