Juan segera berlari kecil di lorong ruang UGD menghampiri wanita bertubuh kecil, dengan ikat rambut berbentuk ekor kuda yang sedang melamun.
"Mungkinkah itu Hana? Wanita yang akan menjadi kekasihku tapi di tolak olehnya. Mengapa kepalanya melihat lantai berwarna putih, ada masalah dengannya kok kondisinya lemah?" gumam Juan. Terkejut dan menghampiri perlahan ke tempat wanita yang terdiam di kursi tunggu.
"Hana ...." Wanita itu segera bangun dari lamunannya, dan melihat ke sosok yang berdiri di lorong.
"Ha? Juan, mengapa disini apakah aku salah lihat?" batin Hana menghapuskan air mata, segera berdiri dan menghampiri sosok pria bertubuh tinggi 188 cm, yang Hana kenali sosok itu.
Juan melebarkan pergelangan tangan, Hana langsung memeluk punggung pria yang ia kenali dan menangis di dalam pelukannya. Juan membalas pelukan Hana sambil membelai sehelai rambut milik wanita yang menangis di dalam pelukannya.
"Juan, mengapa ini bisa terjadi?" ucap Hana, menutup wajahnya yang sedikit kacau akibat menangis.
"Hana dengarkan aku jangan menangis disini kita duduk sambil berbicara, tidak enak di lihat orang lain seperti ini," kata Juan melepaskan pelukannya, dan menghapus air mata di wajah wanita di depannya.
Hana menganggukkan kepala, Juan menggengam tangan Hana ke tempat kursi yang tadi di duduki oleh Hana.
"Ini," Memberikan sapu tangan kepada Hana.
"Terima kasih Jun. Kamu sudah datang jauh-jauh ke sini untuk melihat kondisi adikku," ucap Hana mengambil sapu tangan yang di berikan Juan.
"Tidak apa-apa kok, aku menganggap adikmu seperti adikku sendiri kok Han, tapi coba kamu cerita sedikit tentang apapun itu. Kalau kamu tidak mau cerita tidak apa-apa kok aku paham," katanya singkat. Hana hanya diam dan sesekali melihat ke arah ruang UGD, dengan mempererat sapu tangan yang di pegangnya.
Hana tampak bingung untuk bercerita, "Hmm ... Mulai dari mana dulu aku cerita?"
Juan hanya memberikan senyum di bibirnya dengan menunggu Hana menceritakan hal terjadi ini.
Hana membuka dan memulai bercerita yang terjadi sebenarnya, Juan mengerti yang di katakan Hana dengan memegang punggu tangan kecilnya.
"Hana dengarkan aku berbicara memang setiap orang yang sudah hari terakhir di dunia ini pasti akan kembali ke tempat Indah di sana, Tuhan sudah menentukan takdir dan ajalnya masing-masing setiap orang. Kita sebagai keluarga atau kerabat yang kehilangan salah satu anggotanya pasti Tuhan sudah memberikan hal terbaik dari ini. Kamu mengerti kan perkataanku?" jelas Juan tersenyum simpul.
"Benar katamu, Jun. Aku akan mendoakan hal terbaik untuknya," jawab Hana, menghapus sisa air mata.
Tiga jam kemudian
Para tim medis satu-persatu keluar dari ruang UGD, kini salah satu dari mereka mencari keluarga dari pasien.
"Apakah disini ada keluarga Hyu Hye Ni?" tanya Dokter melihat sekitar ruang UGD.
"Saya Dok," jawabnya singkat. Hana dan Juan bangkit dari kursi, sambil berjalan ke tempat Dokter berdiri.
Raut wajah Dokter berubah sekitar 180 derajat, Hana sedikit khawatir dan cemas. Namun ia harus bisa menerima kepahitan ini walaupun dirinya tidak mau melepaskan kepergian keluarga tercinta.
"Saya sebagai Dokter yang menangani proses operasi bedah atas nama Hyu Hye Ni dengan nama panggilan Hyeni, saya meminta maaf sebelumnya dan saya harap Anda menerima berita yang akan saya katakan ini. Non," kata Dokter menghela napas panjang.
"Bagaimana dengan kondisi adik saya, Dok?" tanya Hana matanya berbinar.
".... Saya turut berduka cita atas meninggalnya Hyu Hye Ni pada hari ini, jam 14 wib di Rumah Sakit Umum Tanah Abang Jakarta Pusat. Saya harap Anda bisa menerima kenyataan ini, Non. Saya sudah melakukan hal terbaik untuk menyelamatkan nyawanta tapi takdir mengatakan hal sebaliknya. Maaf saya permisi dulu," jelas Dokter meninggalkan wanita yang sedang menangis.
Air mata Hana pecah dan tak kuasa menahannya lagi, memangil nama adiknya terus-menerus dengan memukul tembok di sampingnya. Juan langsung memeluk tubuh Hana dan menenangkan Hana dengan mengelus punggung kecil wanitanya yang sangat kacau.
Berapa menit kemudian, kondisi Hana sudah membaik dari sebelumnya dan tiba-tiba ia berdiri. Namun tubuhnya tidak kuat untuk bangkit, Juan membantu Hana ke tempat kursi yang tadi mereka duduki.
"Kamu tunggu di sini dulu aku mau membeli sesuatu untukmu, Han," ucap Juan mengelus kepala Hana.
"....."
Juan hendak ingin pergi namun ada pergelangan tangan menghentikan langkah kakinya.
"Ada apa Han?" tanyanya singkat. Kembali duduk di samping Hana.
"Hmm ... Aku mohon kamu jangan pergi, aku ingin kamu di sini sementara waktu. Jun," kata Hana, tiba-tiba kepala Hana sudah berada di pundak Juan.
Juan hanya terkekeh melihat tingkah Hana, menyingkirkan beberapa helai rambut di sekitar area matanya dan mencium pucuk rambut Hana.
Juan mengantar Hana pulang bersama, selama di perjalanan Hana tidak mengatakan satu atau dua kata yang keluar dari bibirnya. Motornya terparkir di depan rumahnya dan segera Hana turun dari motor milik Juan.
"Terima kasih sudah mengantarkan aku pulang, Jun. Selamat malam," katanya singkat. Berjalan membuka gerbang namun ada seseorang memeluk dirinya di belakang.
"Eh? Jun, jangan seperti ini nanti ada yang lihat kita seperti ini!" ucap Hana. Berontak sekuat tenaga, namun tenaga Juan lebih kuat darinya membuat ia harus mengalah.
"Sebentar saja seperti ini, Han." katanya singkat.
Lima menit kemudian
Juan melepaskan pelukannya dan memberikan kantung belanja kepada Hana.
"Kok kamu memberikan aku seperti ini, Jun?"
"Aku tau di rumahmh ngga ada makanan makanya aku beli makanan untukmu, jangan lupa makan ya dan jaga kesehatanmu. Aku tidak rela melihat gadisku kurus seperti tulang dan hubungi aku jika terjadi sesuatu aku akan langsung kesini secepat mungkin, Han. Ingat kamu harus makan walaupun lidahmu tidak enak tapi kamu usahakan makan. ya," jelas Juan dengan semangat.
Hana tertawa melihat tingkah lakunya dan mencubit badan Juan dengan gemas.
"Sakit Han, serius ini sakit sekali kamu cubitnya,"
"Haha dasar kayak anak kecil saja, sudah sana pulang nanti di lihat tetangga sebelah yang sedikit cerewet. Terima kasih kamu telah membantuku, Jun." kata Hana memberikan setengah senyum di bibirnya.
"Baik, istirahatlah. Selamat malam," jawab singkat Juan kembali ke motor, dan meninggalkan Hana sendiri.
Hana kembali ke dalam rumahnya terdiri dari dua tempat tidur yang nyaman dan satu ruang gudang di sebelah kamarnya dengan kamar adiknya yang kini sudah tiada, penuh dengan furniture dan diterangi oleh dua jendela berukuran sedang. Rumah ini cukup luas untuknya namun banyak hal yang sedikit menyeramkan jika ia sendiri di sini, tanpa seseorang yang selalu menemaninya untuk tidur bersama atau makan bersama.
Suara nada dering telepon membangunkan lamuan Hana, segera ia menerima telepon dari layar ponsel bertuliskan nama, "Hendry" itu. Hendry, itulah namanya. Sahabatnya waktu masa SMP.
Hendry: Halo Han, ini gue Hendry. Masih ingat gue kan?
Hana: Halo, iya ada apa lu telepon gue?
Hendry: Begini gue minta tolong sama lu soal bokap gue yang paksa gue menikah. Han, gue minta tolong batalkan pernikahan gue nanti gue traktir lu makan atau apapun deh yang lu mau, Han.
Hana: Ha? Lu bisa nikah juga, Wen. Dikira gue Anda ngga suka wanita. Haha, memang kenapa mesti dibatalin sih nikahnya?
Hendry: Han dengarin gue dulu, gue laki-laki menurut lu gue ini apa? Pasti laki-laki menikah dengan wanita masa harus menikah sesama jenis gitu kan aneh jadinya, astaga lu jahat ama gue nih.
Hana tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban sahabatnya, Hana memulai memikirkan sesuatu untuk membalas kejahilan Hendry padanya.
Hana: I know, tapi kan cocok gitu, haha .... Oh ya, memang pasangan lu siapa sih?
Hendry: Sial lu, calon istri gue anak teman bokap gue, anak teman bokap gue kerja di perusahaan gue jadi manager gitu, nah waktu itu kita pernah bertemu dengan dia di cafe, dan pasti lu tau dah orangnya. Gue ngga mau nikah kalau calonnya bukan lu, Han.
Hana terkejut yang dibicarakan Hendry, ia mengingat kejadian dua atau tiga tahun lalu ketika Hendry mengajaknya jalan ke pusat kota.
Hana: Ha? serius lu calon istri lu yang berpura-pura kenal lu di cafe?
Hendry: Iya serius gue, makannya gue minta tolong lu batalin pernikahan gue bagaimanapun caranya. Gue minta tolong sama lu, Han, ya.
Hana: Gue ngga mau urusin urusan orang lain, silakan lu cari yang bisa menolong lu jangan kek gue, sudah gue ngatuk mau tidur Bye.
Panggilan berakhir Hana membaringkan diri di atas kasur dengan menaruh telapak tangan di atas kening, dan akhirnya tertidur pulas.
.
.
.
Happy Reading~
Bersambung ...
Jangan lupa follow instagram: @rkyoz9.