Chereads / THE QUANTUM (Indonesia Ver) / Chapter 31 - KISAH ANAK MORIANA 11 : Lara dan Layu/ L^2

Chapter 31 - KISAH ANAK MORIANA 11 : Lara dan Layu/ L^2

Bayangan seseorang berdiri dari balik cela di balik pintu, aku berhenti berbicara sesaat ketika melihat bayangan tersebut.Suara anak-anak panti masih terdengar samar-samar dari kamar ku.

"Haruskan aku membuka pintu tersebut?" pikir ku penasaran dari balik sosok bayang tersebut.

Sudah lewat 5 menit sosok tersebut berdiri di sana, aku berdiri dan melangkah diam-diam menghindari suara hentakan kaki dari ku, ketika sampai di depan pintu dengan cepat aku memegang ganggang pintu dan membukanya.

BRUKK

"Apa?! Tidak ada orang? Tapi aku yakin aku melihat bayangan seseorang disini." Gumam ku terkejut melihat lorong kamar yang kosong dengan lampu yang mulai menyala.Aku berlari mengecek simpang lorong hingga ke lantai bawah namun tidak ada seorang pun yang sedang berada di lantai atas.

Mulai sekarang aku merasa ada seseorang yang mulai mengawasi ku, setiap langkah ku mata-mata jahat seakan memperhatikan ku.

"Lividus? Mata ku tidak berbohong bukan seseorang berada di depan pintu ku tadi." Ucap ku kepada Lividus, setelah berkeliling aku memutuskan untuk ke ruang makan dan menunggu makan malam bersama Terian.

"Tidak, saya juga melihatnya Tuan." Ucap Lividus "Seseorang dengan mana tidak terlalu asing dengan ku, ini sangat menarik."

"Apa maksud mu?"

"Aku tidak yakin tapi aku sangat mengenali-nya."

"Berhenti berbicara sesuatu yang tidak ku pahami Lividus."

"Maafkan saya, rasa adrenaline saya memuncak.Aku tidak yakin 100% jika itu dia tapi aku yakin sebagian sisa-sisa mana itu adalah Yuki Raymond."

"APA?!" secara spontan aku memukul meja dan menimbulkan suara cukup keras, semua anak-anak lain melihat ku heran termasuk teman sekamar ku.

"Kau baik-baik saja? Wajah mu kelihatan sangat terkejut." Ucap Lucas pada ku sebelum itu dia sibuk berbincang dengan Chandra.

"Ada apa?" tanya Terian pada ku dengan sebuah buku di tangannya.

"Ah.. Maaf membuat kalian terganggu, bukan masalah yang penting haha..." Kata ku pada mereka.

"Hmm kamu hari ini sangat aneh Rain." Kata Terian pada ku dia menutup bukunya dan memberi perhatiannya pada ku "Tadi pagi juga sekarang juga, sebenarnya apa yang terjadi?"

"Bukan masalah serius, aku hanya larut dalam pikiran ku saja haha..."

Makan malam hari ini terasa sangat berbeda dari biasanya, teka-teki penculikan belum terungkap sekarang seseorang dengan mana Pahlawan Raymold sebenarnya apa yang sebenarnya terjadi.Aku menghabiskan waktu dengan menulis surat.

"AH! Aku tidak bisa menceritakan tentang kejadian ini dengan orang lain bahkan Tuan Han, bagaimana aku menjelaskannya bilang dari bisikan di kepala ku, ini tidak masuk akal." Sekarang kepala ku penuh dengan hal-hal yang meribetkan."Apa yang harus ku lakukan? Menyeledikinya sendiri?"

"Ada apa Rain, kamu kelihatan aneh hari ini? Kamu bisa menceritakannya pada kami jika kamu butuh bantuan." ucap Lukas melihat ku dan berhenti sejenak dengan urusannya.

"Iyaaa, bahkan hari ini kamu belum cerita pergi dari mana??" tanya Chandra rebahan di kaurnya, sedangkan Terian sibuk di meja belajar dengan buku-bukunya dari pagi.

"Hari ini Tuan Han dan Tuan Fray mengadakan pesta kecil untuk ku..." Ucap ku pada mereka kupikir aku bisa lebih terbuka dengan mereka.

"PESTA?!" Ucap Chandra terkejut bangun dari tidurnya "Pesta apa kamu tidak bicara mengenai pesta ini."

"Pesta ulang tahun ku ke 5." Kata ku

"Kenapa kamu tidak mengundang kami, Rain?!" tanya Terian berpaling pada ku dengan wajah kecewanya.

"Ini hanya pesta kejutan kecil-kecilan, bahkan aku tidak di beri tahu jika di adakan sebuah pesta ulang tahun untuk ku, tapi aku sudah meminta juru masak untuk membungkus beberapa makanan manis untuk kalian, lihat!" Ucap ku mencoba menjelaskan pada mereka dan memberikan sekotak kue manis di atas meja kepada mereka.

"Wahh kelihatan sangat enak.."Ucap Chandra "Boleh ku cicip?"

"Tentu saja, aku membungkusnya hanya untuk kalian." Aku meletakan kotak makanan tersebut di lantai berkarpet hangat.

"Kamu tidak bilang hari ini ulang tahun mu, aku harusnya menyiapkan hadiah untuk mu." Ucap Terian mencicipi beberapa kue manis.

"WAH ENAKKK!!" Chandra dengan tangan di penuhi cokelat.

"Aku belum pernah memakan kue seenak ini!!"

"Enakk!!"

Walaupun hanya sebentar setidaknya aku bisa menenangkan pikiranku malam hari ini, sepanjang malam kami duduk melingkar di atas karpet dengan kue manis di tengah, berbincang-bincang hingga larut malam, ketika itu suasana langit sangat cerah dan tenang.

Keesokan paginya aku beraktifitas seperti biasa, kelas, makan siang, perpus, dan menulis surat untuk Tuan Han.Pada malam harinya aku sengaja untuk tidur lebih larut untuk menguji hipotesis ku mengenai kereta misterius yang datang setiap senin malam dan jumat malam.

"Malam hari ini terasa lebih tenang dari biasanya..pukul 12 malam seharusnya sebentar lagi." gumam ku menyandarkan kepala ku pada meja, semua teman sekamarku tidur lebih awal dari ku.

Rasa mengantuk membuat ku sulit berjaga pada malam hari di tambah kesunyian yang sangat tenang.

"Sebentar lagi.. Kalo jam satu belum muncul juga aku akan pergi tidur saja..." gumam ku mencoba menahan berat mata ku.

Kraaak KRraak..

Dalam setengah sadar dari tidur ku, tiba-tiba suara kereta memasuki halaman depan.Aku segera berlari pelan menuju jendela halaman depan depan tangga, aku mempehartikan secara detail sebisa ku.

Kereta kuda sederhana dengan kusir berkuda dua, jendela tertutup rapat dengan lapisan kaca gelap, seseorang sedang duduk di dalam kereta tidak terlalu jelas tapi aku bisa menebaknya dari bekas pijakan lumpur yang mulai mengering di tangga kereta, roda kereta yang terlihat sangat berlumpur dan kotor.

"Sial aku tidak bisa melihat wajahnya.." gumam ku kesal menunduk di sudut bawah jendela.

Kereta kuda tersebut memiliki patahan roda yang sama dengan kereta kuda sebelumnya karena itu bisa saja mereka mengunakan kereta kuda yang sama, dia berhenti di tempat sama samping kiri gedung.

"Ada seseorang yang turun dari kereta, ah.. Aku tidak bisa melihat siapa yang turun.." Kereta tersebut terlihat ada gerakan menurun dan terhentak cukup kuat menandakan dia sedang menurunkan barang yang cukup berat.

Di balik kesunyian malam aku bisa mendengar cukup jelas sebuah rumput yang terinjak-njak, untungnya cuaca malam itu sangat cerah.Aku menunduk di jendela sekitar 20 menit lebih.

AHH...!! TO..LONNG!!!!

Kesunyian malam seketika berubah di pikiran ku, aku bisa mendengar ada seseorang perempuan yang berteriak meminta pertolongan.

"APA AKU TIDAK SALAH DENGAR??"

"AH! Sial aku tidak dapat melihat apa yang terjadi!" gumam ku kesal "Haruskah aku pergi menolongnya jaraknya sangat dekat dengan ku.. Ah! Tidak jangan ke gabah bertindak tanpa rencana yang matang bisa saja perempuan itu ikut dalam bahaya "Apa yang harus ku lakukan Lividus??!"

"Tenangkan pikiran mu Tuan dan jangan pergi."

"Tapi aku tidak bisa berdiam diri di sini..!!" kaki ku terasa sangat berat, memikirkan setiap kemungkinan yang bisa menolongnya, membuat ku hanya bisa menonton kejadian tersebut berlangsung, amarah di hati ku karena kebodohan ku terus sulit di padam.

Suara teriakan tersebut hanya selang 45 detik hingga menjadi kesunyian, beberapa menit kemudian kereta kuda tersebut keluar panti, tidak ada satupun menjaga memeriksa sumber suara teriakan perempuan tersebut.

Aku segera kembali ke kamar dengan rasa campur aduk tidak ada yang bisa ku lakukan selain menulis surat untuk Tuan Han, dengan semua detail yang ku ketahui hingga suara teriakan perempuan tersebut.Kecurigaan ku pada panti asuhan ini semakin besar, kasus penculikan hingga berkaitan dengan si Earl semakin jelas.

Malam hari ini bagaikan mimpi buruk penyesalan di pikiran ku terus berdatangan, suara perempuan tersebut terus terniang-niang di kepala ku tanpa henti hingga suara lonceng pagi terdengar.

Aku tidak tahu berapa jam aku tertidur atau bahkan mungkin tidak sama sekali, selesai sarapan aku segera mengirim surat dan pergi ke kelas, teman sekamar ku selalu menanyakan keadaan ku, apa aku baik-baik saja atau tidak, aku hanya membalas pertanyaan mereka jika aku hanya kurang tidur.

Jam pelajaran, suara Guru Rudiz hanya sebagai angin lalu pikiran dan tubuh ku berada di tempat yang berbeda.Aku mencoba menenangkan pikiran ku dan tidak bersikap setenang mungkin.

"Tenang lah Rain, aku harus pergi ke sana!" gumam ku ketika jam makan siang di ruang makan hari ini makan terasa hambar di lidah ku "Sekarang bagaimana aku harus punya alasan ke sana..."

Balasan dari surat Tuan Han akan datang besok atau lusa selama itu aku tidak bisa berdiam diri, sepanjang waktu aku memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang dapat aku ambil tanpa dampak yang besar.

"Ruang guru berada di sayap kiri gedung tapi dekat pintu aula, kamar pelayan berada di lantai atas sesuai dengan asrama, sayap gedung lantai satu kiri hanya di gunakan untuk kepentingan resmi, pertemuan, tamu dan sebagainya tidak ada alasan pergi ke sana sulit rasanya jika mencoba menembus dari dalam, kita tidak tahu arah yang ada disana."

"Kecuali jika si Earl mengundang atau mengajak ku langsung ke sana, tapi jujur saja ketika aku mengetahui fakta ada penculikan di gedung ini aku harus bersikap lebih berhati-hati ditambah seseorang dengan mana pahlawan Yuki Raymond sedang mengawasi ku, tapi apa kamu bisa merasakan mananya berada di sekitar ku sekarang, Lividus?"

"Tidak tuan, kemungkinan dia sengaja memberikan rasa mananya karena jika dia memang berada di panti ini saya seharusnya dengan muda mengetahuinya." Ucap Lividus.

"Kau benar, tapi untuk apa?" gumam ku, satu benang merah mulai terlihat tapi sekarang benang merah kusut lain mulai berdatangan.

Suasana perpustakaan seperti biasa sangat sepi dan sunyi berbeda 180 derajat dengan suara anak-anak yang sedang bermain di luar.Ketika aku sibuk dengan pikiran ku, aku mendapatkan rencana yang cukup untuk aku mendekati area pintu masuk sayap kiri dengan mudah.

"Terian!" kata ku menjatuhkan buku baca ku.

"Ada apa Rain? kamu mengejutkan ku." Ucapnya terkejut dan melihat ku dengan kesal.

"Ayo kita bermain bola!"

"HAH?!"

Aku terus memohon pada Terian agar dia mau menemani ku bermain bola di luar lapangan tentu saja dia terus menolak.

"Tidak Rain, kau tahu aku tidak pandai dalam olahraga." Ucap Terian kesal.

"Sebentar saja..."

"Tidak!"

"Ini tidak sulit kok, kamu cukup melemparnya saja pada ku."

"Tidak Rain, aku sedang sibuk lihat! aku masih ada setumpuk buku lagi yang belum ku baca." Terian memalingkan wajahnya dengan buku yang sedang ia baca.

"Kumohonnn aku janji akan membelikan apa pun yang kamu mau, Terian." Ucap ku menarik bukunya dan memohon padanya.

"Apa pun?"

"Iya apapun!"

"Benarkah?" tanyanya memastikan jawaban ku untuk kedua kalinya.

"Iya apapun itu, haruskah aku membuat surat perjanjian?"

"Tidak perlu hoho...sebenarnya ada satu buku yang ingin sekali aku beli."

"Hari minggu kita akan ke sana."

"Baiklah!!...ohoho ayo kita bermain bola!!" Ucap Terian dengan semangat, wajah gusarnya berubah menjadi sangat bahagia sekarang, ternyata mengunakan cara ini paling ampuh.

Di sore hari anak-anak lain sibuk bermain sedangkan anak kelas dua sedang latihan di halaman belakang, berbedaan kontras terlihat jelas lapangan kiri jarang di gunakan.Aku meminjam bola dari gudang, arah pandangan ku membelakangi jalan kereta kiri.

"Sekarang rencana ku cukup meminta Terian melempar bola ke arah ku lalu aku akan membiarkan bola tersebut terlempar kearah tempat kereta berhenti." Gumam ku berjalan memperhatikan sekeliling, tidak ada seorang pun di dekat kami.

Beberapa menit kami bermain bola seperti biasanya untuk menjaga perhatian yang lain, apa yang di katakan Terian memang benar dia melempar bola dengan sangat buruk.Aku menunggu kesempatan Terian melempar ke arah yang ku inginkan, hampir setengah jam ku menunggu bola tersebut menggelinding ke arah pintu samping kiri gedung.

"Akhirnyaaaa..." Ketika bola itu bergelinding cukup jauh "Tunggu ya aku ambil bolanya dulu."

"Iya sudah ku katakan jika kau tidak pandai dalam kegiatan fisik."

Aku berlari dan menghampiri bola tersebut yang menggelinding cukup jauh, sesampai di sana sepatu ku menginjak sebuah genangan lumpur yang mulai mengering, semalam cuaca sangat cerah tapi anehnya ada air yang tergenang, dinding batu dan kayu yang sangat kokoh, sesuai deduksi ku sisi ujung terdapat pintu kayu sederhana yang sedikit kusam terlihat terkunci.Aku memperhatikan dengan detail semua hal kecil.

Dari jejak yang mengering terlihat jelas jika kereta kuda ini memiliki roda empat dengan satu lapis, aku tidak bisa menghitung tinggi maupun berat si kuda seperti sherlock Holmes tapi aku dapat mengetahui jika kuda ini memiliki ladam yang sangat menarik dengan garis melengkung dan menonjol kasar, aku akan sebisa mungkin mengingat pola ladam kuda yang unik ini.

"Jejak tersebut berbekas karena lumpur yang mengering tapi semalam sangat cerah tidak setetes air pun turun lalu dari mana genangan air ini? Genangan ini sudah mulai mengering menjadi lumpur." Aku menunduk melihat genangan tersebut

Ketika aku sedang memperhatikan genangan lumpur tersebut dengan lebih dekat lagi, sesuatu benda berwarna pink terang yang tertutup lumpur menarik perhatianku, aku mengambil dan mengeceknya.

"JEPIT RAMBUT?!" ucap ku terkejut, suara anak perempuan itu bukan hanya sekedar mimpi belakang, ini bisa menjadi sebuah bukti kuat jika jepit rambut ini berasal dari anak perempuan yang menghilang tersebut, aku bergegas menyimpannya di balik saku cokelat ku.

"Anak-anak panti hampir tidak pernah bermain dia area lapangan kiri gedung panti, semua kegiatan hampir di lakukan di sisi kanan karena itu aku bisa memastikan jika jepit rambut ini bukan berasal dari anak panti." Gumam ku mencoba mencari kesimpulan yang mulai terlihat benang merahnya.

"Apa aku cek langsung saja?" di lubuk hati ku, aku sangat ingin menolong anak perempuan malang itu.

"Tidak tuan tenang lah, saya rasa membuka pintu di sana merupakan ide yang sangat buruk, pergi dan segera melapor pada Tuan Han." Ucap Lividus pada ku, jujur saja otak ku juga mengatakan hal yang sama tapi tidak di hati ku, entah mungkin aku tidak bisa tidur lagi untuk malam ini.

"Kamu benar Lividus, lalu untuk apa aku memiliki kekuatan ini aku bisa saja mengendalikan mereka dengan sihir ku"

"Setiap kekuatan memiliki hal yang harus di korbankan."

"Bukankah ini kesempatan emas, pintu ini terbuka lebar sekarang, entah kapan lagi aku bisa menemukan keberuntungan lagi."

"Hal yang paling rumit memang sebuah perasan, ada kalanya Anda harus mengikuti otak mu bicara."

Di dalam suara angin aku dan Lividus sedang sibuk berdebat, tanpa sadar seseorang membuka pintu kayu tersebut, suara nyaring pintu tua terdengar di telinga ku.

"Apa yang sedang Anda lakukan Tuan Muda?"