"Emang dasar gila!" gerutu Nara.
Gadis itu merentangkan tangannya lebar-lebar di atas ranjang empuk. Tugas sekolah masih numpuk tapi rasanya mager mau belajar. Nara meraih ponselnya. Mendapat chat dari Gevan.
#Gepan ckp
"Lo lagi apa? Btw, apartemen lo dimana sih pengen main gue."
"Lagi rebahan. Nggak jauh dari sekolahan, paling mewah pokoknya, di depannya ada pohon mangga."
Gevan ckp
"Nara ... gue serius. Kasih alamat yang tepat!"
"Dih maksa."
Gevan ckp
"Nggak maksa. Ya gue minta buruan ih."
"Besok aja dah. Ribet ada Manu, nanti lo ribut ama dia."
Gevan ckp
"Sedih gue kalau beda agama gini. Jelas lo bakal dijodohin sama yang seiman."
"Tapi kan kita teman baik."
Gevan ckp
"Teman tapi gue pengen lo jadi milik gue. Seenggaknya ngerasain lah kayak dulu Gavin pacaran 6 bulan sama lo."
"Gepan. Udah deh, belajar sana!"
Gevan ckp
"Nggak mau. Gue mau tawuran aja."
"Astagfirulloh, anaknya Yonas ini!"
Read. Centang biru.#
Nara menaruh ponselnya lagi. Begitulah kira-kira kenapa Gevan dan Gavin percuma berlomba-lomba mendapatkan Nara tetapi tidak sesuai harapan. Setelah Nara lepas dari Gavin karena ulah Gevan juga tetap saja tidak bisa dimiliki. Nara memilih berteman dekat dengan keduanya, perasaan sayang sebagai teman apa salahnya.
"Huft. Masa iya gue harus nikah sama Manu, ya seenggaknya ada cowok cakep dan seiman sama gue selain Manu. Kelakuan minus, nyerah gue." gumam Nara.
Daripada memikirkan hal yang membuatnya pusing. Lebih baik tidur siang adalah hal yang paling menyenangkan untuknya. "Nggak akan ada ujungnya kalau mikirin manusia itu." keluhnya. Merapatkan diri sembari memeluk guling kemudian memejamkan matanya.
****
Manu menuju ke rumah Deby untuk mengajak gadis itu jalan-jalan. Sebenarnya cowok itu masih ragu dengan perasaannya kepada Deby, antara ya dan tidak. Tetapi Deby juga pernah mengatakan kalau dia akan tetap bersama Manu dan tak akan melepaskan cowok itu. Ya. Mereka sama-sama nakal juga menjadi kesempatan Manu untuk mendapatkan jatah.
Ia menghubungi Deby. "Halo sayang. Aku lagi dijalan, sabar dulu dong." ucap Manu begitu lembut kepada kekasihnya.
"Kamu telat 5 menit aku bakal marah." cetus Deby. Merengek manja dan selalu ingin dituruti.
"Iya tunggu sebentar yah, jangan marah-marah dong nanti cantiknya ilang." kata Manu.
Ucapannya tidak digubris melainkan dimatikan, sedangkan Manu merasa geram. "Kalau bukan karena lo cantik, gue juga bakal ogah pacaran sama lo." umpat Manu. Sangat berbeda dengan perkataannya barusan, dih.
Membelokkan mobilnya ke pekarangan rumah Deby yang terlihat sepi. Hanya ada seorang gadis hanya mengenakan dress pink di atas lutut. Menggoda mata lelaki yang sekarang keluar dari mobil lalu menghampirinya dengan wajah penuh pesona diiringi senyum sensual.
"Pakaian lo bener-bener sesuai harapan," gumam Manu. Ia segera memeluk kekasihnya yang sudah merentangkan tangan berekspresi cute.
"Pergi atau di rumah aja?" bisik Manu begitu menggelitik tubuhnya Deby.
"Pergilah. Soalnya aku mau beli sesuatu buat kamu." balas Deby.
"Kayaknya aku perlu sesuatunya sekarang. Bolehkan?" ucap Manu.
Ya begitulah lelaki. Dia akan melakukan sesukanya ketika perempuan memberikannya sekali, dia akan terus memintanya. Deby dan Manu seperti anak muda yang berpacaran melebihi batas. Mereka tidak akan menyesalinya sebelum karma menimpa dan penyesalan itu datang. Sebagian orang, nggak semuanya😌.
Suara deringan ponselnya membuat Manu terbangun dari tidurnya. Sejak tadi, ia ketiduran sembari memeluk erat Deby. Mereka tidak jadi keluar untuk jalan-jalan melainkan melayang ke ranjang. Ketika ia mengangkat panggilan tersebut ternyata dari Nara.
"Iya kenapa?" tanya Manu.
"Lo dimana. Gue sendirian bego?!" cetus Nara.
"Yaelah. Lo sendirian juga nggak ada yang mau nyulik lo." balas Manu.
"Ah setan lo,"
"Lo kunti nya."
"Lo dimana sih?" Nara masih kepo.
"Mau gue dimana bukan urusan lo kali, ya udah gue balik." Manu mematikan ponselnya. Ada sedikit rasa kasihan pula dengan Nara, malam-malam begini.
Manu menyingkirkan tangan Deby perlahan, ia segera memakai pakaiannya kembali dan mengambil kunci mobil untuk pulang. Menuruni tangga sembari melihat setiap sudut ruangan. Rumah besar tetapi hanya seorang gadis muda yang menempatinya. Ada beberapa foto keluarga yang terpasang di dinding. Deby memiliki keluarga tetapi jarang sekali berkumpul sehingga membuatnya selalu kesepian.
__
Melihat ada bekas minuman serta camilan kecil membuat Manu curiga kalau ada seseorang yang datang. Ia langsung menemui Nara dengan memanggilnya. Nampaknya gadis itu sudah tidur di dalam kamarnya, sudah pukul 11 malam. Tetapi Manu ingin mengecek takutnya ada yang macam-macam, ketika membuka pintu kamar gelap ada bau anyir.
Manu langsung menghidupkan lampu. Tidak ada apa-apa hanya Nara tertidur pulas dengan memeluk guling. Tetapi bau itu sangat menyengat. "Masa iya Nara bunuh diri gara-gara sendirian di rumah?" gumam Manu.
"Bau darah. Amis banget." ia menyelidiki kamar Nara, mungkin saja ada darah mengalir.
Ia naik ke ranjang lalu memeriksa tangan gadis itu keduanya. "Kagak ada darah," gumamnya.
Melihat wajah Nara yang tertidur pulas. Ada yang menyentil hatinya, "Lo kalau tidur cakep juga ya. Tapi masih cakepan Deby sih." sebenarnya cantiknya Nara natural banget. Cantik fisik, dan hatinya.
Daripada gadis bawel ini bangun dan gadis itu akan menuduhnya macam-macam. Manu segera pergi keluar dari kamar Nara, ia juga akan tidur di kamarnya sendiri.
****
"Eumh ..." lenguh nya sembari membuka matanya menguap cukup lebar. Badannya terasa remuk dan lemas, merasakan ada yang aneh di area sensitifnya.
"Kok rasanya aneh. Napa ya?" pikirnya sembari merasakan keanehan tersebut. "Apa jangan-jangan." gumamnya sembari menatap pintu kamarnya.
Ketika ia membuka ponselnya, ternyata hari ini tanggal yang akan membuatnya lemah.
"Huft. Gue haid hari ini pantesan sakit semua badan." gumamnya. Ia segera membersihkan diri sembari melepaskan seprai yang terkena saus alami yang bau anyir.
"Aduh perut gue udah nyeri banget lagi." keluhnya. Ia langsung masuk ke dalam kamar mandi, masih banyak waktu untuk berangkat ke sekolah.
Nara baru ingat kalau stok rotinya habis, setelah pindah ke sini ia belum lagi. Masa iya dia ke warung memakai bathrobe. "Manu dah bangun belum ya, cuma dia nih yang bisa bantu gue." Nara keluar kamarnya, baru saja akan mengetuk pintunya Manu ternyata cowok itu keluar.
"Eh udah bangun." Nara basa-basi sembari menahan nyeri diperutnya.
"Lo kenapa meringis-meringis begitu. Pucet banget kayak mayat hidup." celetuk Manu. Pagi-pagi sudah membuat Nara emosi, belum waktunya Nara marah karena masih memerlukan manusia ini.
"Em. Ini gue anu ... Em itu, tolong beliin pembalut dong yang ada sayapnya." ucap Nara agak ragu dan malu sumpah.
"Ha? Lo nyuruh gue. Parah lo, beli sendiri sana!" tolak Manu.
"Ya kali gue beli pake bathrobe gini, perut gue sakit banget ini. Nyeri. Ayolah sekali aja. Stok gua abis." rengek Nara. Wajah pucat nya terlihat begitu nelangsa.
"Iya udah iya. Mana duitnya?" tanya Manu.
"Masa sultan minta duit sama gue." jawab Nara.
"Nggak punya duit kecil gue," sarkas Manu. Cowok itu segera pergi meninggalkan Nara.