Setelah berusaha untuk menunda bahkan membatalkan kedatangan ku ke panti asuhan Sewaria, kini tiba lah saatnya aku berada di depan panti asuhan tersebut, mereka tidak memiliki banyak pelayan di sana sekitar 10 orang menyambut kedatangan ku.
"Tampaknya tidak terlalu buruk." pikir ku ketika melihat bangunan panti asuhan dengan fasilitas cukup mewah.
"Wahh.. Selamat datang tuan Muda Rain Vanz de Kany Cahaya Negeri Zafia Kerajaan Negeri Agasthya Ira Ekaraj, saya sangat bahagia atas kedatangan Anda, tentu saja Tuan ku Duke Han," ucap Earl Verdenrik menyambut ku "Oh oh mari-mari masuk Duke Han dan Tuan Muda, lebih baik kita berbincang-bincang sejenak di dalam selagi menunggu para pelayan menurunkan bawaan Anda, Tuan."
Earl Venderik dan seorang pelayan tua menuntun ku dan Tuan Han ke ruangan tamu, aula rumah itu cukup mewah dengan hiasan lampu gantung dan berlantai keramik cokelat tua, terdapat pajangan di sudut ruangan, kami berbelok ke arah lorong kanan dari aula tengah, tiba di sebuah ruangan tamu dengan sofa dan meja yang cukup luas, hanya tersisa aku, Tuan Han dan Si Earl.
"Aku sangat merasa terhormat jika Tuan Muda Rain bersedia tinggal di panti kami untuk beberapa saat, ku harap dengan melihat fasilitas panti kami Duke Han tidak perlu cemas akan Tuan Muda." Ucapnya duduk di sofa yang berhadapan kami, terlihat wajah amarah dari Tuan Han "Tuan Muda Rain saya harap Anda bisa nyaman berada di sini." Aku hanya tersenyum menjawab pertanyaan yang dia ajukan, untuk beberapa menit suasana berat seperti persaingan politik terasa.
"Jadi kau sudah puas? Aku tak suka banyak bicara," ucap Tuan ketus padanya, aku hanya diam dan mendengarkan mereka berbincang.
"HAHA.. Tuan ku Anda masih sangat membenci ku dari banyak jasa saya dalam negeri Zafia? sepertinya Tuan ku lupa jika jika negeri ini berjalan dengan peraturan, haa saya rasa Anda tidak pernah melupakan itu."
"Haha...tentu saja bahkan dunia ini berjalan dengan sebuah hukum alam, ada saatnya bangkai busuk bisa tercium.Maaf tapi aku tak punya banyak waktu sekarang, sepertinya para pelayan telah selesai menurunkan barang kita lanjut perbincangan kapan-kapan atau berada di tempat lebih nyaman."
Tuan Han mengantar ku hingga di aula dia terus meminta ku mengabarinya jika terjadi sesuatu, Si Earl itu keluar setelah beberapa detik kepergian Tuan Han sebelum itu ia menyapa ku lalu pergi dengan keretanya, seorang pelayan perempuan muda dengan penampilan sederhana dengan rambut hitam disanggul, badannya sedikit pendek dan kurus, kulit putih cerah bermata hitam pekat, ia memberikan sedikit penjelasan mengenai peraturan panti selama perjalanan menuju kelas ku.
"Baik Tuan Muda Rain, ada beberapa peraturan panti yang haru Anda ikuti, pertama Anda harus bangun dan berada di ruang makan pukul 07.00 pagi jika telat Anda tidak akan mendapat kan sarapan atau makanan hingga pukul 12 siang, jam pelajaran di mulai pukul 07.45 jadwal pembelajaran akan saya berikan di sini terdapat 1 guru tetap dan 3 guru undangan, jam 09.00 Anda di izinkan untuk istirahat 10 menit, jam pelajaran berakhir pukul 2 siang setelah itu Anda bebas untuk kegiatan lain kecuali keluar pagar panti asuhan, Anda di izinkan keluar pagar setiap hari minggu sekali dan harus pulang pukul 17.00 sore." ucapnya sambil berjalan menyusuri lorong kayu cokelat gelap dengan pintu cokelat yang lebih terang "Jam makan malam setiap pukul 18.00 dan tidur pukul 21.00, setiap kamar berisi 4 orang, Anda pada ruangan kamar No. 4 apa ada pertanyaan Tuan?"
"Bagaimana jika aku ingin mengirim surat haruskah aku menunggu hari libur?"
"Anda bisa menitipkan-nya pada penjaga panti karena setiap pagi kurir surat akan datang mengirim dan mengambil surat-surat atau Anda bisa mengirimnya langsung ke kantor pos ketika libur, baiklah kita sepertinya sudah sampai di kelas Anda Tuan Muda."
Pelayan wanita itu berhenti di sebuah papan nama bergantung di atas sudut pintu dengan tulisan 'Ruang Kelas 1'dari lorong tidak terlihat jendela hanya beberapa pajangan gambar di dinding, wanita pelayan itu mengetuk lalu membukakan pintu, terlihat 5 anak dengan usia sekitar 4-7 tahun anak-anak tersebut menggunakan kemeja putih panjang dengan celana pendek dan rok hitam di bawah lutut, terdapat kaus kaki putih dan sepatu hitam.Ruangan kelas tidak terlalu besar hanya memiliki papan tulis hitam jadul dengan 3 buah meja bulat dengan 3 kursi berjejer mirip seperti tk, dindingnya pun di penuhi gambar-gambar anak kecil dengan warna cerah.
"Ah Selamat datang, Anda pasti Tuan Muda Rain ya? Perkenalkan saya Rudiz Westrian guru kelas Anda." Ucapnya ia memiliki postur badan tinggi tegap, memiliki mata lembut kehitaman dengan rambut cokelat gelap, kulit cerah dengan wajahnya menggambarkan keramahannya terhadap anak-anak ditambah kaca mata bulatnya ia mengenakan jas cokelat dengan dalaman putih dan dasi cokelatnya, rambutnya tertata rapi.
Aku berjalan memasuki kelas terlihat semua mata mengarah ke arah ku, setelah mengantar ku pelayan wanita itu pergi keluar kelas, suasana kelas sangat sepi ketika aku berada di depan guru itu meminta ku memperkenalkan diri.
"Ah.. Se-Selama pagi perkenalkan saya Rain Va-RAIN! Semoga kita bisa berteman dekat.." Ucap ku gugup ketika melihat ekspresi wajah semua anak tiba-tiba melihat ku.
"Haloo Rain," ucap anak-anak itu kompak, seketika guru itu sedikit terkejut dan bingung mengenai panggilan nama secara informal ku, tapi aku tidak terlalu peduli terhadap hal itu.
"Si-silakan duduk di tempat Anda, Tuan muda." Pembelajaran pun di mulai, guru itu hanya menerangkan alfabet A hingga Z dari bernyanyi hingga menggambar, suasana kelas cukup menyenangkan seperti kelas bermain untuk ku.
"Sekarang kita ada kelas melukis, bapak guru akan memberikan kalian 1 orang 1 kanvas ya," ucapnya sambil membagikan kanvas persegi panjang beserta cat airnya "Tema hari ini adalah pemandangan, hasil dari gambar anak-anak akan di jual nanti ketika festival bulanan oleh karena tu gambar lah seindah mungkin!"
Aku sempat mendengar jika beberapa panti asuhan sering melelang atau menjual hasil karya anak-anak panti sebagai sumber pemasukan mereka, uang hasil jual tersebut pun akan di berikan pada si anak yang membuat karya, menurut ku sistem ini sangat menarik.
"Kelas anak TK memang begini kan? Ya kali Tuan Han mengirim ku guru mata pelajaran yang berat-berat seperti ekonomi, bahkan Hukum! Mana ada anak tk yang mempelajarinya tapi entah mengapa otak ku terlahir jenius kali ya." pikirku mengerjakan tugas gambar ku, ketika selesai guru itu berkeliling menilai dan membantu anak yang kesulitan, aku duduk satu meja dengan 2 anak lainnya, mereka terkadang melihat ku dengan serius ketika aku sedang mengerjakan tugas ku "Apa ini kenapa mereka melihat ku begitu?"
"Lukisan mu sangat indah," ucap seorang anak perempuan berambut pendek merah bata, ia memiliki bintik-bintik cokelat halus di sekitar hidung dan pipinya, matanya jingga terang dengan kulit pucat.
"Benarkah aku hanya melukis seperti biasa." jawabku datar, ketika itu aku sadar dan melihat lukisan ku, alangkah terkejutnya ini lebih mirip seperti hasil seni lukisan sejarah dengan nilai yang mahal "A-apa ini??! Aku bahkan tidak memiliki bakat menggambar bahkan melukis sebelumnya?!."
"Bagaimana cara mu mencampurkan warnanya?" ucap teman sebangku ku satu lagi, dia seorang anak laki-laki dengan wajah lugunya, rambut, mata dan kulitnya mirip dengan anak perempuan mungkin mereka saudara pikir ku "Ini sangat indah."
"Entah lah aku pun terkejut dengan apa yang ku lakukan barusan." pikir ku masih tidak mengerti bagaimana cara ku membuat lukisan indah dengan nilai seni tinggi ini "Cukup tinggal mencampurkan warnanya he..he.."
Beberapa saat kemudian guru Rudiz datang dan menghampiri meja ku, setelah sebelumnya dia mengawasi anak kecil lainnya.
"Haa Tuan Muda bagai-AHH?!" seketika ia melihat gambar ku dengan terkejut mata dan mulutnya terbuka lebar, badannya memaju kedepan melihat hasil gambaran ku "Kosisten warna, garis, gelap terang, semuanya-SANGAT INDAH!!"
"He he-Apa yang barusan ku lakukan??" mendengar ucapan guru Rudiz seketika meja ku ramai di penuhi anak-anak lain
"WAH HEBAT..!!"
"Bagaimana kamu melukisnya?"
"Itu sangat indah."
"Harganya pasti sangat mahal!!"
"Bisakah kau mengajari ku??"
"Wah keren!!"
Aku sedikit pusing melihat banyak anak-anak mengelilingi ku dan bertanya, aku menjawab pertanyaan mereka sebisa ku.Guru Rudiz masih terdiam terpaku melihat lukisan ku, jam menujukan pukul 12 siang waktunya istirahat dan makam siang.
TING TING TONG
Seketika anak-anak membersihkan alat lukis mereka sendiri dan menyimpannya di loker pribadi belakang yang cukup besar untuk menyimpan benda-benda penting.
"Ha Tuan Muda ini kunci roker Anda No. 06 di jaga jangan sampai hilang jam pelajaran untuk kelas 1 sudah selesai." ucap Guru Rudiz sambil memberi sebuah kunci untuk ku.
"Terimakasih Bapak Guru." aku segera menyimpan semua peralatan ku di roker tersebut.
"Kamu harus mencuci kuas dan paletnya atau tidak dia akan cepat rusak" ucap anak laki-laki sebangku dengan ku "Salam kenal aku Terian, aku dengar kita akan satu kamar."
"Benarkah pelayan memberi ku kunci ruangan 04 tadi."
"Iya kita di ruangan kamar yang sama dengan abang Lucas dan Chandra mereka di kelas 2 sekarang, ayo kita cuci kuas dan paletnya dulu nanti catnya kering."
"Berarti aku berempat sekamar dengannya? Tapi dia kelihatan anak-anak yang baik dan lugu." pikirku ketika ia berbicara pada ku "Ah iya, Terian."
Dia mengantar ku ke sebuah wastafel di dekat kamar kecil disana anak-anak lain juga mencuci kuas dan palet mereka, ketika kami sedang mencuci seorang anak laki-laki dia lebih tinggi dan lebih tua dari ku, mata maupun kulitnya sama persis di miliki Terian, namun wajahnya mengeluarkan ekspresi angkuh dan sombong, dia dan 2 anak laki-laki lainnya berada di sampingnya memiliki penampilan sama persis dengan Terian dan anak laki-laki angkuh itu, yang membedakan hanya wajah, postur badan dan model rambut mereka.
"HEI!" kata anak laki-laki angkuh tersebut terlihat jika dia yang ketua di gengnya.
"Siapa? Apa disini mereka saudara atau bagaimana rambut, mata, kulit bahkan bintik-bintik di wajah mereka hampir mirip."pikir ku ketika sadar bahwa hampir anak-anak di panti asuhan ini memiliki ciri-ciri fisik yang sama.
"Ada apa, a-abang Polin?" ucap Terian, terlihat jelas jika ia merasa takut akan kehadiran mereka bertiga.
"Kau anak baru di sini kan?" dia mendekati dan memandang ku rendah.
"Iya." Jawab ku singkat padanya seketika Terian melihat ku dengan wajah terkejut, kurasa di setiap tempat pasti ada orang dengan modelan begini aku sekilas teringat dengan teman ku di SMA.
"APA?! Kau sangat tidak sopan ya!"
"Rainn cepat minta maaf padanya." Terian memegang tangan ku dengan gelisah.
"Kenapa? Aku sudah menjawab pertanyaan mu kan? Kenapa aku harus minta maaf."
Tiba-tiba si angkuh, Polin, dia mengangkat kera baju ku erat-erat melihat kejadian itu seketika sekeliling ku di penuhi oleh para anak-anak lainnya.
"Eh..! Kau jangan sok jago di sini, kau masih anak baru! Mengerti! Kalo muka muka menjijikkan mu lagi jangan harap kau bisa lolos!" bentaknya hingga seisi lorong tersebut dapat mendengar suaranya, ia mendorong ku hingga aku ter jatuh.
"HAHA kau lebih pantas seperti itu!" teriak seorang anak laki-laki teman si Polin.
"Makanya jangan sok Jago di sini, RASAKAN!" ucapnya dan menyiram segelas air pada ku.
"HAHAHA...RASAKAN!"
"Ini hanya peringatan kau tahu, lain kali lihat posisi mu dasar!"
"Kamu baik-baik saja Rain? Ayoo kita segera pergi dari sini."
"Dasar anak sialan." gumam ku kesal dan melihatnya dengan sini "Kurasa aku yang harus mengucapkan kata-kata itu."
Aku berdiri dan mengaktifkan lingkaran sihir angin yang membuat mereka terhempas ke dinding lorong dengan wajah ketakutan.
BRUSHH BRUAKK
"AHH!! Ap-apa yang kau lakukan bocah!"
"CIH SIALAN."
"Apa sakit? Tapi ini baru permulaan." ucap ku berjalan menghampiri, aku ingin membuat efek jera pada si pembully ini, dengan jarak dekat aku mengaktifkan lingkaran sihir peledak dengan lingkaran sihir cukup besar.
"Ini mungkin akan membuat efek kehancuran yang cukup besar Tuan." Kata Lividus dalam pikiran ku.
"Aku tahu."
Lingkaran sihir itu semakin besar hingga hampir ke langit-langit lorong, tiba-tiba seorang laki-laki dewasa dengan pakaian khas ahli sihir, rambut maupun matanya yang gelap kelam berlari menerobos kerumunan memegang tangan ku, seketika lingkaran sihir ku di batalkan.
"APA KAU INGIN MENGHANCURKAN TEMPAT INI??!!!" Teriaknya sambil melihat ku "APA kau tahu tadi kau bisa saja membunuhnya!"
"Mem-membunuh?!" gumam Polin terduduk ketakutan.
"Aku tahu." ucap ku singkat.dan melihat mereka bertiga dengan wajah dingin ku.
"KAU GILA YA?! Dasar Bocah, sihir mu memang besar tapi bijak ketika mengunakan-nya, kau tahu itu juga?!" Ucap laki-laki dewasa tersebut.
"RAAINN, TUAN MUDA RAIN!! Apa yang terjadi?" Guru Rudiz berlari menghampiri kerumunan.
"Rudiz? Ini anak didik mu? Aku belum pernah melihatnya, apa dia anak baru." Tanya si pria laki-laki tadi.
"I-Iya dia Tuan Muda Rain"
"HAH!!! APA?! Kenapa kau tak bilang dari awal Rudiz?!" Katanya terkejut sambil memukul pundak teman gurunya "Anuhhh tadi aku-SAYA! hanya..hanya..."
"Dia." Kata ku sambil menunjuk si Polin dan temannya "Dia mengangkat kera baju ku, mendorong dan menyiram ku dengan air."
Seketika suasana menjadi hening dan semua orang melihat Polin dan teman-temannya, melihat itu seketika wajah mereka berubah menjadi pucat basi.
"POLIN! Aku tidak akan menghukum ringan kepada mu sekarang, DASAR BOCAH NAKAL!!" ucap laki-laki dewasa tadi dan membawa mereka bertiga ke ruangan guru "Ahh..maafkan dia ya ha..ha.." Guru Rudiz mengantar kan ku dan Terian ke kamar untuk ganti baju ku yang basah.
Kamar ku berada deret No. 4 dari kanan dari lorong kanan lantai atas, di pintu cokelat sederhana terukir ruang kamar No. 4.Ruangan kamar cukup luas jika berisi 4 orang terdapat 2 kasur tingkat di tengah-tengah ruangan di jarak oleh sebuah meja lampu kecil, sepasang lemari kayu sederhana dengan dua pintu di sisi kiri kanan, 4 meja belajar di depan kasur, sepasang jendela persegi dengan gorden di samping kasur dan di atas meja lampu, lantai kayu kokoh dengan karpet bulat sederhana, lampu di tengah ruangan, terlihat beberapa koper cokelat di sudut dekat lemari.
"Ini kamar mu Tuan Muda, jika Anda kesulitan Anda bisa meminta ganti kamar." Ucap Guru Rudiz "Apa Anda bisa menganti baju sendiri atau sa-"
"Aku akan menganti baju ku sendiri, Terian akan menemani ku."
"Baiklah Tua-"
"Rain, panggil saja Rain seperti anak-anak lainnya." Rasa ku rada cangkung jika seseorang memanggil ku dengan nama kedudukan ku.
"Baik Rain Bapak guru pergi dulu ya, jika ada keperluan bisa menemui bapak guru di ruang guru ya."
Seketika ruangan ini hanya ada aku dan Terian, sepanjang jalan ia kelihatan khawatir pada ku.Aku membuka koper dan mencari baju ganti sebuah kemeja putih polos dan celana pendek hitam, selama aku berganti baju Terian menemani ku.
"Kalung mu sangat indah, batu apa itu? apa bole ku lihat." tanyanya ketika aku sedang berganti pakaian "Itu kelihatan sangat mahal."
"Ini batu Tia dan Shin, Tuan Han memberikannya pada ku.Aku tidak boleh melepaskannya." ucap ku dan memegang kalung Tia yang berubah menjadi keunguan gelap sangat kontras dengan warna cerah dari batu shin.
"Tuan Han siapa dia? Kenapa tidak boleh di lepas?"
"Tuan Han dia, orang yang merawat ku hingga sekarang, Tuan Han yang memberikannya pada ku, katanya batu Tia menyerap mana agar aku tidak merasa sesak dan sakit lagi di jantung ku, orang-orang bilang jika aku memiliki penyakit 'Benturan Mana' jika aku melepaskannya maka aku akan sakit lagi."
"APA?! Tapi Rain kamu kelihatan baik-baik saja."
"Haha iya karena aku mengunakan batu Tia ini di kalung, gelang, cin-cin, dan anting ku." sambil menujukan letak batu tersebut pada Terian ia kelihatan sangat kagum melihat batu Tia yang bersinar indah.
"Apa batu ini juga yang membuat mu bisa mengunakan sihir yang sangat besar tadi? aku belum pernah melihat sihir sebesar ruangan."
"Tadi itu aku tidak sadar mengeluarkan mana sebesar itu, bisa di katakan batu ini juga membantu ku mengendalikan mana dan sihir ku untuk tidak kelewatan batas." Sulit menjelaskan secara detail kepadanya.
"Wahh luar biasa aku saja sekarang masih kesulitan mengendalikan sihir ku sendiri." Ucapnya memberikan perhatian lebih pada ku "Bagaimana kamu melakukannya???"
"Hmm..nanti saja aku jelaskan ya, kita belum mengambil makan siang Terian." Kata ku mengalihkan topik pembahasan karena aku sendiri pun tidak mengerti bagaimana cara ku bisa memiliki sihir dan mana sebesar ini.
"Ha! kamu benar, ayo kita ke ruang makan, nanti kita lanjut bicara lagi."