Dalam mimpi
Hana berada di suatu tempat yang gelap, dingin, dan sunyi tanpa penerangan cahaya lampu. Hana tampak bingung dan sedikit merinding melihat sebuah kegelapan yang sangat serasa penuh sesak, seluruh tubuh bergetar hebat, dan Hana mencoba untuk berdiri walaupun tubuhnya terasa kaku.
"Kak Hana ...." Ada sumber suara memanggil namanya terus-menerus, dan Hana mencoba meraba-raba lantai di dekatnya yang begitu dingin.
"Kak Hana ...." Sumber suara itu semakin dekat, dan semakin dekat walaupun sumber suara itu terasa jauh. Namun, Hana bisa mendengar suara yang namanya seperti dekat perlahan-lahan.
Tiba-tiba ada sosok yang mendekati dirinya secara perlahan-lahan dengan cahaya bersinar di sekitarnya, terasa seperti malaikat yang siap kapan saja untuk menjemput, "Orang yang siap untuk dibawa ke dunia kematian" Mendengar Hal seperti itu membuatnya terasa horor.
"Kak Hana ... Bagaimana kabarmu, Kak. Pasti sangat sulit hidup sendiri tanpa seseorang yang selalu bersama Kakak?" Sumber suara itu sepertinya Hana kenal.
"Kamu siapa? Jangan mendekat!" teriaknya dengan lantang. Sosok itu langsung berlari mendekati dirinya. "Akh ... Tidak ... Jangan kesini?!" Hana perlahan-lahan mundur ke belakang, tapi ia tidak bisa bergerak lagi karena jalan geraknya mulai sempit.
Sosok itu sepertinya merasakan kesakitan yang luar biasa, perlahan-lahan kegelapan menjadi terang-menerang, seluruh bangunan yang tadinya tidak bisa di lihat olehnya kini berubah menjadi sebuah mansion berlapis dinding berwarna emas dan lorong nya begitu luas tanpa satupun orang yang lewat.
Hentakan langkah kaki terdengar jelas di telinganya, ada seseorang yang melangkah menuju ke tempat ia berada. Suara nya seperti ada dua atau lima orang sedang berbicara satu sama lain. Hana bersiap untuk berdiri dan mencari yang namanya, "Jalan keluar dari tempat asing ini."
Hana berkeliling setiap lorong tanpa henti, ada sebuah satu pintu yang sangat asing baginya. Suara yang ia dengar tiba-tiba semakin mendekat, Hana langsung menengok ke arah belakang tanpa berpikir panjang ia langsung membuka pintu tersebut.
Di balik pintu yang ia buka ternyata ada sebuah ruangan yang cukup misteri, ruangan itu cukup luas bisa masuk ke dalam ruangan sekitar dua atau sepuluh orang.
"Sebentar deh, ini sebenarnya ada dimana sih? Kok sepertinya ruangan ini tak asing bagiku tapi terasa asing untuk di lihat? Hm, itu lukisannya kayaknya aku kenal, ya. Tapi dimana aku lihatnya?" Hana sedikit bingung di tambah terkejut bukan main, ia segera meraba-raba dinding dan rak yang ada di dalam ruangan ini untuk mencari pintu keluar.
Sekelompok orang yang tadi ia dengar di lorong kini hampir tiba di ruangan yang sama dengannya, suara detak jantung dan keringat dingin membuat Hana semakin takut, dan terus-menerus mencari jalan keluar dari tempat asing ini.
"Bagaimana cara keluar dari tempat ini? Ayolah Hana berpikir keras!" batin Hana mondar-mandir sekitar ruangan, tiba-tiba suara pintu terbuka langsung Hana sembunyi di bawah meja.
Sekelompok orang itu masuk bersamaan, salah satu mereka berjalan menuju meja yang tadi di gunakan Hana untuk sembunyi.
"Bagaimana ini Yang Mulia? Kondisi perekonomian wilayah Utara sangat kritis banyak rakyat yang membutuhkan kebutuhan pangan. Kerajaan di luar wilayah kita sudah memberikan 20 persen untuk membantu rakyat kecil. Yang mulia," kata Seseorang berbicara dengan atasannya dengan nada memohon.
Hana bisa mendengarkan percakapan yang terlontar di mulut mereka, "Ha? Yang Mulia? Berati atasan mereka di panggil seperti itu, bentar deh tadi mereka panggil atasannya dengan sebutan Yang Mulia tidak mungkin aku salah dengar?" batin Hana. Mereka melanjutkan pembicaraan dengan serius dan membuat Hana semakin penasaran dengan pembicaraan mereka.
"Jendral Hwang, saya paham maksud Anda. Tapi Anda sebagai jendral ksatria pasti sudah tau kondisi ini bisa terjadi kapan saja dan di mana saja tanpa pemberitahuan, namun orang yang menyebabkan kejadian ini pasti telah merencanakan sesuatu untuk menarik perhatian. Saya harap Anda mengerti perkataan yang aku ucapkan tanpa dua kali saya ulangin." jelas Atasan mereka yang di sebutkan dengan nama, "Yang Mulia"
"Tapi-tapi, Yang Mulia? Bagaimana Anda bisa mengatakan hal itu dengan mudah?" ucap Jendral Hwang dengan raut wajah kecewa.
Prajurit sekitarnya langsung mengarahkan pedang ke arah Jendral, dan sebagian prajurit langsung melindungi atasanya. Hana mendengar jawaban dari atasan mereka sedikit kesal ingin keluar dari tempat sembunyi dan membentak orang yang berkata seperti itu dengan lantang.
"Huh? Sepertinya ada seseorang asing di sekitar sini?" kata Atasan mereka dengan nada merendahkan.
Orang-orang sekitarnya begitu tampak bingung dan heran dengan perkataan atasannya, tiba-tiba ia berdiri dan menyingkirkan kursinya.
"Halo Nona cantik sedang apa kau ada di sana?" ucap seseorang yang sudah di depan Hana.
Hana terkejut sampai kepalanya terbentur meja, "Auc ... Sakit sekali!" Hana merintis kesakitan, tiba-tiba ada uluran tangan membuat Hana bingung.
"Hng? Kenapa dia menjulurkan tangannya ke arahku, ya?" batin Hana. "Anda baik-baik saja, Nona?" ucapnya, dengan raut wajah membuat sedikit ragu untuk menerima uluran tangannya, tiba-tiba tangannya menarik tangan Hana dan tubuh Hana tidak seimbang dengan pergerakan tangan pria di depan. Pria tersebut langsung menangkapnya tubuh mungil wanita itu, seluruh orang di ruangan tersebut langsung terkejut dan heran terhadap atasannya.
"Eh? Lihat Yang Mulia sedang menolong wanita itu?" kata wanita, pakaiannya seperti pembantu.
"Eits, diamlah. Nanti Yang Mulia bisa mendengar suara kita," tegur wanita di sebelah, pakaiannya sama seperti wanita yang tadi bicara.
Hana tersadar mereka sedang membicarakan dirinya dan langsung melepaskan diri dari genggaman pria asing baginya. Pria itu menatap seluruh orang di dalam ruangan ini dengan tajam, Hana melihat matanya yang tajam seperti belati yang siap untuk menusuk orang.
"Apakah pria ini akan membunuhku? Mungkinkah dia sedang berpikir bagian tubuhku yang cocok untuk di belah, dan di jadikan pahatan atau apalah namanya di depan semua orang?! Jika aku diam-diam kabur walaupun banyak orang bisa gawat. Seharusnya aku kabur saja sebelum mereka semua ke sini. Dasar Hana bodoh!" batin Hana pupil matanya yang besar.
Pria itu menyadari sesuatu dari Hana, dan menahan ekspresi ketawa. Para prajurit bersiap untuk melaksanakan perintah dari atasannya.
"Yang Mulai siapa wanita di samping Anda?" tanya Prajurit dengan lontar. Semua orang matanya tertuju pada salah satu prajurit, dengan ekpresi wajah sebagai kode, "Untuk diam" itu, Prajurit itu langsung membungkam mulutnya.
"Dasar bodoh!" ucap Setiap orang yang menatap tajam ke arah prajurit yang tadi berbicara.
Atasan mereka melirik ke arah wanita yang bergemetaran hebat, dan tangannya pindah posisi di bahu wanita itu di dekatnya.
"Hmm?!" Satu kata yang di keluarkan atasan mereka memiliki arti yang sangat sulit di mengerti, Hana terkejut dan hanya diam tanpa satu katapun.
Pria itu jari telunjuknya mengangkat dagu wanita itu, dan mata mereka bertemu satu sama lain.
"Anda siapa? Mengapa Anda bisa ada di sini, dan ada keperluan apa Anda datang jauh-jauh ke sini?" tanya Atasan mereka, Hana hampir lupa dengan hal itu. "Oh ya, mengapa aku berada sini? Sial harus jawab apa? Akh? Jawab apa saja boleh kan, asalkan jangan membuat dirinya marah." Hana mencoba ingin menjawab semua pertanyaan yang di lontarkan, Tapi mulutnya terasa kaku.
"S ... Saya yang seharusnya bertanya seperti itu?" jawab Hana dengan lantang. Semua orang mendengar jawaban dari Hana berubah ekspresi.
Hana langsung ketakutan setengah mati, "Maksud saya maaf sepertinya saya gugup," kata Hana matanya berbinar. Atasan mereka tertawa terbahak-bahak membuat orang bingung.
Note: Belati itu sebuah benda seperti pisau, Namun membuatnya berbeda dengan pisau biasa yang di gunakan oleh banyak orang. Belati biasanya di baurin dengan racun yang mematikan, orang yang terkena racun di belati akan merasakan kesakitan yang luar biasa walaupun sudah memanggil dokter tapi racun tersebut tidak dapat di sembuhkan.
.
.
.
Happy Reading~
... Bersambung.
Follow Instagram: @rkyoz9.