"Ah? Aku pria yang seperti berengsek, Hana mengapa kau hadir dalam hidupku? Seharusnya aku saat ini menikah, dan membangun rumah tangga bersama wanita lain tapi karena kau hadir dalam hidupku ini. Aku tak bisa menikah selain kau jadi pengantinku," harap Juan, tiba-tiba air mata terjatuh membasahi pipinya.
Ting!
Suara dentuman ringtone terdengar dari dalam saku jas, Juan melihat pesan masuk dengan lihai membaca dan membalas pesan yang baru saja masuk.
Felix mengirimkan dokumen
Felix: Ini dokumen yang kamu minta, dan jangan lupa janjimu, haha.
Juan membuka file berbentuk dokumen yang di kirimkan oleh Kak Felix, dan segera membaca seluruh isi selembar kertas di ponselnya.
"Ah? Ternyata Hana seorang manusia keturunan vampire? Tidak mungkin kan atau ini cuma kesengajaan orang asing untuk melakukan penipuan dengan cara yang tak masuk akal ini?" kata Juan dengan nada pelan.
Juan mengulangi membaca dari awal sampai akhir untuk memastikan bahwa yang informasi tentang wanita yang selalu bersamanya ketika masih kecil. "Kalau benar dia Vampire berbentuk, eh bukan itu maksudku kalau dia Vampire keturunan manusia kek film-film di bioskop ataupun televisi yang aku tonton pasti dia meminum darah. Tapi aku tidak pernah melihat dia meminum darah, atau dia membunyikan indentitasnya?" kata Juan memprediksi situasi.
Segera Juan membalas pesan dengan jari-jemari yang menari di keyboard ponselnya.
Juan: Baik Kak, terima kasih. Soal itu pasti akan aku tepati Kak.
Selesai membalas pesan singkat dan padat, segera Juan kembali ke ruangannya. Juan masih fokus ke layar komputer dan jari-jemarinya tidak berhenti mengetik keyboard komputernya, Suara jam bergenting dan suara dari luar kantornya mengiringin kegiatan Juan di pagi hari, tidak terasa waktu begitu cepat berlalu kini jarum jam menunjukkan pukul 12 siang, segera Juan mematikan seluruh peralatan elektronik dan mengambil mantel yang tergantung di tiang sebelah meja.
"Aku harus memastikan sesuatu yang penting," Segera Juan keluar dari ruangannya, dan berjalan menuju tempat parkiran.
Sesampainya di tempat parkir segera Juan masuk ke dalam mobil dan meninggalkan perusahaan dengan menancap gas mobil.
***
Hana sudah tiba di kampus, segera keluar dari mobil milik pria yang mengantarkan dirinya ke kampus. Hana berjalan dengan tergesa-gesa ke dalam kampus, Ia berbelok arah ke kiri untuk bolos kuliah.
"Haus sekali rasanya, sudah lebih dari tiga hari semenjak adik meninggal aku belum minum," ucapnya. Berteleportasi ke tempat sepi dan sunyi yang jaraknya lumayan jauh dari kampus.
Setiba di markas yang tak pehuni segera Hana masuk ke dalam sebuah bagunan yang hancur berkeping-keping, dan sedikit menyeramkan untuk orang yang penakut. Hana masuk ke dalam bangunan itu sampai tidak ada cahaya sinar matahari.
"Sepertinya di sini aman," ucapnya melihat sekeliling bangunan. Segera Hana melepaskan tasnya, dan mengambil sekantong putih berisikan air berwarna merah gelap.
Hana membuka kantong putih yang berisikan air berwarna merah gelap, dan langsung meneguk air di kantong yang di pegangannya. Secepat mungkin Hana meminum air di dalam kantong itu, dan membakar kantong yang sudah tak ada isinya.
"Akhirnya aku sudah meminum sekantong darah yang aku ambil waktu dua atau tiga bulan yang aku curi di rumah sakit. Tapi rasa darah ini berbeda dari sebelumnya, haish tidak enak rasanya. Aku harus mencari dan mencuri kantong darah yang bagus," tuturnya segera memakai tas dan berteleportasi lagi menuju kampus.
Hana sudah tiba di ruang kelas semenit sebelum jam pelajaran di mulai, Hana menaruh tas di kaitkan samping meja. Murid-murid mulai mengisi tempat duduknya, seperti biasa Hana melihat langit biru yang cerah kini berwarna abu yang menghiasi langit di balik jendela.
Suara bel berbunyi anak-anak mulai satu-persatu meninggalkan ruangan kelas, langitnya berubah kehitaman dan meneteskan perlahan-lahan air dari langit membasahi jendela dan jalanan sekitar. Hana mengambil tas dan segera berjalan menuju lantai satu.
"Ha? Langit mulai menangis," gumamnya. Sesampainya di depan pintu sekolah anak-anak yang lain merasa kesal.
"Hah, kenapa harus hujan sih? Padahal tadi cerah," kata wanita berambut di gerai ke bahu.
"Iya ih, padahal kita mau ke mall," balas wanita di sampingnya.
Hana mulai kesal mendengar ocehan yang tak masuk akal, Hana segera meninggalkan tempat yang tadi ia berdiri. Tak peduli mau hujan ataupun itu Hana tidak mempermasalahkan soal itu. Pakaian Hana tidak basah orang-orang yang di belakang yang masih berdiri di tempatnya.
"Eh, hei! Lihat kok bisa wanita itu pakaiannya kering? Padahal sekarang hujannya dera, dan tak mungkin kita berjalan di cuana hujan dalam kondisi pakaian kering sih? Seharusnya basahkan, atau gue salah lihat?" ucap anak-anak yang melihat wanita yang hampir tiba di gerbang.
"Benar juga, kok bisa, Ya. Padahal sedang hujan atau jangan-jangan wanita itu pakai sihir?" jawab Teman di sebelahnya.
"Masa ada seperti itu, dasar bodoh!" bentak wanita di sampingnya.
Hana bisa mendegar omongan orang lain dari kejauhan kini langkah kakinya di percepat, dan Hana menghentikan waktu sementara untuk berteleportasi menuju rumah dengan menjentikkan jari. Sesampainya di rumah Hana menjentikkan jari untuk memperbaiki waktu, segera melakukan ritual sehari-hari di dalam rumah.
"Ah, segarnya. Hari ini aku mau ngapain, ya. Kalau nonton televisi sepertinya membosankan. Ah iya, aku melanjutkan membaca buku novel yang belum aku sempat baca, di mana aku taruh novelnya?" ujarnya berjalan ke perpustakaan di bawah tanah.
Hana menepuk tangan satu-persatu lilin menyala, Hana berjalan ke tempat Gramofon mengambil piring hitam memasukkan ke dalam Gramofon sambil piring hitamnya diputar perlahan-lahan suara merdu terdengar di Gramofon, kini langkah kakinya menuju rak yang tak jauh dari Gramofon.
Perlahan-lahan Hana menyentuh satu-persatu buku di rak, Hana berhenti di buku yang kelihatan sudah berumur, sampulnya kecoklatan, dan Hana mengambil buku itu. Berjalan ke sebuah kursi dan menduduki kursi itu, Hana membuka buku yang di ambilnya dan suara indah yang mendukung suasana di dalam perpustakaan pribadinya.
"Kisah orang bangsawan di London sepertinya tidak jauh berbeda dengan zaman ini, padahal takhta ataupun itu namanya pasti semua orang punya. Namun mereka yang memiliki harta melebih-lebihkan itu tidak masuk akal, "Mengapa bangsawan era Eropa sampai London itu merasa seperti yang mereka dirinya Tuhan?" sungguh tidak tau diri," kata Hana melanjutkan halaman buku dengan memprediksi isi di dalamnya.
Hana mengerinci setiap kata di dalam buku novel, buku novel yang saat ini Hana baca menggunakan tulisan dan bahasa Eropa di tahun pertengahan abad, tulisannya masih menggunakan pena di cairkan tinta hitam dengan perlahan-lahan menggosokkan pena yang sudah di lapisi cairan warna hitam di setiap lembar kertas putih.
"Ini maksudnya apa?" Hana merasa ganjal di bagian paragraf tiga barisan lima ke kanan.
'Sol et luna est clavis est deus (Matahari menjadi kunci dan Bulan menjadi Tuhan)' Hana bingung dengan kata yang di temui, Hana mulai memikirkan arti di balik tulisan yang membuatnya merasa seperti detektif.
Note: Sol et luna est clavis est deus (Matahari menjadi kunci dan Bulan menjadi Tuhan) itu, kata yang membuat Hana penasaran arti di balik kata itu.
Sudut mimpi 'Author'
maaf sebenarnya aku ngga bisa bahasa abad pertengahan, sebenarnya bahasa pertengahan itu seperti bahasa yang sulit di ucapkan dan di tuliskan oleh pemula seperti aku.
Adakah yang bisa membantu Hana mendapatkan jawaban dari buku yang di bacanya?
.
.
.
Happy Reading~
Bersambung ....
follow me Instagram: @rkyoz9