Suasana di pagi hari masih terdengar keramaian, berharap jika hari ini aku bisa lebih tenang namun sekarang apa yang kupikirkan tidak akan terjadi.Terian memaksa ku untuk mencari si pelaku pembunuhan jika ingin mengetahui sejujurnya aku bisa mengetahui siapa si dalang di balik ini semua tetapi ini hanya akan menambah orang lain yang tidak bersalah ditangkap.
"RAIN KENAPA KAMU HANYA DIAM SAJA!!" Ucap Terian dengan nada tingginya, aku dapat mengetahui jelas rasa kehilangan yang dirasakan Terian.
"Aku tidak tahu siapa pembunuhnya..." Ucap ku mengalihkan wajah ku.
"Bohong bohong BOHONG KAMU PASTI MENGETAHUINYA!"
"Tenang lah polisi sedang mengejar si pelakunya, bersabar sebentar lagi Terian…" Lukas mencoba menenangkan Terian.
Terian menatapku tajam dengan air matanya, Chandra melihat ku dengan kerutan di wajahnya aku hanya bisa terdiam berdiri dan menatap lantai kayu di injakan ku. Kesedihan mulai sulit untuk dibendung.
Suara rebut dari balik jendela luar menghilang kesunyian di dalam lorong kosong dari jendela lantai dua aku mencoba menenangkan pikiran ku, langit begitu cerah namun rasa dingin tetap menembus dari baju ku.
"Apa yang harus ku lakukan Lividus?" gumam ku melihat banyak orang dengan kesibukan mereka masing-masing "PIKIRKAN SESUATU PIKIRKAN SESUATU DASAR EARL SIALANNN!! JIKA KAU MAU MEMBUNUHKU LAKUKAN ITU PADA KU !!"
"…jangann.. orang yang ku sayang…" Aku menunduk dengan kepala ku bersandar pada daun jendela, air mata Terian tidak akan menjadi sia-sia.
Rasa sakit ini kian menumpuk, daun jendela mulai membekas di dahi ku, aku memejamkan mataku dan menenangkan pikiran ku dari semua kebisingan ini
'Asta re Alein.'
Suara aneh tiba-tiba bergema, aku mengintip dari balik pandangan ku namun tidak ada seorangpun yang terlihat.
"Siapa?" gumamku.
"Mana yang tidak terlalu asing untuk saya, dia berada di dekat Anda Tuan ku, Raymond" Ucapan Lividus di pikiran ku membuat ku seketika terkejut, aku berputar badan dan melihat sekeliling tidak satupun orang berada di sekitarku.
"Dimana? Apa yang ingin kamu mau!" Ucap ku keras dan melihat sekeliling.
"Tuan tenang lah ini hanya tipuan sihir." Ucapan Lividus terasa bertumpuk-tumpuk
"Aku akan memberitahumu siapa pelaku dibalik pembunuhan ini." Balasnya.
"APA MAKSUD MU?!"
"Kau! kaulah si pelaku itu! Jika nenek tua itu tidak memberi tahu rahasia ini dia tidak akan mati mengenaskan."
"HA?! Apa kau mencoba memancing ku?!" Aku sudah menduga jika dia yang berusaha untuk bermain kata dengan ku.
"KAU SI PEMBUNUH ITU! MATI LAH! MATI DENGAN RASA HINA!!"
"DIAMM!!" Aku tidak dapat melihat wujud dari dia tapi rasanya suara ini bergema sangat keras di dekat ku.
"MATI LAH DENGAN HINA!"
"HENTIKAN!"
"Tenang lah Tuan, saya akan menghilangkan sihir itu dari kepala Anda." Ucap Lividus
"DASAR TIDAK BERGUNA! MATI LAH DENGAN HINA!"
"DASAR PEMBUNUH!!"
"PEMBUNUH MATI!!"
"DIAM DIAM DIAM!!"
Aku menutup telinga ku dan keluar dari Lorong tersebut berlari ke bawah, beberapa kali aku menabrak seseorang di perjalanan ku, suara itu masih bergema di pikiran ku.Aku menurunkan tangga dengan tergesa-gesa dan menabrak seseorang dan terjatuh di lantai kayu tua aula dan terduduk diam dengan tatapan kosong, telinga yang masih tergenggam tangan.
BLUAK
"Rain? Ada apa?"
Suara yang tidak asing terdengar aku segera melihat ke arah suara tersebut, Tuan Han yang sedang menunduk dengan kakinya menyentuh lantai dia melihat ku dengan sangat khawatir.
"Tuan Han?!"
Tanpa dorongan apa pun aku segera memeluknya dengan tanpa kusadari air mataku berjatuhan, mengingat jika seharusnya aku bisa menolong nenek tersebut dan kecerobohan kebodohan ku untuk kedua kalinya. Aku harap bisa memutar waktu.
"Kamu baik-baik saja? Ada apa?" Tuan Han segera menggendong dan memeluk ku sambil berjalan menuju ruang tamu "Tenang lah aku ada disini, tidak ada lagi yang mencoba menyakitimu lagi, Rain"
Tuan Han tidak pergi sendirian seperti biasa seorang pelayan panti dan pengawal pribadi bersamanya, suara bising itu sudah menghilang begitu saja.
"Ada yang mengganggu pikiranmu?" Tanya Tuan Han.
"Pembunuhan itu…" Bisikku pelan bersandar di bahu Tuan Han.
"Aku sudah mendengarnya, beritanya cukup besar di tambah pernyataan yang berubah dari penyidik polisi jika korban dibunuh da-"
"Aku yang membunuhnya…"
Langkah kaki dari Tuan Han seketika berhenti.
"Aku akan pergi menuju ruang tamu sendirian kalian diizinkan untuk pergi sekarang." Ucapnya pada para pengawal dan pelayan panti tersebut sekarang hanya tersisa aku dan Tuan Han di ruang tamu tersebut.
Ruang tamu biasa tempat kami bertemu, suasana tenang dengan biasan sinar matahari dari balik jendela.
"Kemari lah letakan tanganmu di telinga ku dan bicaralah apa yang ingin kamu katakan Rain." Aku meletakan tangan ku seperti diperintahkan Tuan Han dan mulai bicara dengannya tanpa suara sedikitpun hanya ketenangan yang terdengar.
'Nenek itu secara sengaja atau tidak aku membunuhnya, seharusnya aku bisa mencegah hal ini terjadi! Seharusnya aku tidak perlu bersikap egois!'
"Apa maksudmu?!" Tanya Tuan Han dengan raut wajah bingungnya.
'Sebelum kejadian tersebut aku berbincang sejenak dengannya…" Aku menjelaskan kepada Tuan Han dengan detail percakapan yang terjadi 'Dia berbicara mengenai organisasi tersebut dan mengatakan pada ku jika organisasi tersebut menargetkan nyawa ku tentu saja aku tidak terkejut mengenai pernyataan itu.'
'Aku dapat memahami apa yang dia maksud tetapi dengan menutup mataku seakan menjadi orang buta di tengah tumpukan mayat, bukan ini yang ku inginkan, Rene, aku dapat mendengar jelas Ketika dia meminta bertolongan, suara itu terus berulang-ulang hingga menjadi mimpi buruk. Aku hanya tidak ingin Rene Rene lain yang akan menjadi korban atas egoisku'
'Aku bisa mengetahui dengan jelas jika dia dibunuh karena memberi tahu tentang informasi rencana organisasi yang berniat membunuhku, jika penangkapan pelaku pembunuhan dalam kasus ini terjadi maka pelaku itu merupakan hasil jebakan dan kambing hitam yang mereka buat.'
"Ini bukan sepenuhnya kesalahanmu Rain, dengarkan…" Tangan hangat Tuan Han menyentuh telinga ku dan mulai berbicara tanpa suara.
'Aku sudah mengetahui jika bangsawan Josep Mirniae dan Alex Prenz berkaitan dengan organisasi pemberontak ini mereka sebagai salah satu pemasok dana penculikan tidak hanya itu Earl Verdenrik merupakan pemimpin dalam kasus penculikan ini, aku memiliki bukti jelas dan kontrak perjanjian yang telah mereka tanda tangani, yang lebih penting lagi dokumen nama para pemberontak sudah berada di tangan ku.Bersabar lah sebentar lagi, sebentar lagi setelah pembongkaran penculikan ini dan kasus sidang adopsi akan berjalan lancar.'
'Dengarlah Rain kami masih tetap mengawasi panti Sweria sebagai salah satu kemungkinan penyekapan penculikan terjadi, ada sebuah kemungkinan jika ruang penyekapan tersebut bukan lah di panti tetapi ruang bawah tanah dari salah satu mension di pinggir desa karena hampir anak yang diculik berasal dari kota kecil, serta saksi sebuah kereta dengan ciri yang sama berhenti di sana.'
'Karena kegiatan panti dinonaktifkan sementara, aku ingin kamu tidak terlibat langsung pada kasus pembunuhan ini, aku sudah mendengar pernyataan yang telah kamu buat dalam waktu singkat itu, mereka tidak membicarakannya di koran akan tetapi Ketua Kepolisian Dion Cornel bercerita banyak hal mengenai ini.'
'Ku harap kamu mengerti maksudku, Rain.'
Kesunyian ruangan ini berubah hingga suara ketukan pintu yang tidak asing di telinga ku, Tuan Earl Verdenrik memasuki ruangan, sejujurnya aku cukup heran gercepnya dia jika Tuan Han berada di panti.
"Ohhh Selamat siang Duka Han Vanz de Kany Cahaya Zafir Negeri Zafia Kerajaan Negeri Agasthya Ira Ekaraj, ada gerangan apa Anda kemari Duka Han?" Ucap Si Earl dengan gerak khas, kumis tipisnya dengan badan yang cukup berisinya berjalan duduk berhadapan di depan sofa aku dan Tuan Han.
Secangkir teh tersaji di atas meja tamu di depan ku.
"Tidak ada hal penting aku hanya ingin menjenguk Rain." Ucap Tuan Han.
"Oh Oh benarkah, kalau begitu saya harap Tuan Muda Rain menikmati fasilitas yang telah kami sediakan dan saya mohon maaf atas masalah yang terjadi tentu saja saya harap permasalahan ini tidak menurunkan citra Panti Sweria dan kenyamanan Anda Tuan Muda." Ucapnya dengan wajah sedih yang sangat menyeramkan "Saya pun tidak menyangka kejadian ini terjadi, nenek Gnia sudah sangat berjasa melayani panti selama 50 tahun beliau sangat baik pada setiap anak-anak panti, saya harap si pelaku dihukum seberatnya!"
"Hah! Lucu sekali, kurasa sandiwaranya mendapatkan sebuah penghargaan" Pikir ku, rasanya mengalihkan wajahku pada si tua busuk ini lebih menenangkan amarah ku.
"Saya harap dalang dibalik pembunuhan dapat dihukum seberat mungkin." Ucap Tuan Han.
Kami cukup lama berbincang banyak hal, mulai dari topik ringan hingga cukup berat, untuk mengalihkan kebosanan, aku hanya duduk dan terus mengaduk teh dan camilan di depan ku.Walau penjaga kepolisian sudah tidak seramai kemarin, garis polisi masih menandai pintu masuk, membisu mendengarkan ocehan yang dia katakan.
Langit mulai terik aku dan Si Earl mengantar Tuan Han didepan pintu, sebelum Si Earl pergi dia berpamitan dengan ku, Aku mulai pergi menaiki anak tangga dan tidak seperti biasanya dia tidak langsung pergi ke kereta kudanya melainkan berjalan Kembali dengan tergesa-gesa menuju Lorong Gedung kiri.
"Dia kelihatan sangat terburu-buru." Gumamku, tanpa pikir Panjang tentu saja aku diam-diam mengikutinya dari belakang, suatu hal yang sangat menarik membuat si tua ini merasa sangat ketakutan.
Suasana lorong gedung yang sangat dingin tidak terlihat seseorang yang pun disana kecuali Si Earl yang sibuk dengan pikiran nya, dari kejauhan aku diam-diam mengikutinya dengan sembunyi di balik lemari hias yang cukup besar, badan ku membungkuk, dengan langkah kaki menjinjit mencoba sebisa mungkin tidak bersuara.
"Aku tahu jika Tuan Han melarang ku untuk ikut campur dengan kasus ini tapi tentu saja aku tidak bisa tinggal diam hanya sebagai penonton.." Gumamku, jantungku semakin berdegup kencang, jari-jari tangan ku mulai dingin, lantai kayu gedung membuat gerakan ku lebih berhati-hati.
Setiap hentakan setiap kaki ku melangkah bagaikan di atas tepi jurang, dia tidak akan melukaiku secara langsung tapi berbeda cerita jika aku dan dia sendirian di satu ruangan, mata pembunuh sudah sangat jelas memandangku rendah.
Aku mengikutinya hingga jarak yang cukup dekat dengan ku hanya terpisahkan sebuah lemari.Tirai putih di samping jendela sebagai tempat sembunyian ku, aku mengintipnya dari cela lemari dan dinding.
"Sudah terlambat bagi ku untuk kembali... mau kemana sebenarnya dia? Kenapa dia kelihatan sangat kesal?" gumam ku melihat Earl yang sibuk berjalan dengan tempo yang cepat.
Hingga di ujung belokan dia berhenti, pintu kayu biasa dengan kayu yang mulai kusam tidak ada hal yang mencolok dari pintu kusam tersebut, setiba di sana dia tiba langsung membuka pintu tersebut.
"Apa yang sedang dia lakukan?" Aku menunggu menunduk cukup lama di balik tirai putih, dada ku mulai sesak, nafas ku mulai berat dan jantungku berdetak lebih kencang.
TREAKK
Suara pintu kayu tua yang terbuka, ego ku mengatakan untuk mencoba masuk ke dalam namun otak ku mengatakan untuk segera kembali ke kamar.Untuk pertama kalinya aku mengikuti apa yang ego kukatakan untuk masuk ke dalam.
Hawa dingin dari pintu tersebut seakan membuat ku untuk berpikir dua kali, Kesempatan emas bersama ku pintu ini tidak terkunci, ketika aku mengintip dari balik pintu hanya terlihat suasana gelap dengan sebuah tangga menuju kebawah, di depan pintu masuk terdapat sebuah pintu kayu tua yang sama.
Aku melangkah kaki ku dan mencoba melihat ujung dari tangga tersebut.
"Pintu?!" Tidak seperti biasanya pintu ini berlapis besi dan sangat kokoh, lampu kuning di atas pintu merupakan satu-satunya pencahayaan di sana.
Dari samar-samar terdengar hentakan cukup keras dan berisik, Aku menempelkan telinga ku pada lantai kayu, suara samar-samar itu seakan lebih jelas.
'DASAR TIDAK BERGUNA!!!'
'CEPAT CARI!! JIKA DOKUMEN INI TIDAK DI TEMUKAN KAU AKAN MEMBAYARNYA DENGAN NYAWA MU DAN KELUARGAMU!!!!"
'AHHH DASAR TIDAK BERGUNA'
'BAGAIMANA BISA... JIKA-JIKA INI DI TANGAN DUKEE...AKU SUDAH MENDUGANYA TIKUS SIALAN ITU!'
'Tenang lah ayah kita masih punya kartu AS, jika bukti dokumen itu di tangan Duke dia tidak akan berdaya dengan kartu AS kita.'
'KAU BENAR! Kenapa aku sangat panik, tinggal menunggu waktu.."
"Waktu paling tepat Festival Musim dingin dan tahun baru…aku yakin Duke Han akan berada di bawah kendali kita."
DUK DUK DUK
Suara langkah kaki yang mulai mendekat, tanpa pikir panjang aku segera mencari tempat sembunyi, namun tidak ada lemari maupun benda di ruangan kotak sempit ini.
"Cepat pergi Tuan, keluar dari pintu di depan anda..." Lividus mengarahkan ku pada sebuah pintu kayu yang berbeda dari tempat ku masuk.
DUK DUK DUK TREAK..
Tanpa pikir panjang aku segera mengikuti apa yang Lividus katakan, benar saja betapa terkejutnya pintu ini mengarahkan pada halaman samping gedung tempat dimana aku menemukan jepit rambut Rene.
"HAHAHA GILA GILA"
"HEI! Pelan-pelan dasar bodoh, eh ? pintunya tidak terkunci?" Salah satu dari si penjaga menyadari pintu yang tidak tertutup rapat.
Dari Luar pintu aku terdengar suara mereka yang memasuki pintu, Salah satu dari mereka mencoba pengecekan ke luar.
TREA....
Dengan selang beberapa detik hingga ke belokan halaman belakang setelah berlari menjauhi pintu tersebut dan berhenti sebentar di samping pintu taman aula, pikiran ku sudah sangat kusut, tangan ku tidak berhenti gemetar, nafasku sudah tidak beraturan, aku terduduk di tanah dengan lutut ku menyentuh kepala.
"Dasar Earl Sialan..." Gumam ku dengan rasa kesal mengetahui jika semua kejadian penyiksaan ini berada di bawah kaki ku.
Kaki ku masih sulit untuk berdiri, aku mulai mengatur pernafasan ku, suara panti masih terasa sangat hening dan dingin para kepolisian masih berjaga di sekitar panti.
"Hei apa yang kamu lakukan disini?!"