"Naraaaaaaaaaa." teriaknya, dengan rasa cemas, sedih, hancur langsung membopong tubuh Nara. Dan dibantu oleh beberapa orang yang berada disekitar jalan itu. Kemudian membawanya kerumah sakit terdekat. Manu tak sanggup membawa mobilnya, ia meminta bantuan untuk orang yang membantunya tadi untuk menyetir.
Naraaaaaaaaaa." teriaknya, dengan rasa cemas, sedih, hancur langsung membopong tubuh Nara. Dan dibantu oleh beberapa orang yang berada disekitar jalan itu. Kemudian membawanya kerumah sakit terdekat. Manu tak sanggup membawa mobilnya, ia meminta bantuan untuk orang yang membantunya tadi untuk menyetir.
Setelah beberapa menit, akhirnya mereka sampai dirumah sakit. Dengan cepat Manu membawa Nara dan petugas disana langsung merespon Manu.
"Bawa calon gue ke ruang VVIP, oke." perintah Manu, kemudian mengikuti suster itu membawa pacarnya.
Manu berlari mengikuti arah brankar melaju dengan cepat akibat dorongan petugas. Darah lumayan cukup banyak keluar dari kepala Nara. Untuk saat ini, Manu hanya menenangkan pikirannya. Mencoba untuk tidak berpikir ke hal yang nanti bisa di pikirkan. Mobil itu....arrggghhh Manu akan segera menemukannya.
Ketika sampai di UGD, Manu tidak diperbolehkan masuk oleh dokter. Cowok itu hanya mengintipnya dari celah pintu yang sedikit terbuka. Namun tertutup kembali dengan rapat. Takut kehilangan sudah pasti, sebisa mungkin ia tidak boleh egois. Manu menghubungi keluarganya, keluarga Nara. Semua orang terkejut mendengar kabar itu.
***
2 jam menunggu di luar, akhirnya dokter keluar dengan wajah yang sangat membuat Manu emosi. Dokter mengatakan kalau Nara akan sadar dalam waktu yang cukup lama. Jadi, Nara koma entah kapan gadis itu akan kembali. Seketika rahang Manu mengeras. Ia meraih kerah Dokter cukup kasar, tidak peduli jika ini suatu perlakuan yang tidak pantas.
"Manu tolong tenang." lerai Bara seraya mencekal pergelangan tangan Manu. Agar tidak melayangkan sebuah pukulan.
"Kenapa Nara harus koma pa?!" wajah culas itu kembali redup, matanya berlinang membendung air yang akan jatuh. Wajah culas dan tengilnya redup seketika, tidak peduli dibilang cengeng atau lemah.
Zara menghampiri Manu mengelus pundak serta memberinya ketegaran. Ini kabar yang mengejutkan, tentu akan membuat Manu kembali mengingat dimana ia kehilangan Nara. Dan bertahun-tahun lamanya menunggu gadis itu kembali. Setelah Nara kembali dengan wajah cantik dan sudah berhasil mengingat dirinya. Bahkan mereka sudah melakukan hal yang terlarang. Kini, Nara harus koma entah kapan akan kembali sadar.
"Kita harus berdoa untuk keselamatan Nara, kamu harus kuat nggak boleh emosi. Tahan, ini cobaan untuk kita sayang." ujar Zara lembut.
"Tapi ma, ini nggak adil. Nggak adil." Zara berhasil membuat anak itu menangis di pelukannya. Setidaknya bisa ada yang Manu luapkan daripada emosi.
"Percaya sama mama, Nara anak yang kuat. Dia pasti akan kembali sama kita. Tentunya sama kamu." Zara mengusap punggung Manu dengan penuh ketenangan.
Zara juga ingin menumpahkan air matanya, cobaan dalam hidup memang tidak ada habisnya. Dan berat untuk di hadapi. Tapi Zara bisa mengerti keadaan ini. Sedih, memang sangat calon menantu kesayangannya koma. Dokter sudah berusaha keras menjalankan operasi. Menyelamatkan nyawa gadis itu.
Liana dan Vino hanya terdiam dan menunggu waktu menjenguk. Mereka juga tak kalah sakit mendengar ini semua. Cobaan berat kembali.
Setelah beberapa menit berlalu, mereka semua diperbolehkan masuk.
Ruangan ini penuh dengan alat bantu untuk Nara. Gadis itu terkulai pucat terbaring di brankar. Melihat gadis yang ia cintai mengalami hal semacam ini. Rasanya separuh nyawa Manu hilang. Air matanya lolos dengan sendirinya. Tidak sanggup melihat lebih lama lagi. Dia tidak berani mendekat, Manu duduk disofa sembari menundukkan kepalanya.
Zara dan lainnya ikut prihatin, mereka tahu apa yang dirasakan Manu.
****
"Kita pulang yuk, besok kita kesini lagi." ajak Zara seraya mengelus pundak anak bujangnya.
"Hari ini biar tante liana sama om vino yang jagain Nara. Kamu bisa istirahat dulu Manu." Lanjutnya, namun Manu tetap tidak bersuara. Mulutnya terbungkam, berat untuk mengatakan apapun.
"Manu, dokter bilang Nara akan melewati koma hanya beberapa hari saja kok. Kamu jangan khawatir." ujar Zara,
Manu menatap sayup ke arah Mamanya, tatapan kosong itu membuat Zara seperti nyelekit. Zara berusaha mengulum senyum untuk Manu. Agar terlihat kuat dan Manu bisa kuat menghadapi cobaan ini.
"Ayo, besok kita akan jagain Nara. Sekarang pulang dan istirahat."
"Ayok, pa." ajak Zara,
Detik kemudian Manu beranjak dari sofa, sebelum melangkah keluar wajahnya menoleh memandang Nara. Gadis itu masih terlelap, Manu menghela nafasnya sabar. Selanjutnya pergi dengan langkah berat, diikuti kedua orang tuanya.
Manu masih terdiam seraya memandangi jalanan dari jendela. Tatapannya kosong, wajah culas nya meredup, tidak ada senyuman untuk hari ini. Jika teringat kejadian itu, Manu ingin menemukan pelaku tabrak lari tersebut.
Matanya memerah rahangnya kembali mengeras. Dengan kasar, Manu mengambil ponselnya dari saku celana. Menghubungi seseorang untuk menemukan bajingan itu.
Seorang Manu, tidak akan pernah tinggal diam jika ada orang yang mengusiknya.
Atau pelakunya masih sama yang meneror Nara? Manu pastikan iya. Lihat saja, cepat atau lambat orang itu akan ditemukan.
"Cari pelaku yang nabrak Nara, gue tadi sempat ngeliat BG Mobilnya. Cuma gue nggak inget, soalnya cuma sepintas. Bisa bantu gue?"
"...."
"Oke, gue tunggu kabar dari lo."
Zara mengerjap takut, lebih baik ini diselesaikan secara hukum. Bukan bertindak sendiri. Manu adalah keturunannya dan Bara sudah pasti jiwa, sifat dan semuanya menurun kepada Manu.
Tapi, ini berbahaya. Pelaku itu bisa saja bukan hanya satu melainkan banyak.
"Manu, kita sudah ngurus semuanya dikantor polisi. Nggak perlu kamu bertindak nak." ujar Zara menoleh ke belakang dengan tatapan penuh kekhawatiran.
"Benar apa kata mama kamu, jangan bertindak sendiri." sambung Bara.
"Manu cuma ingin puas ma, nggak akan manu lepas lagi. Anggota manu cukup banyak, jadi jangan khawatir."
"Polisi cuma bisa nyelidiki, lama banget pula. Manu nggak sabar buat penggal pala bajingan itu." Manu keras kepala, Zara dan Bara tidak bisa mengatakan banyak hal. Atau menahan Manu.
Anak itu sulit dikendalikan, jika sudah terlanjut geram bisa membuat para musuhnya mati.
****
Liana memandangi wajah cantik anak satu-satunya. Kepalanya berdenyut nyeri karena sejak tadi ia menahan kantuk. Liana tidak banyak menangis, dia juga harus memikirkan perasaan Vino. Sudah kepikiran Nara ditambah lagi dengannya.
"Kamu istirahat aja, biar aku yang jagain Nara." ujar Vino.
"Nggakpapa kok, aku harap secepatnya Nara sadar."
"Pasti Nara akan sadar sayang,"
"Aku pikir setelah kita kembali bersama, kita akan bahagia dan nggak akan pernah melawati hal yang menyakitkan kayak gini." Liana memejamkan mata serta memijit pelipis kepalanya.
"Hidup itu nggak semulus dan selurus jalan tol. Kita akan terus mendapat cobaan, lalu kita hadapi dengan lapang dada." balas Vino.
"Aku takut, aku takut kehilangan Nara."
"Aku juga, sebisa mungkin kita berdoa untuk kesembuhannya."
Vino memakaikan jassnya untuk liana yang kedinginan. Lalu memeluknya serta membantu memijit pelipis kening Liana.
To be continued.
Kenapa Manu seolah seperti ketakutan ketika Nara mengalami kecelakaan?