Aku keluar dari kamar mandi setelah buang air kecil yang sudah ku tahan selama beberapa jam terakhir, karena aku tidak ingin terlalu menarik perhatian jadi aku tidak bisa pergi ditengah-tengah rapat untuk menghindari tatapan orang padaku. Untuk itu aku memanfaatkan Haruka yang keluar kelas untuk pergi menuju Toilet.
"Sekarang waktunya kembali ke kelas ...,"
Aku berjalan di koridor yang sepi karena sekolah sudah berakhir sekitar satu jam yang lalu. Meskipun begitu, terkadang masih ada sebagian murid yang menetap didalam kelas, biasanya mereka adalah murid yang produktif seperti murid yang bergabung dalam sebuah klub. Atau murid yang bergabung dalam organisasi siswa/i seperti OSIS.
Disaat aku dalam perjalanan ke kelas, tiba-tiba saja aku teringat dengan yang Haruka sampaikan kemarin. Tentang dia yang ingin membuat novel untuk menyelamatkan seseorang, jujur saja itu sangat menggangguku sekarang ini.
Aku sudah mengatakan kepada diriku sendiri berkali-kali untuk tidak ikut campur urusan orang lain. Tetapi entah kenapa tubuhku terasa ingin menolak keinginannya untuk mengabaikan Haruka, contohnya adalah sekarang ini. Secara tidak sadar, aku sudah berhenti berjalan.
Menoleh ke kanan untuk bercermin di sebuah jendela kelas lain. Bayanganku memnatul dari kaca jendela tersebut.
Apa ini memang aku?
Apakah aku memang selalu seperti ini?
Mataku masih saja mati seperti biasa.
Untuk apa aku hidup?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut mulai muncul di benakku. Ah, aku jadi ingat kenapa aku masih hidup sampai sekarang ini. Aku ingin mencari tentang kebenaran di hidupku, jati diri sebenarnya dari diriku ini. Tapi aku melupakannya, sejak kapan aku tidak tahu. Tapi mungkin semenjak aku tidak pernah lagi meminjam novel di perpustakaan selama beberapa hari terakhir ini.
Tentu saja aku tetap berada di perpustakaan, hanya saja aku kesana hanya untuk mendengar Haruka yang me-review mengenai novel-novel yang baginya menarik.
Tunggu, sejak kapan aku bergerak untuk orang lain?
Aku menyadari bahwa ada hal aneh padaku semenjak Haruka pindah ke kelasku. Aku mulai dekat dengan seseorang yang bahkan aku sendiri ingin menjauhinya, aku mulai memperhatikan tingkah lakunya padahal sebelumnya aku bersikap acuh tak acuh terhadap orang lain, aku mulai berkomunikasi dengannya yang bahkan aku sebelumnya ingin menghindar untuk berbicara dengan orang lain.
Secara tidak langsung, aku sekarang mengerti ... bahwa sebenarnya aku tertarik dengan Haruka. Saat memikirkan itu, tiba-tiba saja kepalaku sakit, dan ingatan tentang mimpi tersebut terngiang-ngiang didalam ingatanku. Tentang seorang gadis di tepi jembatan yang wajahnya sangat mirip dengan Haruka, tentang dua orang kekasih yang dikutuk oleh Dewa tertinggi untuk bereinkarnasi menjadi manusia.
Kedua ingatan itu terhubung satu sama lain, entah kenapa. Aku merasa bahwa laki-laki yang bernama Zhou itu adalah diriku, dan wanita yang bernama Ning'er sebenarnya adalah Haruka. Ingatan itu tumpang tindih, lalu muncul gadis ditepi jembatan yang mengajakku untuk mati bersamanya.
Gadis ditepi jembatan tersebut menggumamkan sesuatu, sesuatu yang penting yang seharusnya aku ketahui.
"Ingatlah Akira! Ingatlah! ... Ingatlah tentang janji kita 1000 tahun yang lalu. Aku adalah gadis itu, begitupun dengan Ning'er. Kami berdua telah bereinkarnasi hingga tiga kali hanya untuk menunggumu lahir, Akira ... Tolong selamatkan lah reinkarnasi diriku yang terakhir!"
Aku membuka mata, dan langsung berlari menaiki tangga. Aku sekarang ingat, aku mengingatnya dengan jelas, aku adalah reinkarnasi dari Zhou yang merupakan Iblis 1000 tahun yang lalu, dan untuk Haruka, dia adalah seorang Dewi yang bernama Ning'er.
Kami dikutuk oleh Dewa tertinggi untuk bereinkarnasi menjadi manusia, dan juga tidak berhak mendapatkan kebahagiaan.
Sekarang semuanya sudah sangat jelas, gadis di jembatan itu adalah reinkarnasi Haruka sebelumnya, tepatnya adalah 17 tahun yang lalu sebelum diriku dilahirkan. Dia meninggal karena kecelakaan, dan Haruka adalah kesempatan terakhirnya untuk reinkarnasi.
Aku berlari menaiki tangga satu demi satu dengan nafas terengah-engah kelelahan dan badan yang dipenuhi oleh keringat. Tidak jarang aku tersandung, namun aku segera bangkit dan melanjutkan berlari lagi.
Aku bukanlah manusia yang atletis, kemampuan fisikku bahkan dibawah rata-rata orang lain. Aku juga tidak pernah bekerja keras seperti layaknya orang lain, ini adalah pertama kalinya. Aku bekerja sangat keras, hanya untuk seorang gadis.
Beberapa saat kemudian aku berhasil melihat pintu di penghujung tangga, dan mbukanya dengan keras. Hembusan angin menerpa wajahku yang berkeringat, dan itu terasa sangat sejuk sekali.
Aku mengatur nafasku sejenak, sekarang aku berada di atap sekolah. Dimana tempat terlarang bagi siswa/i Jepang untuk dikunjungi kecuali ada keperluan yang sangat penting atau mendadak. Berdiri ditepi atap adalah Haruka yang sedang menatap ke bawah.
Dia berbalik, hanya untuk menatap mataku secara langsung sambil menuliskan sesuatu pada buku tulisnya.
"Hei Akira, ingin mati bersamaku?"