Chereads / THE QUANTUM (Indonesia Ver) / Chapter 18 - CAP DARAH 18 : Tabula dan Taraxacum/ T^2

Chapter 18 - CAP DARAH 18 : Tabula dan Taraxacum/ T^2

Bayangan seorang pria di balik pepohonan, tangan kirinya memegang erat sebuah pistol kecokelatan berlambang naga emas yang mengarahkan pada ku, postur badan yang tinggi dan kurus, jas yang terlihat rapi, rambut kecokelatan yang mulai memutih, matanya yang bersinar di balik pepohonan, seakan siap menembak ku.

Gred Verdenrik, bangsawan Earl tinggi bertugas langsung di bawah kepemimpinan raja, merupakan sosok yang sangat cerdik dan keras sesuai dengan nama keluarganya, Keluarga Verdenrik terkenal dengan ketegasan-nya dan keberaniannya di medan perang, memiliki segudang gelar kehormatan hingga penghargaan, tidak memiliki catatan kriminal maupun tersandung kasus, menggambarkan sikap yang tegas pada masyarakat memiliki kepercayaan raja atas jasanya, tanpa sadar ia lah Si Penghianat mencoba melakukan penggulingan kekuasaan kepada raja yang mempercayainya.

Gred Verdenrik Si Pelaku pembunuhan sempurna Duchess Cellin yang tidak pernah terungkap hingga sekarang, aksi itu di lakukan bukan seorang diri, Knight Johans Kzial dan Ervan Lezna melakukan penyiksaan terhadap Jean, luka yang meninggalkan sisa di tubuhku, detail-detail kejadian seperti mimpi buruk, tidak pernah di hukum hingga sekarang.

Tuan Han hanya diam ketika aku menceritakannya, kesunyian ruangan hanya terdengar suara benturan jam dinding, setelah mengatakan semua kejadian, aku hanya diam dan melihatnya.Aku bisa menebak-nya bahwa Tuan Han sudah mengetahui sebelumnya yang bermula dari asumsi belakang sekarang menjadi memberatkan atas bukti yang ku katakan dari ingatan korban itu sendiri namun aku mengetahui jelas jika ia tidak dapat menuntutnya di pengadilan tanpa satu bukti sedikitpun, bekas peluru, jejak, tembakan, waktu, keadaan, sudah di rencanakan tanpa meninggalkan jejak.

Malam yang sunyi itu berakhir Tuan Han mengantar ku kembali ke kamar, di perjalanan hanya terlihat sumber cahaya dari lilin kesunyian suasana hanya terdengar suara hentakan kaki Tuan Han yang berjalan, dia mengantar ku ke kasur dan meninggalkan ku sendirian, malam itu berakhir dengan cepat, aku tertidur dengan banyak pikiran yang bertumpuk di otak ku.

Pagi hari Tuan Han sudah bersiap-siap sarapan dan pergi kerja, entah dia benar-benar tidur sebentar atau tidak tidur sama sekali, para pelayan sedang sibuk membersihkan serpihan kaca yang berjatuhan di Ruang Tidur tuan Han.

Pukul 9 pagi aku mendengar keributan yang mengganggu waktu tidur ku, hentakan kaki dan bantingan pintu terdengar hingga di kamar ku, Tuan Chaiden datang memasuki kamar dengan paksa, dia berjalan menghampiri ku dengan Daniel yang terus mencegahnya, dia melihat ku dengan sangat kesal.

"Mohon maaf mengganggu waktu tidur Anda Tuan Muda," ucap Tuan Chaiden melihat ku dengan tersenyum "HEH BOCAH KAU TELAT 15 menit, latihan di mulai pukul 9, aku tidak akan memanjakan diri mu seperti Han!, ohh.. maksudku Tuan Muda."

"AA-Apa ini sangat menyeramkan, dia menjadi sangat berbeda di depan ku, DA-DANIEL ." Pikir ku yang masih mengantuk dengan selimut di balik badan ku, aku melihat Daniel dengan aura menyeramkan di sekelilingnya sedang melihat Tuan Chaiden "Ba-Baik Tuan Chaiden, saya akan menganti baju tidur terlebih dahulu."

"TIDAK perlu, tapi tidak masalah jika kamu ingin mengelilingi lapangan 100 kali."

"Haah, sa-saya akan segera pergi ke lapangan."

"BAIK!!"

Tuan Chaiden menarik tangan ku dan berlari menuju lapangan, aku bisa merasakan kaki ku melayang beberapa detik, aku mengulurkan tangan ku dan meminta tolong dengan Daniel.

"HAH!! TUANN MUDAAA," ucap Daniel berlari mengikuti ku hingga lapangan halaman samping rumah.

Sesampai lapangan samping rumah tak jauh dari kandang kuda, disana hanya terdapat lapangan rumput kosong, dengan para penjaga berkeliling, langit biru laut dan sinar matahari menyentuh ku.

"Apa dia bisa bersikap lebih lembut dia berlari secepat kilat, AKU MASIH UMUR 4 TAHUN, kaki ku seakan melayang tadi." gumam ku kesal berjalan sejauh lapangan "Jadi, latihan apa yang ma-"

"Entah lah, aku belum memikirkan-nya," ucap Tuan Chaiden dengan muka bingungnya.

"HAH!! Kau bangunkan ku pagi-pagi, bahkan kau sendiri tidak tahu mau ngapain ?!" jawab ku kesal melihatnya, kalo bukan karena menjaga image ku sudah ku pukul dia.

"TUANN MUDA AH.. AH...anda baik-baik saja," Daniel datang berlari kelelahan memasuki lapangan.

"Kenapa kau menatap ku dengan sangat meyeramkan." ucap Tuan Chaiden melihat ku dengan wajah tanpa dosa "Hah, karena aku tidak memiliki sesuatu informasi tentang mu bocah, seperti berapa mana mu, apa elemen dasar mu, atau hira, JADI! Bagaimana kalo kita membuat pertandingan kecil."

"Pertandingan? Sepertinya terlihat seru, BAIKLAH!"

Tuan Chaiden dan aku berdiri di tengah lapangan dengan Daniel yang mengawasi ku di sudut lapangan, beberapa penjaga terlihat mengawasi ku dari jauh, Tuan Chaiden terlihat memiliki sikap yang sedikit arogan, aku tidak membayangkan bawah dia teman masa sekolah Tuan Han.

"Jangan menangis jika kalah ya bocah hahaha.. tenang saja aku tidak akan melukai Tuan Muda mu ini," jawabnya dengan angkuh, dia membuat lingkaran sihir dan tiba-tiba muncul sebuah dinding transparan yang cukup besar."Dinding ini mencegah seseorang akan mengganggu kita atau mencegah sihir yang dapat merusak bangunan sekitar."

"Dengan melihatnya saja aku sudah mengetahuinya," gumam ku melihat sekeliling lapangan sebuah dinding kotak putih transparan hingga ke langit-langit.

"Jangan di tahan, keluarkan saja semua sihir mu bocah, jadi aku bisa menghitung berapa besar mana mu."

"Baiklah kalo begitu, kau yang menyuruhnya bukan hahaha"

"1 2...3!"

Tuan Chaiden menghitung mundur dengan isyarat tangannya, dengan sekali kedipan mata Tuan Chaiden berjalan dengan secepat kilat, tepat berada di hadapan ku, bola api kecil melayang di sekelilingnya, ia hanya menggerakkan jari tangannya sebagai isyarat bola api itu menyerang dan mengikuti ku, aku membanting diri ku ke tanah dan menghindari serangan Tuan Chaiden.

"WAH APA DIA GILA!! kalo aku tidak menghindar sudah, jadi sate bakar." pikirku ketika melihat kerusakan akibat bola api itu, rumput di sekelilingnya hangus terbakar, terdapat bekas hitam di tanah tersebut.

"INI BARU PERMULAAN BOCAH!"

Tuan Chaiden menggerakkan jarinya dan bola api itu terus mengikuti ku, aku berlari sekuat tenaga menghindari bola api itu, sedangkan Tuan Chaiden hanya diam di tengah lapangan dan menonton ku.

"Aku tidak bisa hanya terus menghindar tanpa perlawanan." Aku mencoba memutar otak, bagai mana aku bisa menyerangnya "TAPI! kalo di pikir-pikir aku tidak pernah MEMPELAJARI SIHIR APA PUN!! AHHHH....!!"

Tanpa sadar salah satu api itu mengenai pundak kanan ku, aku terjatuh dan terhempas ke tanah, rasa pundak ku seperti luka bakar tipis tidak terlalu sakit namun merusak piama ku, di luar lapangan terlihat Daniel yang khawatir dan memukul–pukul dinding tersebut.

"TUANNN, KAU BAIK BAIK SAJA?!!" teriak Daniel di balik dinding.

"WAH cuman segini bocah? Apa aku yang terlalu berekspektasi tinggi ya." Tuan Chaiden menggerakkan bola apinya dan mulai mengikutiku, melihat itu aku segera berdiri dan menghindarinya.

Aku mencoba mengaktifkan sihir sebisaku, mengingat caranya namun gagal, aku mencoba lagi namun gagal lagi hingga beberapa kali aku terhempas ke tanah.

"INI TIDAK ADIL!! Kamu guru sihir ku tapi kamu belum mengajari ku cara mengaktifkan sihir, DASAR!!" teriak ku kesal "Kenapa aku selalu bertemu dengan orang seperti dia!!"

"Ah iya benar juga, aku belum memberi pembelajaran sihir dasar ya hahaha..."

Aku mencoba menenangkan diri ku sembari berlari dan mencoba mengikat sihir yang pernah ku baca, memfokuskan pada diri ku, memejamkan mata ku, mencoba setenang mungkin, dan membuat jarak cukup jauh dari bola api itu, ketika kurasa sudah cukup aku menghentikan langkah ku dan membalik badan, mengangkat tangan kanan ku ke depan, memfokuskan semua mana ku pada tangan ku, dan memejamkan mata.

Ketika ku memejamkan mata ku, angin terasa sangat kuat mengelilingi ku, tangan ku seakan semakin berat ketika aku membuka mata lingkaran sihir yang cukup besar melebihi milik bola api Tuan Chaiden bahkan melebihi tinggi badan ku sendiri, lingkaran itu berwarna ungu gelap dengan simbol sedikit berbeda, seketika dari lingkaran ungu tersebut keluar gumpalan api hitam berwarna ungu yang terus semakin membesar.

"A...APA yang terjadi.." Tangan ku sangat berat, aku tidak bisa mengendalikannya, gumpalan api ungu seketika menutupi ku "Ba-bagaimana mengendalikan sihir ini...!"

Tuan Chaiden terlihat sangat terkejut dengan apa yang barusan terjadi, dia terpaku melihat gumpalan api itu yang kian membesar, begitu juga Daniel mencoba menghancurkan dinding transparan dengan tangannya, para penjaga di luar dinding terpaku melihat api itu terus membesar, angin di sekelilingku kian kuat gumpalan api itu mulai membesar dengan awan berubah menjadi gelap di sekelilingnya.

"RAIN..!!" ucap Tuan Chaiden berlari mencoba mendekati ku dengan sihirnya, dia terlihat sangat khawatir, "GAGALKAN SIHIRNYA!!"

"HAH?! Lepaskan atau di apain?!" seiring bertambah ukuran gumpalan api ungu tersebut tangan ku seakan terasa ingin patah, tekanan dari sihir ku membuat kaki ku tidak bisa berdiri dengan tegap, tangan kiri ku mencoba menahan tangan kanan ku "Aku tidak bisa menahannya terus menerus, tangan ku seakan mau patah"

Gumpalan itu mulai hampir sebesar mansion, dinding penghalang pecah, Tuan Chaiden berlari menghampiri ku seketika ia berada di dekat ku dan memegang tangan ku, entah apa yang dia lakukan tapi gumpalan api ungu itu mulai mengecil, di ikuti langit yang mulai cerah, dan angin yang menjadi lebih tenang.

"Kau baik-baik saja Rain? OH kita hampir menghancurkan Kota Zafia." ucap Tuan Chaiden lega dan terduduk di atas rumput "Apa kau gila bocah?!"

"HAH BUKAN KAH ANDA GURU SIHIR KU?!" Jawab ku kesal, tapi aku tidak pernah terbayang "Aku hampir menghancurkan Kota Zafia?"

Dinding transparan menghilang, Daniel berlari menghampiri ku dengan air matanya, beberapa penjaga keamanan mengecek kondisi ku.

"TUAN MUDAAA!! Anda baik-baik saja, apa ada yang terluka?!" ucap Daniel melihat ku melihat ku dengan teliti "Mohon maaf atas ketidak sopanan ku tapi Tuan Chaiden latihan tadi sangat beresiko, bagaimana jika sesuatu yang berbahaya terjadi?"

"Jangan salah kan ku, Rain yang mengaktifkan-nya, iya kan?"

"Tapi kau-Tuan Chaiden yang meminta ku untuk tidak menahan sihirnya, lagi pula Anda guru sihir ku." tentu saja aku tidak mau di salahkan atas kejadian tadi.

Beberapa menit kemudian keamanan militer berpakaian lengkap datang memasuki lapangan hentakan kaki, yang terasa, dia memasuki lapangan dan menghampiri ku.

"Selamat siang Tuan Muda Rain Vanz de Kany Cahaya Negeri Zafia Kerajaan Negeri Agasthya Ira Ekaraj, salam saya dari Kepala Devisi Keamanan Militer VII Pusat Kota Zafia" ucapnya sambil memberi hormat ala militer, ia meletakkan tangan kanannya horizontal sejajar dada dan tangan kirinya di belakang, ia memasang wajah serius ketika melihat piama ku yang robek terbakar "Saya dapat laporan dari warga dan pihak menara sihir sebuah api ungu raksasa terdeteksi berada di sekitar sini, Anda baik-baik saja Tuan Muda? Apa yang barusan terjadi?"

"Ahh.. perkenalkan saya Frey Chaiden seorang dosen dan guru ahli sihir dari keluarga Chaiden, mohon maaf atas keributan yang terjadi, saya dan Tuan muda Rain sedang melakukan latihan," ucap Tuan Chaiden, ia langsung berdiri dan memberi salam pada anggota militer tersebut.

"Latihan?" anggota militer keamanan tersebut melihat ku curiga melihat piama ku dengan beberapa bagian robek bekas api "Benarkah, Tuan Muda Rain?"

"Ii-iya kami sedang latihan sihir, mohon maaf telah membuat keributan."

"Baiklah jika begitu, untuk terakhir kalinya izinkan kami mengecek keadaan sekitar Tuan Muda Rain, untuk keamanan Anda."

"Baik silakan."

Beberapa barisan di belakangnya mengecek keadaan sekitar rumah dari bagian luar hingga dalam, sedangkan Si Ketua bersama kami dan berbincang-bincang dengan Tuan Chaiden, aku bisa mendengarkan apa saja yang mereka bicarakan di sana.

"Tuan Muda Rain, apa yang di katakan Tuan Chaiden itu benar? Gumpalan api ungu Sesium dari sihir anda?" tanya Ketua Devisi VII, ia melihat ku dengan kagum dan sedikit terkejut.

"Apa yang ingin dia lakukan, mengalihkan topik?" pikir ku curiga kepada Tuan Chaiden "Hah iyaa, tapi aku belum bisa mengendalikannya."

"Wah Anda memiliki bakat yang luar biasa Tuan Muda."

Beberapa menit para petugas keamanan militer mengatakan sekeliling rumah dalam keadaan aman, tidak ada berbahaya yang mencurigakan terjadi, matahari mulai berada tepat di atas kepalaku, aku berencana untuk istirahat ke dalam.

"BAIKLAH!! Sepertinya kita harus mengakhiri pertemuan kita, sebelum itu apa kau tidak merasakan sesuatu yang aneh di badan mu, bocah?" ucap Tuan Chaiden, ia mengeluarkan sebuah buku kecil dengan pena, mungkin untuk bahan penelitiannya apalagi dia seorang dosen, seketika aku merasa kasihan dengan mahasiswa-nya.

"Hmm Aku merasa tubuhku lebih ringan, apa karena mana ku tidak penuh? Sedang beregenerasi kah."Kata ku mencoba merasakan badan ku.

"OHH menarikk, kemungkinan sesuai hipotesis ku iya, mana mu sedang beregenerasi apa lagi kamu mengeluarkan mana yang cukup besar tadi, apa ada lagi? Seperti sinar mata mu yang menyala beberapa detik ketika mengaktifkan sihir tadi, kira kira ada kaitannya kah." Tuan Chaiden dia melihat ku dengan dekat dari atas hingga bawah dan mencatat detail-detailnya.

"Hah.. Selebihnya sama saja."

"OKE! Sampai jumpa besok jam 9 bocah." ia menutup bukunya dan meletakkan kembali di balik jasnya, pergi berjalan meninggalkan ku begitu saja di tengah lapangan "Oiya jangan sampai telat."

"Ogeh.."

Aku kembali ke kamar dan membersihkan diri, Daniel sedang menyajikan makan siang ku di meja kamar, aku terus kepikiran dengan kejadian api ungu tadi setelah makan siang aku berencana untuk pergi ke perpustakaan tidak banyak yang harus ku lakukan selain ke perpustakaan karena jadwal pembelajaran ku di kosongkan untuk beberapa hari.

Seperti biasa mencari buku yang ku inginkan, buku mengenai sihir, lalu duduk di tempat biasa ku duduki, aku menyuruh Daniel mencari buku yang ia suka dan menemani ku membaca hingga langit menjadi lautan jingga.

Tuan Han seperti biasa ia pulang malam, kereta kuda baru terdengar memasuki kandangnya pada pukul 1 malam, aku merasa jika Tuan Han terlihat sangat menyayangi adiknya, terkadang aku sering menangis tanpa sebab jika melihat tuan Han, apa karena Jean dalam diri ku.

Malam itu sinar rembulan tidak terlihat rintik-rintik hujan berjatuhan dari langit, suara titik-titik hujan menemani ku di malam hari, cahaya lampu sudut ruangan tidur ke kuningan menambah jarak pandangan ku, entah mengapa aku kesulitan untuk tidur, mata ku terus berjaga.

"Seingat ku Jean ia sempat menulis sebuah surat untuk Tuan Han, sayangnya surat itu tidak pernah tersampai, CAP surat berwarna merat tua." Aku hanya berbaring dan melihat jendela di sudut ruangan "Apa aku harus menulisnya ulang? Harus kah?"

Aku terus kepikiran mengenai surat tersebut Jean mungkin sudah menulisnya dengan sepenuh hati, ia menyimpannya di kantong celananya yang berlumuran darah, CAP surat yang masih tertutup rapat, semua detail tulisan di kepalaku kian menumpuk.

"Ah.. BAIK! Aku akan menulis ulang suratnya."

Aku menyalakan lilin di tangan ku dan berjalan menuju ruang kerja ku, aku mencari di laci meja kerja ku sebuah kertas kosong, tinta, pena, dan CAP berwarna merah tua, aku berusaha membuat surat itu semirip mungkin dengan apa yang ada di bayangan ku.

Sumber cahaya ruangan hanya dari lilin dan bias-an dari pintu lampu kamar ku, suara rintikan hujan menemani ku di balik kesunyian malam, suara coretan mata pena ku yang membasahi kertas.

"Selesai!! Wah tidak terlalu susah ya." Sebelum itu aku memberi CAP lilin merah pada suratnya, dan menulis 'Dari Jean', rasa sakit dada ku tiba-tiba muncul aku mencoba sebisa mungkin untuk tidak menghiraukan-nya "Mungkin akan ku kasih besok atau malam ini ajah? Besok saja!"

Aku menyimpan surat itu di laci meja kerja ku dan menguncinya, rintik-rintik hujan masih terdengar, gemuruh langit mulai deras, aku berjalan menuju tempat tidur ku, pukul menujukan jam 3 subuh, malam ini menjadi lebih nyenyak dari biasanya.

Di gelap mimpi ku, seketika aku berada di sebuah pandang rumput yang sangat luas dengan langit biru cerah, beberapa bunga dadelion dan violet bermekaran, serbuk bunga dadelion yang terbang terbawa angin, aku berdiri di bawah bayang pohon yang seorang diri dari taman bunga ini.

Aku hanya duduk menyandar pohon rindang itu dan menikmati pemandangan yang indah ini, aku hanya memikirkan bawah ini hanya mimpi yang secara acak berada bersama ku, tiba-tiba seorang anak-anak laki laki berdiri menghadapi ku, ia mengunakan celana pendek merah tuan dengan kemeja putih creamnya, sebuah dasi Western Bowtie merah menggantung di lehernya, rambut seputih perak, mata biru langit yang sangat cerah dan kulit seputih salju, ia memiliki tinggi yang sama dengan ku, bahkan ia sangat mirip dengan ku.

Aku hanya melihatnya heran, dia duduk di samping kiri ku, aku belum pernah bertemu dengannya tapi aku merasa sangat dekatnya seakan aku merupakan bagian darinya.Anak laki-laki itu mengucapkan kata-kata yang membuat ku heran.

"Terimakasih."