"Btw, kemaren lo di tanyain sama ketua gangster di sana. Karna lo jarang gabung sama mereka." ujar Jake.
"Kemarin baru aja gue ke sana. Cuk," jawab Manu. Memang benar, ia dan arka sedang memburu seseorang yang meneror Nara. Kelihatan dicctv itu seorang gadis, tapi tidak tahu siapa gadis itu.
"Oh ya, telat dong gue. Ahah dia nanya 2 hari yang lalu." ucapnya sembari tertawa.
"Untung temen gue, kalo bukan gue kasih jurusnya minato." cibir Keano.
"Kasih duit, diem dia." sahut Manu.
"Keenakan dia, lempar ke jurang aja." ujar Keano, mendapat dorongan dari Jake. Mereka hampir tersungkur.
"Sadis lu, kasian adel nggak ada yang nemenin." ujarnya.
Mereka melanjutkan makan siangnya di kantin, Deby yang sejak tadi memperhatikan Manu. Hanya tersenyum tipis, semenjak tinggal bersama Nara. Manu nampak acuh padanya, bahkan banyak alasan saat Deby meminta jalan bersama manu. Perasaan tidak suka muncul di hati Deby, iri dengki dah pasti!
****
Brakkk..
Jebrettt...
Manu menghajar orang yang berada di markas, betapa bodohnya mereka tidak mengangkat telfon Manu. Saat hal buruk itu terjadi, teman-temannya bisa mati ditangan Manu. Keano yang tidak mendapatkan tonjokkan seperti yang lainnya hanya diam. Dia menatap ke arah Manu yang sangat emosi.
Lelaki itu beranjak dan memberikan ponselnya, terdapat rekaman dimana seseorang tengah berusaha berlari.
Dia sepertinya perempuan, dan Manu mengenal gerak-gerik tubuhnya. Seakan tak percaya, Manu menggubrak meja dengan keras. "Bajingan, kenapa harus jalang itu Bangsat!" gerutunya.
"Kita liat, kalau memang cuma dia. Mana mungkin misinya berhasil." ujar Keano.
"Ada seseorang yang ngebantu dia." sambung keano.
"Kalian semua jangan sampai kehilangan jejak lagi. Demi apa anak itu bener-bener kurang ajar." geram Manu.
Manu menatap ke arah jake dan teman-temannya yang mendapat bogeman dari Manu. "Sorry, gue lagi nggak bisa nahan emosi." ujar Manu.
"Tiap hari kali," cibir Haidar.
"Anak buah Gevan nyari gara-gara ke kita kemaren. Gue sih masih bisa nahan, tapi Keano ngejar tuh anak." lanjut Haidar, kemudian duduk disamping Manu. Lelaki itu memang tidak bersekolah lagi, tapi kuliah.
"Ada Gevannya nggak? Selagi sengah sengeh doang, kagak usah direspon. Nyali ciuyuu begitu." ujar Manu.
"Gevan? nggak pernah liat gue." ujar Haidar.
"Kalo urusan cewek, gue nggak bisa bantu elo. Lawan gue cowok aja, tapi kalau kelewatan nyakitin Nara. Gue maju juga." sambung haidar, mendapat anggukan dari yang lainnya juga. Kecuali Keano.
"Lo gimana? " tanya Manu seraya menatap ke arah Keano.
"Karena Manu soheb gue, em lagian kalau kebanyakan yang ada bakal curiga mereka." ujar Keano.
"Ya bener juga sih," ucap Manu.
Drttt... Drt...
Ponsel Manu berdering terlihat nama dilayarnya, dengan cepat Manu langsung mengangkat. Kemudian sedikit menjauh dari teman-temannya. Tentu, kalau tidak. Mereka akan mengusik Manu.
"Kenapa?" tanya Manu.
"Lo dimana Njir? kata anak-anak lu bolos lagi ya? Ha!" cetus Nara.
"Enggak, aku lagi ada urusan aja sebentar kok. Ntar gue juga balik lagi. Kenapa sih?" Manu agak kesal dengan Nara yang mengomelinya. Hati panas, kepala pun panas.
"Dan Beby nyariin lo tuh! " ucap Nara. Sejak tadi Deby seperti kehilangan separuh nyawanya saja. Amit-amit membuat Nara geli sendiri. "Ada ya yang mau sama manusia kayak Manu?!" gumam Nara.
__
"Lah dimatiin, napa dia yak." gumam Manu terheran-heran "Aih, jangan-jangan dia cemburu Deby nyariin gue." gumamnya lagi.
"Dasar playboy kelas kakap, nah loh. Pasti udah lu naena-naenain semua kan?" goda Haidar, cowok paling dewasa dirombongan Manu. Penampilannya oke, tapi berandalnya bukan main. Jago tawuran, tapi takut dengan Manu.
"Taik, lo." cetus Manu.
"Balik ke kelas, kalau lo kagak mau kena masalah." ujar Manu kemudian mengambil baju seragam dikursi lalu ia sampirkan dipundak. Kini ia memakai kaus hitam bebas, sepertinya akan terkena hukuman lagi.
Guru bk sudah di depan gerbang, mereka sebenarnya ingin masuk lewat belakang. Tapi disana ada pak satpam, Manu pun tidak peduli dengan hukuman dari Guru Bk.
Maju tentu memimpin, dan diikuti oleh keano, jake, saiful, anwar. Namanya kalem, tapi sayang kelakuannya kek brandal.
Plakk.
Plakkk ...
Guru bk hanya berani memukul meja dengan penggaris panjang. Jika memukul Manu itu beda lagi urusannya, yang ada semakin berani Manu kepada Guru Bk. Pasang telinga, masuk kuping kanan keluar kuping kiri.
"Sudah berulang kali, manu dan kalian, kalian, kalian ya. Jangan bolos sekolah, kalian sebentar lagi mau ujian. Bisa nggak sih jangan keluyuran pas jam pelajaran. Heran saya, ngapain sih kalian ha? Main? Merokok? Hadeuhhhh catatan kalian buruk semua, pusing saya, dan lebih tepatnya BOSEN, nyatetin nama kalian di buku daftar hitam. " Bu alya, benar-benar panjang kali lebar, sudah pasti telinga mereka sangat panas.
"Nggak ada bosennya ya kalian, huh." gumahnya kesal.
"Apalagi Manu, catatan kamu dah penuh. Ibarat kata udah kayak gunung tinggi tau nggak. Kalau kamu buk--" ucapan Bu alya terpotong begitu saja saat Manu, mendapat telfon. Dengan kelakuan tengilnya, Manu mengangkat telfonnya.
"Hissss, anak ini bener-bener." gerutu bu Alya kesal, kalau Manu bukan cucu dari pamannya Zara. Dia akan dikeluarkan dari sekolah ini sejak tahun lalu. Kelakuan beuhhh bener-benar membuat guru pusing. Pasukannya cukup banyak, ditambah kalau tawuran yang ada guru-guru menciut.
"Iya," jawab Manu singkat, kemudian menutup telfonnya dan kembali menatap kearah bu Alya.
"Sudah-sudah, saya capek. Sudah naik darah sayanya. Takut jantungan terus mati liat kalian di sini. Sudah sana keluar." ujar Bu alya, ia sudah pasrah. Yang ada dia marah-marah dengan anak-anak ini.
"Kalau kalian buat ulah lagi, awas ya. Hukumannya nggak ikut ujian." ancam Bu alya sangat tidak yakin. Semoga saja ancamannya berlaku.
Keano dan lainnya terkejut dengan ancaman itu, tapi Manu tetap santai. Kemudian berdiri dan keluar ruangan bk.
"Manu kalau dinasehatin diem, tapi nggak ada pedulinya sama sekali sama ucapanku. Bosen saya nyatat nama dia terus dibuku ini." gumam Bu alya sembari memegang kepalanya yang sudah terasa sangat pusing.