Sekantong koin emas yang diberikan Tuan Han padaku ketika mengunjungi nya, dia memaksa ku untuk membawa sekantong koin emas dengan alasan uang jajan.Tentu saja awalnya aku menolaknya dengan uang sebanyak ini tapi ternyata ini berguna juga.
"AP-APA KATA MU RAIN???!!!!!" Chandra mendekat dan memegang pundakku "Dari mana uang sebanyak ini?? Bahkan aku belum pernah melihat dan menyentuhnya secara langsung..."
"Tidak mungkinnn anak kecil seperti dirimu.." Kakek Tua penjaga toko tersebut terlihat panik "Apa itu koin asli?"
"Tentu, tes saja."
Kakek Tua itu menunjukkan arah pada jam saku yang diincar Chandra, Jam saku tua dengan rantai besi silver yang masih sangat terawat, kaca bulat bening dengan jarum jam hitam masih bergerak, ukiran cukup unik pada mahkota jam berkesan sangat mahal.
"Apa kamu yakin ingin membelinya Rain?" Ucap Chandra dengan wajah Khawatirnya
"Tentu saja, aku akan membelikannya untuk mu."
"Tidak perluu, ini terlalu mahal untukku..."
"Kemarin aku sudah mentraktir Lukas dan Terian, sekarang aku akan mentraktir kamu juga." Ucap ku sebenarnya jam tua ini bernilai di bawah emas tapi kakek ini memonopoli harga karena Jam ini sangat berharga untuk Chandra, tapi emas! Bukan kah ini keterlaluan.
"AHH tidak-tidak aku tidak bisa kembalikan uang yang kamu berikan Rain."
"Bagaimana aku akan menambahkan dari uang kamu? Ini tidak masalah bukan."
"Aku ada 7 perak..."
"Kalau begitu aku akan menambah 5 perak."
"Benar kah??? TERIMA KASIH RAINNN!!" Ucapnya sambil memegang tangan ku erat-erat.
"Cih.. padahal bisa Cuan lebih tinggi!" Kakek tua itu kelihat kesal dan terpaksa membungkus jam tua tersebut.
Setelah pulang dari toko barang antik tersebut, kami melanjutkan perjalanan Tuan Harry tetap mengantarku pulang.Trotoar pejalan kaki sedang ramai dilalui, toko-toko unik kadang menarik perhatian ku, orang-orang berpakaian seakan seperti di kartun dengan pedang, tongkat sihir, panah, serta alat-alat sihir lainya bergantung di pakaian mereka, bisa ku duga mereka para petualang.
"Terima kasih sekali lagi Rain, sebenarnya jam tangan ini hadia ulang tahun kakak laki-laki ku..." Ucapnya di perjalanan pulang.
"Kamu punya seorang kakak?"
"Aku belum bercerita mengenai ini ya, umur kami berbeda 10 tahun sekarang dia bekerja menjadi seorang prajurit dan dia merupakan satu-satunya keluarga yang aku miliki, jam ini merupakan hadiah ulang tahun orang tua ku untuknya karena itu dia sangat menyayanginya, sebentar lagi akhir bulan ini dia berulang tahun jadi aku akan memberikan ini sebagai kado ulang tahun." Ketika Chandra membicarakannya terlihat jelas kesedihan yang terukir di wajahnya.
"Lalu kenapa di jual?"
"Saat itu biaya pendaftaran dan pelatihan prajurit sangat mahal dan uang kami tidak cukup untuk mendaftar, barang berharga yang bisa di jual hanya tersisah jam ini tidak ada jalan lain selain menjualnya... Ketika itu aku sangat kecil dan aku tidak mengerti mengapa kakak sangat sedih untuk menjualnya."
"Tapi sekarang kakak sudah menjadi prajurit yang sangat hebat! Karena itu aku ingin masuk ke militer sepertinya, kadang di waktu ruangnya kakak datang untuk berkunjung dan terkadang dia membawa makanan manis atau uang jajan untuk ku."
"Dimana dia sekarang?" Tanya ku.
"Dia sekarang di wilayah bagian selatan, Jazziel, ku harap dia bisa segera pulang, ketika festival musim dingin aku berencana untuk memberikan hadiah ini secara langsung."
Salju mulai turun, suasana cerah seketika berubah mendung lampu jalan di nyalakan, jam menunjukkan pukul 4 sore.
"Lihat salju pertama, ini bertanda keinginan ku akan terkabul haha.." Chandra, dia seorang anak yang sangat ceria dan bersemangat aku yakin dia akan mendapatkan keinginannya.
"Ku harap keinginan ku juga terkabul..." Ucap ku pelan dan melihat salju yang mulai turun.
Kaki ku seperti membeku, udara dingin mulai menusuk tulang ku.Sesampai di panti pengawal Harry segera pergi kembali ke tugasnya.Chandra kembali dengan senyuman lebarnya.
Suasana panti kembali sepi tidak ada penjaga dan wartawan yang berkerumunan, senin aktivitas panti akan mulai berjalan seperti biasanya.Masih terjanggal di hati ku mengenai rasa penyesalan dan gema suara rene yang masih berulang-ulang di pikiran ku.
Hari-hariku berjalan seperti biasa, kasus kematian nenek kanti seakan tiba-tiba menghilang ditelan bumi tidak satupun berita mengangkat kejadian ini kembali.Hal ini menjadi janggal di pikiran ku.
"Apa yang sebenarnya terjadi, apa Tuan Cornel menemukan jalan buntu. Di panti tidak ada surat kabar atau berita dari luar." Gumam ku sedang menghabiskan waktu melukis di ruang kelas bersama Terian, hubungan kami kembali seperti biasa.
"Aku tidak sabar menunggu festival musim dingin dan tahun baruu akan banyak bazar dan pameran buku yang dijual nantinya, tentu saja dengan diskon gede!" Ucapnya dengan mata yang berapi-api.
"Ha... ini yang paling penting."
Tidak terasa 7 hari menuju festival, persiapan dan rencana sudah ku lakukan dengan matang matang, di hari libur terkadang Tuan Han datang mengunjungi ku untuk membicarakan rencana penangkapan, tentu saja dia selalu menanyakan apa aku akan berubah pikiran atau tidak.
Dekorasi gantungan sudah mulai dipajang, para penjaga sibuk berlalu lalang mengamankan jalan festival.Kegiatan pembelajaran pun mulai dihentikan sejenak, anak-anak panti sibuk dengan karya mereka untuk dijual begitu juga aku dan Terian.
"Kapan Chandra dan Lukas kembali? Mereka sudah ke pasar selama 9 jam." Ucap Terian tangannya yang masih sibuk dengan cat.
Para anak kelas dua keatas ditugaskan ke pasar untuk membantu memberi beberapa keperluan untuk bazar yang akan dilaksanakan, wajar saja para mengurus panti tidak begitu banyak.
"Selesai..." Ucap ku, lukisan indah yang aku sendiri tidak tahu bagaimana bisa membuatnya.
"WAHH... Kurasa harganya akan menjadi sangat mahal.Selesai ini ayo kita pergi bermain salju." Terian masih sibuk dengan lukisannya, dia melukis cukup bagus untuk anak seusia tk.
Selesai menyiapkan karya yang akan dijual nantinya, kami pergi istirahat sejenak di halaman belakang gedung, hanya sekedar berbincang ringan dengan salju yang mulai menumpuk.Suasana musim dingin yang sebelumnya tidak pernah ku rasakan, aku sering mengalami pilek dan flu ketika cuaca tidak bersahabat mungkin karena dari dulu aku selalu berada di daerah tropis tanpa salju maupun musim dingin yang ada hanya musim rambutan dan duren.
Panti terasa lebih sepi karena semua orang sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing, mulai mendirikan tenda, pasokan makanan, keperluan bazar hingga membuat karya untuk di jual.
"Lihat aku membuat boneka salju! Kenapa kamu hanya duduk disana saja Rain!?" Terian sangat bersemangat dengan membuat boneka salju dia, sedangkan aku hanya duduk di dekat pintu yang lebih hangat.
"Aahh.. aku tidak ingin masuk angin lagi untuk kesekian kalinya." Keluar dari halaman saja mengenakan mantel tebal, kupluk, sarung tangan, sepatu bot, dan syal yang hampir menutupi setengah dari wajah ku.
"Kemari lahh...kita bisa main sepuasnya mumpung tidak ada penjaga panti!" Teriak Terian dari kejauhan dengan tangan melambai.
"Ahh.. tidak.. dingin-dingin seperti ini enaknya makan indomie.." Gumam ku duduk telungkup di dekat pintu.
Karena sebagian pengurus panti dan penjaga sedang sibuk, tidak begitu banyak pelayan maupun penjaga yang mengawasi, anak-anak panti lain sibuk dengan kerajinan tangan mereka.
"Kapan Indomie bisa buka cabang di sini ya... Warung pak budi aja suda go dunia lain..." Gumamku melihat Terian yang sibuk dengan boneka saljunya, langit masih mendung, salju tidak turun tapi dingin nya hampir menembus mantel tebal ku.
"Lihat! Rain!" Terian memanggil ku dari kejauhan hanya untuk memperlihatkan boneka saljunya, 2 bola bulat yang sedikit penyok di atasnya, dengan kedua tangan dari ranting yang tidak mempunyai panjang yang sama, mata, hidung dari kayu kecil bahkan tingginya hanya sepinggang ku.
Jam istirahat ini bahkan tidak terasa seperti istirahat bagi ku, otakku terus berpikir mengenai rencana yang akan kulakukan.Semua persiapan dengan matang telah dilakukan, rencana A, B, C hampir semua kemungkinan bisa ditutup.
"Menunggu waktu festival..." Aku memejamkan mataku sejenak, menyandar di dinding "Udaranya sangat sejuk..."
Aku sibuk dengan pikiran ku sendiri, tanpa sadar ketika ku membuka mata Terian sudah menghilang dari pandangan ku,
"Terian?! Terian tidak mungkin bermain jauh dari sini." Teriak ku berdiri dan melihat sekitar "Apa dia masuk kedalam deluan-Tidak mungkin dia selalu memanggil ku jika melakukan sesuatu lagi pun aku berada di dekat pintu."
Aku mengumpulkan niat ku untuk berjalan dan melihat sekitar, sesekali aku memanggil namanya berharap dia menjawab panggilan ku.Boneka saljunya masih utuh dengan hiasan yang kulihat terakhir kali.
"Apa dia bermain jauh?" Jalan ku semakin lambat karena salju yang menumpuk di atas jalan "Sepertinya akan turun salju"
Langit yang mendung lebih gelap dari sebelumnya.
"RAIN!!" Suara Terian dari sudut halaman belakang dari balik pohon aku bisa melihat dia yang duduk menyandar membelakangi ku.
"Terian? Sudah ku katakan jangan bermain jauh, ayo kita masuk ke dalam sepertingnya ada badai..." Ucap ku berjalan menghampirinya "Apa yang sedang kamu lakukan-"
"Pergi Tuan..!" Suara Lividus seketika memberhentikan langkahku.
"APA??!"
BUURRASSSSKK
Pandangan yang terakhir kali kulihat hanya sebuah sihir ungu seperti anak panah datang secara tiba-tiba dari sisi belakang kanan ku menembus mata.Aku terjatuh di tumpukan salju tempat di samping Terian yang terduduk pingsan.
Bruk Bruk..
Dua orang laki-laki berjalan dengan sepatu botnya menghampiri diri ku, di pandangan ku hanya kelihatan celana hingga kaki kebawah sebagian wajahku tertutup salju yang menumpuk.
"Wah kenapa mudah sekali? Kukira dia akan memberikan perlawanan..." Suara seorang laki-laki.
"Sial..." Aku berusaha sekuat tenaga ku untuk tetap sadar, namun kaki dan badan ku terasa sangat kaku.
"Hei dia belum pingsan ternyata?"
BRUKSSS
"WAHHH!!"
Dengan sisah kesadaran, aku memukul wajah salah satu pelaku di sana, dia terkejut dan menghindar dengan mudah.Aku berusaha untuk berdiri tapi rasanya ngantuk menyerang sangat cepat.
"SADARLAH!" Kaki ku mencoba menopang, badan ku membungkuk menahan tubuhku jatuh.
"CEPAT beri dia sengat listrik!"
BROUUK
Anak panah sihir mengenai leherku dan menembus syal yang ku gunakan, untuk satu langkah saja seakan seberan batu.
"CIH SIAL!" Gumamku, aku tertunduk sejenak mengumpulkan tenaga.
Aku memegang ranting kayu kecil tanpa basah basi dengan energi dan tenaga yang tersisah, ku melempar sekuat tenaga ke arah merek dengan arah yang tidak jelas, dengan kepala tertunduk, badan kaku, mata kabur.
Brussss
"Wah gila bagaimana dia bisa tetap sadar? Ini tegangan yang paling tinggi?!"
"Hmm dari sini saja aku sudah mengetahui bahaya yang akan ditimbulkan nantinya...."
"Gilaa dengan setengah sadar begitu dia hampir melukai ku!"
Sisanya hanya gelap di pandangan ku.
Langit sudah berubah menjadi gelap, badai salju mulai menerpa para pelayan dan anak panti telah pulang dari kegiatan mereka.Jam menunjukkan pukul 7 malam namun tidak ada tanda-tanda mencurigakan terjadi.
"Kemana Terian dan Rain? Biasanya jam segini sudah berada di kamar." Ucap Lukas sedang duduk di atas kasur kamar, dia terlihat khawatir dengan kepergian Rain dan Terian yang tidak terlihat sejak mereka pulang.
"Paling ada di perpus, mau cek?" Ucap Chandra sedang sibuk dengan tulisannya di meja belajar.
Suasana lantai 1 masih ramai dengan persiapan festival musim dingin sedangkan salju masih terus turun, lantai kayu menjadi lebih dingin dari biasanya.
TOK TOK TOK
"Lihat apa yang kukatakan?" Chandra menuju Rain dan Terian yang sedang duduk dan membaca buku di perpus.
Meja di sudut dekat jendela tempat dimana Terian dan Rain menghabiskan waktu membaca di perpus, penampilan mereka tidak ada yang berubah menggunakan setelan baju yang sama dari sebelumnya, sorot mata yang lebih gelap dari sebelumnya, melihat seakan dengan mata kosong.
"Rainn Teriann apa yang sedang kalian lakukan? Lukas terlihat mengkhawatirkan kalian." Chandra berjalan menghampiri mereka.
"Ah benarkah? Biasanya aku juga ada disini." Ucap Terian dengan nada suara datar tanpa ekspresi.
"Iya juga, karena sudah malam lebih baik baca bukunya di kamar saja, gimana?" Chandra memegang pundak Rain.
"Jangan sentuh bajuku dengan tangan kotormu, dasar tikus got!"
"He Maaf-maaf... apa yang kalia-"
"APA kau buta tidak bisa lihat?!" Rain menjawab Chandra dengan ketus.
Suasana seketika berubah menjadi sangat kaku, sebuah tembok besar seakan di bagun di antara hubungan mereka.
"Mereka lagi sibuk sebaiknya kita pergi saja, Chandra." Lukas menarik tangan Chandra dan pergi meninggalkan mereka berdua di sana.
Selama perjalanan menuju kamar suasana seketika terasa sangat aneh dan canggung.
"Apa mereka sedang kesal? Tapi setidaknya jaga ucapan dia!" Chandra memasuki kamar dengan menutup pintu lebih keras.
"Rain tidak pernah bersikap kasar sebelumnya, ada apa dengannya, Terian juga terlihat sangat dingin dan cuek.." Ucap Lukas.
"Aku tidak perduli dengan apa yang terjadi dengannya tapi ucapan mereka membuatku kesal."
Di malam harinya suasana kamar terasa sangat sunyi, tidak ada percakapan hangat di antara mereka hanya terdengar kekesalan Rain dengan kasur yang dia dapatkan.
"Kok bisa ada manusia yang bisa tidur dengan kasur tipis dan sekeras ini! Lihat selimutnya bahkan tidak setebal pakaian ku." Ucap Rain dengan kesal terpaksa tidur di kasurnya.
"Diamlah dan TIDUR!" Ucap Terian memukul kasur Rain.
Lilin kamar sudah mulai redup, cahaya rembulan menembus jendela kamar, di pagi hari salju mulai menumpuk.
Anak kelas dua melanjutkan tugas mereka masing-masing, Lukas dan Chandra bertugas membawa barang menuju bazar sedangkan lain menyiapkan peralatan dan barang yang akan dijual sedangkan anak kelas 1 tidak memiliki tugas secara berat.
"Ahh badan ku sakit-sakit semua, bahkan makanan disini terasa makanan basi.Lihat mereka menjijikan!" Rain duduk dan sarapan di meja "Kapan ini akan selesai."
"Berhenti mengeluh bodoh." Ucap Terian dan memakan makanannya dengan tenang.
Meja makan di penuh makanan dan peralatan makan yang lengkap dari sendok, garpu, pisau hingga serbet.Pemandangan unik di tengah anak panti.
"Apa yang kalian bicarakan? Apa yang selesai?" Tanya Lukas melihat Rain dengan sinis.
"Bukan hal yang penting, cepat lah." Ucap Rain dan langsung berdiri dengan makanan yang belum habis di piring.
"Hei aku belum selesai berbicara dengan kamu, Rain." Lukas seketika berdiri menahan lengannya.
"Lepaskan tangan busuk mu."