Chereads / THE QUANTUM (Indonesia Ver) / Chapter 33 - KISAH ANAK MORIANA 13 : Baik & Buruk/ B^2

Chapter 33 - KISAH ANAK MORIANA 13 : Baik & Buruk/ B^2

Sinar rembulan sebagai pencahayaan menembus jendela kamar, suara sunyi di malam hari berbanding terbalik dengan suara ribut di kepala ku.

"Hentikann... KUMOHON HENTIKANN!!!" berulang kali ku mohon berulang kali suara itu terus bergema di kepala ku.

Suasana kamar terasa menjadi lebih suram, sebuah pisau kecil tiba-tiba berada di atas meja ku, aku terus menutup telinga dan mata ku erat-erat berharap penderitaan ini berhenti.

"TO...LONG.. TOLONG..KENAPA KAMU TIDAK MENOLONG KU? Apa kamu juga salah satu orang jahat yang ingin membunuhku?" suara anak kecil perempuan itu seakan berbicara pada ku.

"Apa kakak menikmati pertunjukannya?"

"Apa nenek sudah sembuh? Rene sudah janji membeli obat untuk nenek..."

"Kakek sudah sangat tua harus banyak istirahat, jangan lupa minum obat kakek seling lupa minum obatnya."

"Rene benci gelap, kotak kayunya tidak bisa Rene buka."

Air mata ku terus tanpa henti mengalir, amarah, penyelesaian, kebencian, sakit yang terus menusuk hati ku tanpa henti.

"HENTIKANN!!" Teriak ku, sayangnya suara itu terus muncul bertumpukan.

Aku membuka mata dan melihat sebuah pisau berada di atas meja ku, anehnya aku tidak menyalakan lilin di atas meja belajar ku. Dengan keadaan frustrasi ku, aku mengambil pisau berganggang kayu tersebut dan mengangkat tangan ku tinggi-tinggi.

TRAK TRAK

Aku bisa merasakan darah yang mengalir dari tangan dan telinga ku, aku menyandar di bangku kayu dengan pisau yang berlumuran darah yang terjatuh.

"HAHAHA.....Tidak ada lagi suara yang bisa ku dengar."

Suara bergema tersebut memang berhenti, tetapi sekarang tidak ada lagi suara yang ku dengar. Semua kembali menjadi gelap.

"Rain.. Rain.." Suara Terian membangunkan ku "Kenapa kamu tidur di kursi?"

Jendela kamar terlihat biru laut, tidak ada pisau maupun darah di lantai, semua terlihat normal tanpa suara anak kecil perempuan.

"Mimpi? Aku ketiduran?!" ucap ku terkejut melihat jam di dinding kamar.

"Aku mau siap-siap, tolong bangunkan Lucas dan Chandra mereka dari tadi tidur terus nanti kita kelewatan jam sarapan..."

"Ah iya..." jawab ku, ini hanya mimpi tapi terasa sangat nyata "Dasar bodoh kenapa bisa ketidurannn..."

Selesai sarapan, seperti biasa melakukan kegiatan ku di hari Sabtu. Di siang harinya Detektif Edwin dan Gren akan datang ke panti asuhan. Jam makan siang semua anak berada di ruang makan.

"Badan ku terasa sakit-sakit karena tertidur di atas kursi kayu." Gumam ku sambil memijit ringan "Semalam aku bermimpi sangat aneh seakan kenyataan..."

"Rain besok kamu ada janji pergi membeli buku dengan ku kan?!" ucap Terian dengan sepiring makan berada di depannya.

"Ah... iya aku ada janji dengan mu ha..ha..." Ucap ku yang hampir saja melupakan janji tersebut.

"Kita pergi jam 8 dari panti ya, lalu pergi ke toko buku, apa habis ini kamu ada kegiatan lain Rain?"

"Ha iya aku ada janji dengan detektif Edwin dan Gren bahas masalah adopsi."

"Detektif? Aku pernah membaca sebuah buku misteri dengan latar peran seorang detektif, boleh ku ikut?"

"Hmm lebih baik tidak perlu Terian." Tentu saja aku tidak ingin Terian terkena imbas buruk dari kasus ini.

Tepat jam 1 siang para detektif datang ke panti dengan seorang pengacara Tuan Han dalam persidangan pengadopsian, Revid Kerd. Pertanyaan-pertanyaan singkat di ajukan pada ruang tamu panti biasa, sejujurnya aku ragu jika harus menjawab pertanyaan cukup penting di ruangan ini, benda mati bisa memiliki kuping bukan.

"Selamat siang tuan Muda Rain Vanz de Kany Cahaya Negeri Zafia Kerajaan Negeri Agasthya Ira Ekaraj, saya pengacara Tuan Han Revid Kerd dan Detektif Edwin Sherian dan rekannya Gran Nordian."

"Selamat siang."

Suasana sepi dan sunyi menyelimuti seisi ruangan, meja tamu kotak di hadapan ku dengan sepasang gelas teh dan beberapa camilan ringan, para detektif dan pengacara itu terduduk berhadapan dengan ku.

"Sudah lama sekali sejak terakhir kita bertemu, apa kita langsung saja membahas mengenai beberapa hal terkait untuk persidangan nantinya, cukup dengan menjawab secara jujur Tuan Muda." Ucap Detektif Edwin, ucapannya seakan dia ingin mengali informasi rahasia ku.

"Pada usia berapa Anda di asuh Duke Han?" Tanyanya pada ku, Detektif Gran dan si pengacara sibuk dengan catatan pada buku kecil mereka.

"Ketika itu aku sangat kecil, mungkin 3 menuju 4 tahun."

"Apa Anda mengingat orang tua kandung Anda? Atau tempat tinggal asal Anda?"

"Tidak."

"Bisakah Anda menceritakan awal pertemuan Anda dengan Duke Han?"

"Aku terbangun di rumah sakit dengan berbagai infus dan alat kesehatan di sekeliling, aku tidak mengingat apa yang terjadi sebelum tapi aku terbangun di kasur rumah sakit. Di sana lah aku bertemu dengan Tuan Han untuk pertama kalinya."

"Apa Anda sendirian di ruangan rumah sakit tersebut?"

"Iya."

"Hmm Mengenai benturan mana sejak kapan Anda merasakan penyakit tersebut?"

"Ketika aku terbangun dari rumah sakit benturan mana sudah berada di tubuh ku."

"Berarti dari lahir, lalu apa menurut Anda solusi mengenai batu Tia ini bisa termasuk solusi penderita benturan mana?"

"Iya, batu Tia tidak sepenuhnya mengobati akan tetapi memberi ruang penampung lebih banyak untuk tidak menyerang pemilik ya, tapi Batu Tia bisa saja menjadi pedang yang menusuk jantung Tuannya sendiri."

"Sangat menarik."

Detektif Edwin terus menanyakan terkait masalah asal dan benturan mana yang ku miliki, tentu saja aku menjawabnya dengan mudah.

"Terakhir, saya mendengar jika aura mana Anda belum pernah terdeteksi apa kah kejadian ini hanya berkaitan dengan benturan mana ataukah ada faktor lain yang mempengaruhi hal tersebut, jika sesuai dengan apa yang diketahui jika seseorang yang tidak memiliki aura mana adalah orang yang telah meninggal."

"Apa dia mencurigai ku? Dia dan rekannya merupakan salah satu orang yang pernah bertemu dengan Jean." Pikir ku karena Jean dari fisik ku, ketika si Detektif Edwin melihat ku dengan rasa curiga "Anda bisa melihat dengan mata Anda mengenai keadaan aku, mungkin saja ini merupakan salah satu pengaruh dan ciri-ciri anak penderita benturan mana."

"Hahaha... tentu saja tidak ada orang hidup dari kematiannya, bahkan dengan mudah menghindari takdir yang telah tertulis."

Langit cerah kebiruan berubah menjadi senja, tidak satu pun teh terkuras habis, mereka semua sibuk dengan buku dan pikiran mereka.

"Sebenarnya ini tidak terkait dengan penyelidikan tapi saya cukup penasaran dengan bekas luka yang Anda miliki luka besar di bagian lengan bagian atas, perut kanan, kaki kiri, dan patah tulang kaki kanan?"

"Bagaimana dia bisa mengetahuinya? Aku tidak menceritakan hal ini pada siapa pun...berapa lama dia menyembunyikan kecurigaannya pada ku..." gumam ku terkejut heran.

Luka-luka ini merupakan bekas dari kesakitan yang di alami Jean penyiksaan yang ia dapatkan masih berbekas hingga sekarang, luka-luka ini yang mengingatkan ku pada kesakitan yang Jean alami. Tentu saja aku akan membalasnya membuat mereka mengalami penyiksaan dua kali lipat.

"Tidak apa-apa jika Anda tidak ingin menjawabnya Tuan Muda, tidak semua rahasia di dunia ini harus di ungkapkan..." Detektif Edwin mengambil secangkir teh dan bersantai sejenak "Apa Anda melihatnya?"

"Ada apa?" ucap ku bingung dan memperhatikan sekeliling "Apa yang sebenarnya dia maksud?" gumam ku.

"Apa Anda tidak menyadarinya, lihat lebih detail di setiap langkah Anda Tuan Muda." Raut wajah Detektif itu berubah menjadi gusar "Sepertinya kita cukupkan saja untuk hari ini."

Pengacara dan Detektif Gran tidak banyak bicara soal analisis mereka, aku mengantar mereka hingga ke pintu utama. Sebelum Detektif Edwin pergi yang membisikan sesuatu pada ku "Penyekat api dan air berada di injakan Anda Tuan Muda, para patung sedang melihat dengan mata kosong mereka." setelah itu dia pergi tanpa mengatakan satu kata pun pada ku hingga kereta kayu sederhana tersebut keluar dari panti.

Aku melakukan kegiatan ku seperti biasa namun sekarang pikiran ku ditambah dengan ucapan detektif Edwin yang menambah daftar masalah yang harus ku pikirkan. Di malam harinya tidak banyak yang harus ku lakukan selain menulis surat dan deduksi ku.

Aku terduduk di atas meja belajar ku dengan lilin sebagai pencahayaan, kertas-kertas berserakan di atas meja, bulan sabit terlihat lebih mendung, angin musim dingin mulai menerpa dinding kamar.

"Apa yang di maksud detektif Edwin? 'Detail setiap langkah ku? Penyekat api dan air di injakan ku' apa yang dia maksud..."

Aku terdiam beberapa menit hanya memikirkan kata-kata rumit ini, semua teman sekamar ku sudah berada di ranjang lebih awal dari ku, kesunyian ini membuatku tambah menyiksa.

"Detektif Edwin pasti sudah mendengar kasus penculikan sebagai topik hangat di Zafia, apa dia mencoba memberi tahu ku mengenai penculikan ini 'Detail di setiap langkah, penyekat api dan air di injakan ku. Para patung sedang melihat dengan mata kosong. 'Detail? Kegiatan yang ku lakukan hari ini, apa aku melewatkan sesuatu? hari ini aku-tertidur di kursi dan bermimpi cukup aneh."

"Di mimpi ku aku menusuk telinga ku dengan pisau untuk menghilangkan suara anak kecil perempuan yang meminta tolong pada ku, dia sempat mengatakkan sesuatu pada ku..AHHH KENAPA AKU TIDAK MENGINGATNYA...Lagi pun ini hanya mimpi tidak ada yang bisa di harapkan dengan landasan yang tidak pasti."

"Pelajaran kelas 1 tidak ada yang aneh... makan siang... Ah.. Nenek pelayan ruang makan seperti ingin mengatakan sesuatu pada ku, dia terus memperhatikan ku dan melihatku dari jauh, nenek ini lebih tua dari para pelayan tetap disini pasti dia mengetahui sesuatu."

"AHHHH KEPALA KU SANGAT PUSING SEKARANG..."

"'Penyekatan api dan air di injakan ku' hmm kenapa aku baru sadar apa maksudnya 'semua situasi sekarang berada di bawah kendali ku.'"

"Tuan Han mendapatkan informasi dalam situasi secara dekat mengenai penculikan yang diduga dilakukan si Earl semuanya hampir dari ku, hampir semua bukti dan saksi panti asuhan berasal dari ku.Apa yang di maksud detektif Edwin adalah aku sebagai kunci utama dari semua ini."

"Lalu apa yang dia maksud dengan 'Para patung yang melihat dengan mata kosong mereka' mungkin kah?! Para patung it-"

TOK TOK TOK

Jam menujukan pukul 12 malam namun seseorang mengetuk pintu kamar ku di tengah malam, apa karena lilin meja yang menembus sela-sela pintu. Tentu saja aku tidak ingin membukanya bukankah ini sangat mencurigakan tidak ada seorang pun anak panti yang masih berjaga di larut malam. Aku segera mematikan lilin meja dan menunggu di dalam ke gelapan.Selang beberapa menit suara ketukan pintu yang sama terdengar bahkan lebih kencang dari sebelumnya.

TOK TOK TOK TOK

"Siapa? Haruskah aku membangunkan teman sekamar ku?" gumam ku, aku tidak takut dengan hantu maupun mahkluk halus kecuali poci.

"Yuki Raymond." ucap Lividus.

"A-APA?! Jika ini benar dia!" aku segera berdiri dan berlari membuka pintu kamar ku dengan cepat.

BRUKK

Tidak ada satu pun orang di luar pintu bahkan di lorong, aku berlari menyusuri lorong mulai dari asrama anak laki-laki hingga pada tangga namun tidak ada jejak mau suara langkah kaki seseorang selama itu.

"Sialan! Aku terlambat, siapa sebenarnya dia." Aku berhenti di depan tangga lantai atas jendela tangga menembus sinar rembulan, suasana terasa semakin sepi namun aku bisa merasakan banyak mata yang melihat ku sekeliling.

"Yuki Raymond, saya tidak bisa merasakan mananya di sekitar sini Tuan." Ucap Lividus.

Aku berdiri terdiam melihat dan merasakan sekeliling, tidak ada yang bisa ku dengar kecuali suara detak jantung ku sendiri.

"Kemari lah jika kamu ingin berbicara sesuatu pada ku." ucap ku padanya. Menunggu dalam kesunyian malam hari terkadang menyiksa ku.

Tidak ada jawaban maupun sesuatu petanda darinya, aku menanyakan untuk ke dua kalinya dan tidak ada jawaban hanya terdengar suara denyitan jendela tua panti yang tertiup angin malam. Selama kesunyian tersebut aku mendengar seseorang berjalan menghampiri ku.

"Apa yang sedang Anda lakukan di sini Tuan Muda?" Aku berbalik badan dan melihat seseorang yang menyapa ku, Tuan Robert penjaga panti dengan setelan baju tidurnya menyapaku.

"Tuan Robert? Aku sedang..." Alasan apa yang harus ku katakan padanya "Sedang....me-mengambil segelas air haha..."

"Di larut malam ini? Saya akan menemani Anda Tuan Muda, apa tidur Anda tidak nyaman?" Tuan Robert mengarahkan ku ke dapur, selama perjalanan kami berbincang ringan.

"Aku hanya sedikit haus dan ingin mengambil segelas air di dapur, dann… Anda sendiri?" tanya ku padanya, kurasa dia pasti memiliki alasan untuk berjaga di malam hari.

"Haha.. Terima kasih atas perhatian Anda saya hanya mengalami kesulitan untuk tidur, tidak perlu menghawatirkannya..."

Hanya terdengar suara sentakan kaki antara kami di balik kesunyian, sesampai di dapur Tuan Robert membantu ku mengambil segelas air.

"Sejujurnya saya sangat ingin berbincang sejenak dengan Anda Tuan Muda, sayangnya kesibukan membatasi kita." Ucapnya pada ku.

"Bicaralah jika itu dapat meringankan beban kamu." Aku dapat melihat jelas jika ada sesuatu yang dia sembunyikan dari balik wajahnya, apa yang ku pikirkan mengenai Tuan Robert tidak seburuk yang kukira.

"Apa darah dari tangan saya bisa di hilangkan, Tuan Muda?"

Langkah ku sejenak berhenti dan berbalik badan melihatnya, Tuan Robert menunduk dan melihat kedua tangan nya entah apa yang sedang dia pikir kan. Tidak satu kata yang bisa keluar dari bibir ku hanya kesunyian yang terdengar.

"Kurasa Anda sendiri tidak akan memaafkan ku atas semua yang telah ku lakukan, tapi ku percaya jika nantinya semua karma akan menimpa ku, ya cukup pada diri ku bukan orang ku sayang lagi." Ucapnya menatap ku dengan wajah sedihnya "Udara semakin dingin dan malam semakin larut, besok Anda harus bangun pagi Tuan Muda."

Aku kembali ke kamar, tidak ada satu kata pun dalam perjalanan. Kamar Tuan Robert berada di ujung lorong asrama laki-laki, para pelayan tetap dan pengurus panti memiliki kamar sesuai asrama.

Aku terbangun di pagi hari dengan rasa ngantuk dengan kepala bagaikan badai. Hari ini aku ada janji bersama Terian untuk membeli buku yang telah ku janjikan, tentu saja 2 anak 5 tahun tidak bisa keluar sendirian Lukas menemani kami karena Chandra sedang rebahan di kasurnya.

Jam 9 aku, Terian dan Lukas pergi keluar tempat toko buku, sebelum itu kami sudah mengisi daftar izin keluar panti. Di saku aku membawah sekitar 5 keping emas karena Tuan Han tidak pernah memberikan ku satuan uang lain selain emas.

"Ini pertama kali ku keluar tanpa pengawasan." Gumam ku setelah menginjakkan kaki ku keluar dari halaman Panti Asuhan Sweria.