Sepanjang jalan menuju ruang makan di lantai dasar aku berpapasan dengan beberapa anak panti asuhan, semua kamar anak panti asuhan berada di lantai atas, kanan dari tangga merupakan asrama anak laki-laki sedang kiri merupakan asrama anak perempuan.
"Lalu yang batu berwarna kekuningan itu?" tanya Terian penasaran, dari sikapnya dia sangat ingin tau dengan banyak hal baru di sekitarnya.
"Batu Shin, batu itu sebagai memberi sinyal mana pada pasangan batu satunya lagi."
"Pasangan satunya lagi dengan siapa?"
"Tuan Han."
"OHH luar biasa aku belum pernah melihatnya sebelumnya, ruang makan ada di ujung lorong Rain."
Sesampai di ruang makan, ruangan-nya terlihat cukup luas dengan lantai kayu cokelat kokoh dinding wallpaper kecokelatan lampu dinding di beberapa sudut, empat jendela persegi berjejer di sisi dinding terlihat bagian halaman depan dari jendela, beberapa meja makan dengan kursi sekelilingnya, sebuah makanan sudah tersedia di atas meja prasmanan dengan di tutup wadah, setiap anak mengambil makanan mereka masing-masing, terlihat saat itu ruang makan cukup ramai.
"Biasanya aku makan siang bersama Candra dan Lucas." Katanya sambil berjalan menuju meja lauk makan, dia memberi ku sebuah piring seng dengan beberapa lekukan di wajahnya "Ini ambil, lalu Rain tinggal mengambil makanan yang kamu mau."
"Baiklah." Ini merupakan hal yang tidak terlalu baru untuk ku, aku mengambil sesendok nasi, ayam goreng, sayur, dan sebuah air putih dengan gelas kayu.
Seorang nenek tua memberi masing-masing anak sebuah buah apel utuh di atas piring, aku mengikuti Terian dari belakang untuk mencari tempat duduk untuk kami makan.
"Di sana." Tunjuknya melihat kursi kosong di depannya terdapat 2 orang anak laki-laki yang memiliki ciri fisik sama seperti Terian "Dia Chandra dan Lucas." Tunjuknya pada kedua anak laki-laki itu.
"Terian! Haa kau pasti Rain itu ya? Salam kenal aku Chandra." Kata seorang anak laki-laki dengan gelombang pendeknya, wajahnya ceria badannya kurus senyumnya sangat ramah "Dan ini Lucas, dia paling tua di antara kita."
"Aku harap kita dapat berteman baik ya, Rain." ucapnya, sikapnya tidak terlalu mencolok tapi dia memiliki wajah tangguh berani, postur badannya paling tinggi di antara kami, penutur katanya tegas "Jadi..kami mendengar tentang peristiwa tadi siang, apa itu benar?"
"Tadi kamu melempar mereka ke dinding dengan sihir mu, Rain?" Tanya mereka penasaran dan mendekatkan menunggu jawaban ku.
"Haha dia duluan mengganggu ku dengan Terian, jadi.."
"JADI itu benar? WAH Luar biasa aku belum pernah mendengar jika anak 4 tahun seberbakat diri mu Rain!" Ucap kagum Chandra dia memandang ku dengan wajah terkejut "Apa lagi yang kamu kuasai Rain? Api? Tanah?"
"Ah... haruskah aku tidak bertindak mencolok lagi? ini baru hari pertama ku berada di sini." pikir ku "Aku masih belajar jadi aku belum memiliki banyak sihir yang ku kuasai."
"Tapi itu saja sangat keren, aku masih belum bisa mengendalikan sihir ku." Ucap Lucas sambil memakan makanannya.
Sejujurnya rasa makanan di sini tidak terlalu buruk di lidah ku, ya memang tak seenak masakan juru masak di rumah tapi setidaknya masih bisa di makan, selesai makan kami harus mencuci dan meletakkan piring makanan kami ke tempat semula, nenek kantin itu terlihat sudah sangat lama berada di sini, aku bertemu dengannya lagi ketika kami sedang mencuci piring.Selesai makan Siang Chandra dan Lucas masih sibuk dengan kelas bela diri mereka sedangkan aku dan Terian berencana pergi ke perpustakaan.
"Aku dan Lucas masih ada kelas bela diri jadi sampai jumpa makan malam ya, senang rasanya Terian ada teman hahah.. Biasanya ia pergi sendirian."
"Dahh"
"Kelas bela diri?' gumam ku bingung tanpa sadar Terian mendengarnya.
"Kelas itu hanya bisa di ambil anak kelas 2 untuk menyiapkan mereka setelah keluar dari panti asuhan, Chandra dan Lucas berencana untuk mengambil tes masuk prajurit keamanan dan militer.Mereka berlatih sangat keras Pagi, Siang, Malam." ucap Terian ketika kami sedang berjalan menuju perpustakaan "Sedangkan aku berencana mengambil beasiswa universitas nantinya, kalo kamu Rain?"
"Wah menarik jadi anak panti ini di ajarkan untuk dapat hidup dengan tangan mereka sendiri ya, kalo tak salah ingat hal ini juga di dukung oleh lembaga anak memberikan bantuan material untuk anak-anak yang akan menempuh kehidupan baru mereka." pikir ku mengingat kebijakan yang pernah ku baca "Entah lah aku belum memikirkan-nya."
Kami sampai di sebuah pintu perpustakaan, pintunya sederhana dengan papan nama tertulis perpustakaan, ruangan nya tidak terlalu luas terdapat 6 rak buku berjejer dua di tengah ruangan, lampu dinding yang lebih redup , beberapa meja baca dengan beberapa buku yang sedikit berantakan, berlantai kayu kokoh dengan beberapa jendela yang mengarah ke lapangan luar, suasana di perpustakaan sangat sepi.
"Nah biasanya aku di sini sendirian menghabiskan waktu membaca buku-buku ilmiah dan novel, apa Rain kamu tidak terlalu suka membaca buku? Jika tidak biasanya anak-anak lain bermain di luar lapangan kalo ka-" Ucap Terian terlihat jelas jika ia seorang anak kutu buku yang biasanya jadi bahan gunjingan anak-anak nakal, ya aku juga pernah berada di posisinya.
"Tidak, di rumah biasanya aku menghabiskan waktu membaca buku di perpustakaan Tuan Han." Ucap ku seketika Terian melihat ku sangat senang, mungkin ia merasa bisa bertemu dengan teman satu frekuensi dengannya, aku juga merasa jika aku kedepannya akan dekat dengannya.
"Benarkah buku apa yang biasa kamu baca Rain??"
"Hmm.. buku novel, sejarah, ilmiah, militer, sihir, ad-"
"WAHH!! Kamu juga suka itu?! Aku juga suka, kemari lah biar aku kasih buku rekomendasi ku haha.."
"Memang sedikit rada aneh jika seorang anak tk membaca buku-buku sejenis ini, apa ini normal di sini? Atau hanya 2 anak aneh jenius saja." gumam ku ketika melihat-lihat buku rekomendasi dari Terian "Buku-buku mu sangat menarik."
"Benarkah jarang ada orang memuji ku, mungkin karena kebanyakan anak-anak seusia ku tidak terlalu suka membaca buku, tapi kamu Rain bukan kah berumur 4 tahun? Bagaimana kamu belajar membaca aku saja baru lancar ketika umur 5 tahun."
"Hah Tuan Han mengajari ku." Mungkin ini alasan yang lebih logis dari pada ku katakan sejujurnya "Ba-bagaimana kita duduk di dekat jendela sana saja?"
Suasana Perpustakaan cukup sepi, suara tawa anak-anak di luar terdengar hingga ke dalam, tidak ada orang selain aku dan Terian 2 anak yang terlahir jenius, langit mulai berganti sore cahaya matahari memasuki ke sela-sela jendela.
"Semua anak di sini memiliki ciri penampilan yang hampir sama, rambut merah bata, mata jingga terang dengan kulit pucat, bintik-bintik cokelat halus di sekitar hidung dan pipi atasnya sangat indah.Sekilas terlihat seperti tokoh fiksi sihir." pikir ku ketika melihat keluar jendela hampir semua anak memiliki ciri yang sama "Aku sangat penasaran apa kalian semua keluarga?"
"Ha? Apa maksud mu Rain?"
"Itu Rambut merah bata, mata jingga terang bagai sebuah batu indah, kulit pucat sehingga bintik-bintik cokelat halus di wajah kalian terlihat, rata-rata anak-anak di sini memiliki ciri fisik yang sama." Kata ku sambil menuju anak-anak lain bermain di luar jendela diawasi penjaga panti.
"Hah itu karena kami satu suku."
"Suku?"
"Iya Suku Moriana."
"Moriana sepertinya aku pernah membacanya" pikir ku ketika mendengar nama yang tak asing di telinga ku.
"Nenek moyang Suku Moriana merupakan suku asli pinggiran Zafia, mereka memiliki ciri khas yang mencolok rambut merah bata, mata jingga terang, kulit pusat dan binti halus di wajahnya tak hanya itu kata buku yang ku baca suku Moriana memiliki mana yang berbeda dengan manusia pada umumnya warna mananya kuning cerah keemasan dulu mereka hidup dengan cara berburu dan berkelompok.Ketika terjadi pendatangan Pangeran Farel Kany Eknath de Agasthya ke Wilayah kami beberapa orang menyetujui bergabungan wilayah namun beberapa lagi tidak setuju hingga terjadi perang darah ketika itu, namun sekarang suku Moriana sudah terpencar ke wilayah-wilayah lain tak hanya Zafia." Kata Terian "Dari aku kecil hingga sekarang aku tidak terlalu banyak tahu mengenai orang tua ku bahkan aku tidak tahu bagaimana rupa mereka, aku sudah berada di panti dari bayi, jadi aku penasaran mengenai darah suku keturunan yang mengalir di tubuh ku ketika melihat anak-anak lain yang memiliki ciri seperti ku sesaat aku merasa seperti memiliki keluarga."
"Sejarah yang sangat menarik perhatian ku, tumpahan darah pada wilayah Zafia.aku teringat jika suku ini termasuk suku yang memiliki sihir cukup besar, namun suku ini tidak memiliki populasi yang besar atau bisa di bilang cukup langka mungkin karena perang saudara yang terjadi." Pikir ku melihat Terian, sinar ke jinggaan mulai terlihat di langit "Aku juga akan menjadi keluarga mu Terian walau aku tidak memiliki darah yang sama dengan mu."
"Haha.. iya berjanji lah."
Wajah sedih Terian berubah menjadi senyuman lebar ketika melihat ku, sinar matahari yang masuk membuat ruangan ini seakan menjadi lautan jingga indah, ketika itu kami memutuskan untuk pergi menunggu makan malam di ruang makan sambil bercerita banyak hal, beberapa saat Chandra dan Lucas bergabung di meja makan.Aku merasa jika tinggal di sini tidak terlalu buruk dengan apa yang ku pikirkan ku sebelumnya hanya perlu menghindari kontak langsung dengan Si Earl.
Makan malam hari ini cukup sederhana sebuah sop ayam dengan nasi dan sebuah roti gandum.Aku menghabiskannya karena kurasa malam harinya aku akan kelaparan, biasanya ketua pelayan selalu membawakan cemilan manis ketika selesai makan malam.
"Bagaimana hari pertama mu di sini Rain? Cukup menyenangkan?" tanya Chandra ketika kami berempat sedang berjalan menuju kamar untuk istirahat sejenak.
"Hah masih sedikit asing dengan ku tapi sepertinya aku mulai terbiasa." ucap ku tersenyum.
"Bagus lah jika kamu nyaman Rain, ngomong-ngomong perhiasan mu terlihat mahal menurut ku kamu harus melepaskannya, karena di sini kau tahu, bagaimana ya menceritakannya, Lucas?"
"Berbedaan kasta, jika seseorang datang dengan baju sutra berarti mereka mendapatkan banyak keuntungan di sini, ada beberapa anak yang begitu salah satunya ya Si Polin itu." Kata Lucas dengan menaiki salah satu alisnya.
"Ha... pantas saja dia memiliki sifat buruk anak bangsawan, ternyata ia salah satu keturunan bangsawan yang mungkin mengalami kesialan." pikir ku "Tapi aku tidak bisa melepaskannya."
"Kenapa? Apa itu tidak bisa di buka?" tanya Chandra penasaran dan melihat anting ku.
"Karena ini batu Tia, dia memiliki penyakit benturan mana yaitu mana seseorang menyerang pemiliknya sendiri jadi batu ini sebagai menampung mananya yang berlebihan, begitu!" Jawab Terian dia mengetahui dengan sangat baik walaupun aku hanya memberi tahu dia sekilas mengenai penyakit ku.
"Benarkah? Bukankah kamu Rain seharusnya berada di rumah sakit anak di bawah pemerintah?" Chandra sangat penasaran mengenai hal itu.
"Iya banyak kejadian rumit yang sulit untuk di ceritakan sehingga aku berada di sini haha.."
"Begitukah?"
Sesampai di kamar pencahayaan tidak terlalu terang hanya dari 4 lampu dinding yang menempel, di malam hari kami banyak menghabiskan waktu bersama tepat pukul 21.00 bel berbunyi bertanda waktu tidur.Aku menepati kasur tingkat bawah sedangkan di atas ku Chandra, hari semakin gelap lampu kamar menjadi lebih redup namun suhu di malam hari sangat dingin ditambah selimut panti yang tipis menembus kulit ku.
"Apa semuanya sudah tidur?' gumam ku menoleh ke arah kawan sekamar ku, cahaya bulan memasuki ruangan rasa dingin ini membuat ku terus terjaga di malam hari, aku mengecek koper ku jika saja kepala pelayan membawakan selimut tambahan untuk ku, ternyata tidak.Aku mengambil mantel panjang ku dalam koper dan menyelimuti-nya di badan ku sehingga lebih hangat dari sebelumnya.
"Hah.. Kenapa aku tidak bisa tidur aku harus bangun pagi nantinya." jam-jam terus berlalu namun rasa ngantuk ku tak datang, jadi aku memutuskan untuk menulis surat di atas meja untuk Tuan Han mengenai keseharian ku lalui hari ini ku harap ia tidak terlalu mencemaskan ku, aku akan mengirimnya surat nanti lusa.
"Selesai, bagaimana keadaan di sana ya? Aku tidak mengalami kesulitan jika tidak ada pelayan di sisi ku mungkin karena dulu aku sudah terbiasa melakukan ini semua sendirian, walaupun di malam hari sangat dingin bahkan kaki ku tidak dapat menyentuh lantai lama-lama." ketika aku sedang membereskan alat tulisku dan menyimpannya untuk pergi tidur, aku mendengar sebuah kereta memasuki halaman "Kereta? Si Earl itu kah?"
Aku mengintip dari balik jendela kamar ku yang mengarah ke halaman belakang namun kereta itu tidak berhenti ke halaman belakang tepat pakiran kereta biasanya, aku menunggu beberapa menit hingga suara kereta itu terdengar menjahui rumah dan keluar pagar "Apa? Kereta yang sangat mencurigakan dia hanya berhenti sebentar bahkan bukan di tempat pakirannya, lalu ia pergi lagi setelah beberapa menit."
Aku kembali ke tempat tidur ku, suasana sangat sunyi, aku berusaha untuk tidur dengan memikirkan banyak hal.
"Ah.. jam berapa sekarang? 3 mungkin..." gumam ku menutupi mata ku dengan bantal.
Malam ini terasa sangat panjang untuk ku, setiap menit rasanya berlalu sangat lama di tambah dingin di malam hari dengan selimut panti yang sangat tipis menurut ku hingga harus ku lapis dengan mantel tebal ku lagi.Langit malam terasa sangat cerah dengan sinarnya sebagai penerangan ku di dalam gelap kamar.
"Rain. Rain.." Aku terbangun dengan seseorang memanggil-manggil nama ku bersamaan menyentuh pelan di pundak ku.
"Apa.." Jawab ku pelan dengan masih mengantuk di wajah ku, ketika ku berpaling menoleh seseorang yang membangunkan ku "Bapak Guru? Jam berapa sekarang?"
"Jam 8 pagi Rain, aku mengecek keadaan mu karena kamu terlambat masuk kelas dan sarapan."
"Hah iya semalam tidur ku tidak terlalu nyenyak, maaf atas keterlambatan ku aku akan segera bersiap-siap ke kelas." Kata ku berdiri turun dari kasur ku.
"Pakai saja kemeja putih dan celana polos, Rain hingga menunggu seragam mu ya, apa kamu bisa melakukannya sendiri?"
"Aku bisa mengganti pakaian ku sendiri."
"Baiklah, bapak menunggu di kelas ya."
Aku segera mengganti baju tidur ku dengan kemeja putih kram dan celana hitam panjang, dan meletakkan pakaian ku ke tumpukkan baju kotor.
"Ahh.. Kenapa rambut ini sulit di atur!" ucap ku kesal kesulitan menguncir rambut ku sendiri dengan tangan kecil ku walaupun sedikit berantakan tetapi setidaknya ini tidak mengganggu ku.
Lorong asrama sangat sepi begitu juga aula dan perjalanan ku ke kelas, semua anak sedang sibuk belajar di kelas mereka masing-masing aku segera bergegas pergi ke kelas, sesampai di sana Guru Rudiz menyambut ku dengan ramah dan tidak menghukum ku karena keterlambatan ku ia mengizinkan ku untuk langsung duduk ke kursi ku.Ketika itu guru Rudiz sedang mengajarkan menulis terlihat beberapa huruf abjad tertulis di papan tulis dan sebuah buku dan pensil di atas meja ku.
"Aku sudah membangunkan mu tadi Rain tapi kamu tidur lagi," kata Terian di samping ku
"Haha... benarkah."Aku bahkan tidak mengingatnya.
Pembelajar seperti biasa istirahat 10 menit jam 9 lalu di lanjutkan kelas menulis lagi pada jam ini anak-anak akan mencoba menulis dengan buku mereka sesuai yang sudah di contohkan oleh guru Rudiz,
"Ah perut ku lapar! Kapan ini selesai? Kenapa lama sekali, aku baru sampai huruf S." gumam ku sambil mengerjakan tugas ku 2 teman sebangku ku Terian dan anak perempuan berambut pendek memandangi ku dengan rasa terkejut lama-kelaman membuat ku risih "Ada apa?"
"Tulisan mu sangat rap, apa kamu pernah menulis sebelumnya?" tanya seorang anak perempuan berambut pendek tersebut dan menuju jarinya pada buku ku.
"Aku bisa menulis sebelumnya Tuan Han yang....." Kata ku berhenti seketika melihat tulisan ku yang sangat rapi tidak seperti biasanya, apa mungkin karena ada titik-titik garis bantu di atasnya "....Mengajari ku."
"Kamu sangat berbakat Rain! bisakah kamu mengajari ku?" ucap Terian memegang pundak ku.
Tanpa sadar Guru Rudiz berada di depan meja ku.
"WAH kamu bahkan melakukannya dengan sangat baik Rain." Katanya kagum dan melihat tulisan ku "Kamu selalu membuat ku terkejut, siapa yang mengajari mu Rain?"
"Ah.. Tuan Han." Sejujurnya tidak ada yang pernah mengajari ku penulis maupun membaca, ini terjadi begitu saja tanpa sadar, seakan aku memang terlahir jenius.
"Wah benarkah? Didikan Duke Han memang sangat luar biasa."
Bel selesai kelas berbunyi banyak anak sibuk melanjutkan kegiatan mereka, aku sedang membereskan peralatan belajar ku untuk di simpan ke locker ku.Aku mengamati sekitar teman-teman hampir seusia ku hanya satu orang yang tidak memiliki darah Moriana, dia Fren aku mengetahui dari teman dia memanggilnya aku sempat berpapasan dengan nya, rambut dan matanya dominan cokelat gelap, kulit lebih gelap, tinggi dari ku, kurus, sifatnya lebih pendiam dan tertutup, terlihat pintar dari beberapa kali Guru Rudiz memujinya atas tugas yang ia buat.Dan satu lagi Kare ia teman si Fren terlihat mereka seling beberapa kali pergi bersama, beda dengan temannya Kare memiliki keturunan Moriana dengan usia lebih tua dari ku, rambutnya sedikit berantakan dengan tangan kasarnya, ia terlihat suka bela diri, matanya tajam ketika melihat.
"Hai! Kita belum sempat perkenalan," ucap seorang anak perempuan mengalihkan perhatian ku, ia menjulurkan tangannya, berambut kucir kuda dengan keturunan Moriana, suaranya tegas dengan ciri khas tomboy di belakangnya merupakan teman sembangku ku aku bahkan belum sempat berkenalan dengannya.
"Hah Rain."
"Dia! Salam kenal dan ini teman ku Renia, kalian sudah berbincang sebelumnya?" tanyanya sambil mengarahkan temannya pada ku.
"Sa-salam kenal Rain."
"Rania." ucapnya mengulurkan tangannya.
"Semoga kita menjadi teman yang baik ya." Ucapku aku dulu sedikit memiliki masalah dalam masalah lingkungan bertemanan sehingga aku tidak memiliki banyak teman sebelumnya apa lagi seorang perempuan, sehingga suasana terasa sangat dingin kurasa aku segera mencari alasan untuk keluar dari situasi ini "A.A...."
"..." Mereka hanya diam dan melihat ku dengan heran melalui tatapan mereka, seakan berusaha mencari topik.
"Langitnya cerah ya." Ucap ku melihat ke luar jendela.
"Lagi mendung Rain," kata Terian memutuskan topik perbincangan dengan wajah polosnya.
"Ahhhh dasar anak polos, aku tidak anti sosial hanya saja tidak mau menyulitkan diri menjadi makhluk sosial, walau mustahil." Pikirku hanya tersenyum melihat Terian kesal "Tapi sebelum mendung cerah bukan? Haha.. Aku mau makan siang dulu dengan Terian he.. He.. He."
Aku menarik tangan Terian dan pergi ke kantin, dalam perjalanan aku bertemu dengan seseorang yang sama yang mengganggu ku kemarin, dia menunggu ku keluar dari kelas dengan muka sombongnya menyandar ke dinding samping pintu.
"Wah wah kita ketemu lagi ya," Katanya dengan angkuh.