Suasana Bar yang berubah menjadi sangat ricuh, bahkan pemilik bar hanya terdiam dan tidak bisa berbuat banyak, wajah pasrahnya terukir jelas jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Dua bangsawan busuk memandang ku dengan amarahnya.
Sebuah penghinaan seorang bangsawan mendapat lempar uang pada anak jelata, mungkin itu yang dia pikirkan.
"HEI BOCAH! KU BILANG KEMARI!" Bangsawan berambut gelap tersebut menarik kera baju ku kaki ku yang pendek membuat ku kesulitan untuk menyeimbangkan dirinya.
"Hei-hei hentikan Alex, lihat sekeliling mu." Bisik rekannya.
Dengan cepat sekeliling kami sudah di penuhi oleh banyak kerumunan orang penasaran, bahkan seorang warga dengan kamera jadulnya.
"Kenapa? Menjaga citra sebagai seorang bangsawan?"
"HAHA!! Berani sekali, DASAR ANAK REND-"
SSSTRING BLAKK
Suara pedang besi mengenai lampu gantung bar, bangsawan berambut gelap seketika melepaskan tangannya yang membuat ku terjatuh.
"LEPASKAN TANGAN BUSUK MU!" Penjaga Kornel hampir menembas tangan si bangsawan tersebut, dia mundur dan terjatuh "DARI TUAN MUDA KU!"
Bangsawan berambut pirang mengeluarkan pedangnya dan melakukan postur waspada pada penjaga Kornel, wajah serius berubah dengan cepat seakan dia merasakan ancaman.
"KURANG AJAR!"
"Hmmm sudah ku duga, kartu King ternyata." ucap bangsawan pirang tersebut dengan sifat waspadanya.
"Kenapa ini? Penjaga Kornel hanya seorang penjaga biasa untuk apa dia merasa setakut itu?" gumam ku memperhati postur badan waspada yang dia lakukan.
"PA-pahlawan Redian?! Anak ini?!" seketika wajah Bangsawan berambut gelap tersebut berubah menjadi pusat basi.
"Pahlawan? Siapa?" gumam ku pelihat Penjaga Kornel yang secara tiba-tiba berubah menjadi seseorang yang berbeda, baik tinggi, wajah maupun ekspresinya yang berubah menjadi sangat dingin, rambut pirang menjadi merah gelap, mata jingga pun berubah menjadi warna api, postur tinggi dan wajahnya pun tetap ramah seperti sebelumnya "SI-SIAPA?!"
"Ketahuan ya? Seharusnya aku tidak bertindak mencolok tadi hmm..." Penjaga Kornel seakan berubah menjadi seorang dengan aura yang berbeda dari sebelumnya seakan menjadi seorang yang terlihat bijaksana dan di hormati.
"Rainn Terian... jangan bertindak gegabah, apa kamu baik-baik saja?" Lukas datang dan menghampiri ku "Ayo kita pulang sebentar lagi sudah jam 5 sore."
"Pipi mu...?" Ucap Penjaga Kornel menunduk dan melihat bekas merah tamparan, wajah seketika berubah menjadi sedih sekaligus marah, seketika aku bisa merasakan aura yang menyeramkan di sekeliling Penjaga Kornel.
"Ka-kamu baik-baik saja??" ucap ku pelan pada Penjaga Kornel yang sedang terlihat menahan amarahnya.
Sekeliling bar dengan cepat di kerumuni dengan banyak orang, si bangsawan hanya bisa terdiam bagaikan patung.
"DASAR BANGSAWAN SIALAN!" Entah apa yang sedang dia lakukan, hanya menarik sebuah pedang dari pegangannya, seketika kedua bangsawan itu lari menembus kerumunan.
"A-AYO KITA PERGI JOSEP..."
"KEMARI KALIAN SIALAN!"
Ramainya para kerumunan membuat si bangsawan itu menghilang dengan cepat, kamera flash masih terlihat dan jelas terdengar mungkin ini akan menjadi berita utama di sebuah surat kabar.
"Pahlawan Kesatria Redian!"
"Bagaimana keadaan Anda?
"Pahlawan kesatria Arga!"
"Tuan Redian!"
"TUAN!!"
"PAHLAWAN ARGA!"
Suara ramai saling menyahutan, bahkan tidak ada jalan keluar bagi kami semua mata menuju pada Penjaga Kornel.
"Siapa? Redian? Arga? Sebuah kata yang tidak terlalu asing di kepala ku."
"Sepertinya kita harus pergi dari sini." Ucap Penjaga tersebut mengendong ku dan menarik tangan Lucas dan Terian. "PERMIS! SILAKAN KIRIM KE DAPARTEMEN DIVISI ARGA. SIALAKAN TANYAKAN PADA TUAN SEKETARIS. PERMISIH!!"
Dari luar Bar makanan pun di penuhi oleh banyak kamera dan warga yang penasaran, pertanyaan terus berdatangan tanpa henti. Kami masuk di sebuah taksi kereta untuk pulang kembali ke panti.
"Ahhh akhirnya... apa semuanya sudah naik?1 2 3 oke pas." Ucapnya menyenderkan badannya dan kepala pada bangku kursi "Si bangsawan sialan, tenang saja saya akan membalaskan apa yang telah dia lakukan pada Anda Tuan muda."
Kereta kuda mulai berjalan menuju panti asuhan Sweria, langit biru sudah mulai berubah kejinggaan, lampu jalan sudah mulai di hidupkan, para pejalan kaki mulai menggunakan mantel tebal mereka. Di balik kesunyian aku mencoba memulai percakapan.
"Jadi?" ucapku mencoba menanyakan padanya apa yang sebenarnya terjadi.
"Iya Tuan Muda?"
"Aku yakin dari penampilan mu, kamu bukan sekedar penjaga biasa dan Jerry Kornel hanya sebuah nama samaran." Ucap ku melihatnya.
"Oh seperti biasa kamu cepat melihat situasi Tuan Muda, ya memang benar Jerry Kornel merupakan nama samaran tapi saya tidak berbohong jika kita pernah pertemu. Di halaman belakang kediaman Duke Han, aku di undang untuk membicarakan sesuatu hal penting dengan Duke Han. Seperti apa yang Anda lihat karena itu aku memutuskan untuk menyamar."
"Oh aku belum mengenalkan diri saya, Selamat sore Tuan Muda Rain Vanz de Kany Cahaya Negeri Zafia Kerajaan Negeri Agasthya Ira Ekaraj, saya Redian Ve Denmark Pahlawan Kesatria Sihir Kehormatan, Ketua Komandan Kesatria Divisi Agra." Ucapnya sambil memberi salam ala militer, intonasi suaranya berubah seketika, aura bijaksana terasa lebih kuat.
Mendengar ucapan Pahlawan Redian Lukas dan Terian hanya bisa diam dan terpaku tanpa satu kata pun.
Pahlawan Kstaria sihir kehormatan, merupakan sebuah gelar kehormatan yang di berikan pada seorang yang berjasa dalam Negara Agastya tidak peduli seorang tersebut merupakan bangsawan atau warga biasa, pemberian gelar ini di berikan langsung pada raja Agastya. Pahlawan Kstaria sihir kehormatan bukan hanya sekedar sebuah gelar kehormatan biasa akan tetapi merupakan salah satu organisasi sihir pelindung terbesar tanpa berkaitan dan berurusan dengan politik atau dapat di katakan jika organisasi ini di didirikan yang bersifat netral berbeda dengan Pasukan Keamanan Negara yang di pimpin langsung oleh negara.
Pada organisasi ini di pecahkan menjadi 7 Divisi mulai dari Arga, Rgion, Nara, Smara, Apta, Harsa, Veda dengan Devisi paling mempengaruh Devisi Arga.Di setiap Divisi memiliki tugas dan wewenang yang berbeda-beda.
Zafia wilayah yang paling mempengaruh di antara lain, tentu saja Tuan Han memiliki ikatan kuat pada organisasi ini di tambah jika organisasi ini tidak berkaitan dengan pemerintahan politik.
"Menarik." Gumam ku.
"Wahh apa Anda Pahlawan Redian yang banyak di bicarakan itu?" Ucap Lukas dengan kagum, matanya tidak pernah berhenti mengaguminya "Hanya orang-orang yang terpilih untuk mendapatkan gelar pahlawan kehormatan."
"Haha... apa yang ku lakukan belum seberapa..." gumamnya mengalihkan pandangannya.
"Apa sayaaa bi-bisa me-me-" Aku melihat Terian yang terlihat sangat gugup.
"Sebuah kesempatan emas bisa bertemu dengan Anda langsung Tuan?"
"Panggil saja Redian, Tuan Muda."
"Kalo begitu pertemuan kita bukan sebuah kebetulan biasa bukan? Apa yang ingin Anda bicarakan?" Tentu saja seorang setinggi ini pergi ke pasar dengan tanpa tujuan yang jelas, apa yang sekarang di incarnya.
Tuan Redian mengahlikan pandang pada Terian dan Lukas, sesuatu penting yang ingin dia bicarakan tanpa melibatkan orang yang tak berdosa. Sinar matahari mulai memasuki jendela kereta, hanya terdengar deretan kayu kereta yang sedang berjalan.
"Haha... apapun itu sekarang menjadi tidak berarti, mungkin kedepannya takdir akan sering mempertemukan kita."
Kepulangan kami ke panti di samput dengan kepala pelayan yang terlihat khawatir, tentu saja jika terjadi sesuatu pada ku dia lah salah satu yang mendapat imbasnya. Langit sudah sepenuhnya gelap, setiap malam hari aku menuris surat untuk Tuan Han malam ini menjadi lebih tenang dari biasanya.
Besoknya kemunculan gambar ku bersama Tuan Redian di surat kabar menjadi berita panas, tentu saja, Tuan Han langsung menanyakan pada ku apa yang terjadi walaupun sudah terlihat jelas dari berita surat kabar.
Tuan Alex Prenz bangsawan si rambut gelap dan Josep Mirniae bangsawan si rambut pirang, mereka bangsawan busuk yang ku temui di bar makan, Tuan Alex Prenz, anak 3 dari Earl Prenz sifat arogan yang dia miliki sudah di kenal banyak orang berbanding terbalik dengan sifat sang kakak laki-lakinya sebagai penerus keluarga Earl Prenz yang di kenal bijaksana dan ramah.
Josep Mirniae penerus keluarga Barron Mirniae, sejak pertama kali bertemu dengannya aku merasakan sesuatu yang berbeda, mata elangnya, kecepatan analisisnya dan ku rasa dia sudah mengetahui posisi keberadaan ku dengan sekali lihat. Walupun di balik dengan mudahnya menarik perhatian banyak orang dengan kecerdasan nya, dia hanyalah sebagian simbol darah bangsawan dengan kata lain dia merupakan anak angkat keluarga Mirniae yang kemudian menjadi penerus keluarga Mirniae.
Tak terasa sudah hampir 1 bulan lebih aku berada di panti, aku sudah terbiasa dengan suasana panti dengan kegiatan yang terus berulang-ulang. Kemajuan kasus penculikan tak begitu baik, kedatangan kereta misterius ke panti semakin jarang semenjak bertemuan ku dengan Tuan Redian. Hal ini berbanding terbalik dengan apa yang ku pikirkan titik cerah pada bertemuan ku dengan si kereta misterius dan para bangsawan egois, namun hal ini membuat semakin sulit mencium jejak si penculik karena kehati-hatian yang mereka lakukan.
Tentu saja aku tidak semudah itu menyerah, aku diam-diam menanyakan hampir semua orang sudah tinggal lama di panti, benar saja ada seorang pelayan menceritakan jika dia terbangun di malam hari mendengar suara kereta memasuki halaman kejadian ini terus berulang-ulang tetapi ketika dia menanyakan itu pada ketua pelayan, ketua itu hanya menjawab 'jika itu hanya sebuah kereta pasokan makanan.' jika itu benar seharusnya mereka datang di subuh hari bukan tengah malam, si pelayan menceritakan jika dia terus menanyakan mengenai kereta misterius pada kepala pelayan dan si kepala pelayan hanya menjawab 'Tutup mulut mu jika kamu mau hidup.' mulai dari sana dia tidak pernah menanyakan hal ini lagi. Kejadian ini sudah sangat lama ketika dia pertama kali kerja di panti Sweria untuk pertama kalinya.
"Apa yang sedang kamu sembunyikan sekarang Earl semua bukti hampir di kumpulkan." Gumam ku menulis surat di atas meja belajar ku biasa.
Sinar rembulan menembus jendela kamar, hanya sinar lilin di atas meja ku sebagai penerangan jam dinding menujukan pukul 10 malam. Di pagi harinya mengirimkan surat ke pada Tuan Han sudah merupakan hal wajib dalam list kegiatan ku.
"Sebentar lagi musim salju anak-anak." Ucap Guru Rudiz berada di kelasnya "Dan yang paling penting awal tahun akan di adakan Festival Musim dingin dan Tahun Baru!!"
"Waahhhh...!!!"
"Aku tidak sabar menunggu festival tahun baruu!"
"Ini akan menyenangkan!"
"Kira-kira apakah ada pentas teater lagi?"
"Aku mau lihat pesta kembang apinya nanti."
Saut gembira anak-anak panti ketika mendengar pengumuman tersebut, entah apa yang akan di selenggarakan tetapi aku tidak yakin jika aku akan menikmatinya dengan kengerian yang terjadi di bawah injakan kaki ku.
"Bapak Guru juga tidak sabar menunggu bazar festival nanti karya lukisan dan kerajinan tangan anak-anak akan di jual ketika festival tahun baru, karena itu buat sebagus mungkin ya!"
Bel makan siang berbunyi ruangan makan terasa sangat sepi, anak-anak panti masih sibuk dengan kerajinan tangan mereka yang akan di jual.
"Rain, apa yang akan kamu jual nanti nya?" tanya Terian pada ku "Kalo aku mungkin buku atau gantungan kunci? Puisi? Analisis ku? Entah lah."
"Karena tidak ada lagi yang bisa ku letakan di etalase bazar, tentu saja sebuah lukisan yang ku buat kemarin." Ucap ku sambil memakan sop ayam panas di cuaca dingin ini.
"Tapi ku rasa lukisan itu sudah sangat baguss jika di jual, pasti ada yang tertarik dengan lukisan mu Rain."
"Benarkah kurasa itu lukisan yang biasa saja..."
Selesai makan siang aku dan Terian berencana pergi ke perpus tentu saja, tidak ada tempat lain selain menghabiskan waktu di sana.
"OH...aku lupa mengambil sesuatu kamu deluan ke perpus dulu saja." Ucap Terian berlari keluar ruangan makan.
Ketika aku sedang membersihkan piring bekas ku makan, tiba-tiba seorang nenek kanti yang biasanya menyajikan makanan pada anak-anak panti menghampiri ku. Tidak biasanya dia mencoba berinteraksi dengan ku.
Nenek kanti dengan rambut yang mulai memutih, wajah yang keriput, serta gigi yang mulai menghilang, dia berpakaian rapi dengan celemek di bajunya, untuk seorang nenek yang tidak terlalu ramah pada ku tentu saja ini membuat ku bingung.
"Selamat Siang Tuan Muda Rain." Ucap sang nenek pada ku matanya yang mulai sayu melihat ku dengan tajam.
"Siang, panggil saja Rain..." Ucap ku canggung, rasanya aku ingin segera menyelesaikan cuci piring ku dan pergi dari situasi ini.
"Bagaimana keadaan Anda?" Dia terlihat ingin memberi tahu sesuatu pada ku, kurasa aku langsung menanyakannya langsung saja.
"Baik, apa yang sebenarnya ingin Anda katakan? Aku tidak memiliki banyak waktu sekarang." Ucap ku meletakan piring bersih dan menghampirinya.
"...." Nenek itu hanya diam dengan tangan yang gelisah, seakan dia sangat ketakutan dengan suatu hal.
"Jika tidak aku ak-"
"TU-Tuan muda maksud saya nak Rain..." Ucapnya pelan dan mulai mendekat.
"Hmm saya harap Anda dalam keadaan sehat dan keberkahan Zafia selalu bersama Anda...Nak Rain berhenti mencoba membahayakan diri Anda... biarkan ini semua berjalan seperti biasanya...jika tidak.."
"Ada apa?"
"Nyawa Anda akan menjadi ancaman..."
"Lalu kenapa? Aku sudah sering mendapatkan nyawa ku berada di ujung tanduk." Apa yang sebenarnya ingin nenek ini katakan tentu berkaitan dengan penculikan yang terjadi di panti.
"Tapi nak Rain situasi berbahaya itu bukan hanya menarget kan Anda, tapi bisa saja orang lain yang tidak berdosa. Saya harap Anda segera menyadari apa yang Anda lakukan, saya hanya menghawatirkan keselamatan Zafia."
"Lalu? Aku hanya perlu tunduk dan menutup mata ku? Seakan tidak melihat neraka yang berada di bawah injakan ku? Apa aku akan membiarkan orang yang tidak berdosa menderita hanya demi keselamatan ku saja?!" Tentu saja ini membuat ku kesal, bayangan Rene masih berbekas di ingatan ku seberapa pengecutnya diri ku ketika itu.Aku berjalan menuju luar dapur dan berencana untuk menyusul Terian di perpus.
"Tunggu Tuan Muda, bukan itu yang saya maksud tapi ini bukan sekedar berkaitan dengan kelompok kecil saja tapi lebih besar melebihi apa yang Anda kira Tuan Muda, saya hanya ingin keselamatan Anda dan Zafia."
"Tidak ada yang perlu kita bicarakan, aku ada urusan lain."
Aku pergi menuju perpus dengan rasa kesal, hanya tersisa kesunyian kembali. Langit jingga hari ini sangat indah, semua anak-anak sibuk dengan kesibukan mereka masing-masing, lapangan belakang tidak seramai biasanya.
"Rene." Gumam ku.
AAAHHHHHH!!!
Dari tenangnya sore hari ini, suara teriak seorang pelayan perempuan membuat menjadi keributan, aku dan Terian mendatangi sumber suara tersebut yang sudah dikerumuni para penjaga dan anak-anak lain.
Sumber suara tersebut berasal dari area dapur, aku berusaha menerobos kerumunan yang berada di depan pintu masuk. Para penjaga terlihat sangat panik dan terkejut, bahkan seorang tenaga kesehatan panti berada disana.
"PANGGIL AMBULANS SEGERA!!!"
Seketika waktu seakan berhenti, para anak-anak lain saling mendorong-dorong, Seorang wanita tua sudah tergeletak di lantai dengan posisi tubuh miring ke kanan, sebuah pisau berdarah yang terkegam di tangan kirinya, bercak dan genangan darah berada di sekeliling dapur, dan syal merah kusam di lehernya berubah menjadi kemerahan, tubuh wanita tua itu sudah berubah menjadi pucat, badannya kaku dan baju berlumuran darah.
"KELUAR!! JANGAN BERADA DI SINI!!" Seorang penjaga menahan kerumunan orang penasaran yang menerobos keamanan.
Aku hanya diam, mengetahui jika sang nenek kantin yang baru saja berbicara bersama ku sudah tewas di dapur. Beberapa menit kemudian anak-anak panti di aman kan ke asmara, garis kuning sudah terpasang, para wartawan sedang sibuk mengambil gambar dari luar pagar.
"Ini-ini tidak mungkin..." gumam ku hanya bisa terdiam terduduk di kursi belajar "Apa yang sebenarnya terjadi?!"
"Eh apa kalian dengar?" Ucap Chandra tiba-tiba datang masuk ke kamar.
"Ada apa?" Lukas yang masih sibuk melihat jendela luar, dengan para penjaga yang masih berkeliaran.
"Kata polisi ini merupakan kasus BUNUH DIRI!"
Mendengar itu tentu saja semua kejanggalan dan deduksi di kepala ku menolak penyertaan yang di keluarkan.
"APA?! Tidak mungkin nenek sangat baik dan ramah tadi siang juga masih baik-baik saja seperti tidak ada beban emosional." Ucap Terian menjatuhkan bukunya dan memberi perhatian "Aku masih tidak percaya dengan apa yang terjadi sekarang.'
"Iya, polisi sudah menemukan surat bunuh diri yang nenek tulis dan ruang dapur itu terkunci dari dalam, semua jendela juga terkunci, pelayan dapur yang pertama kali menemukannya mengatakan jika dia masuk menggunakan kunci duplikat dapur." Ucap Chandra berjalan menuju kasurnya dan berbaring "Kita tidak akan tahu perasaan seseorang-kan? Mungkin saja dia kelihatan baik-baik saja namun ternyata tidak.Ku harap sekarang dia tidak perlu lagi cemas dan menyiksa dirinya lagi."
"Meskipun begitu aku masih tidak habis pikir jika nenek kantin ..."
Hanya terdengar suara hentakkan kaki yang sibuk di lantai bawah, aku hanya diam dan menyusun rencana dan deduksi ku.
"INI PEMBUNUHAN!"