Chereads / White Love In The Dark Sky / Chapter 44 - Departemen Kesehatan Mata pt. 2

Chapter 44 - Departemen Kesehatan Mata pt. 2

Yuki berbaring di brankar. Seorang Dokter mengamati mata Yuki dari dekat, kemudian memeriksa nadi.

"Nadimu tidak stabil. Beberapa saat lalu kau mengalami serangan kecil yang menguras energi bagian mata. Matamu perih, bukan? Apakah kepala terasa pening?"tanya Dokter itu.

"Ah, ya, Dokter. Apa mataku baik-baik saja?"tanya Yuki, khawatir.

"Ada sedikit robekan pada mata indigomu. Jangan khawatir, tidak terlalu berbahaya. Itu hal biasa yang terjadi pada indigo pemula. Ketika melihat sosok gaib, pupil mata akan lebih besar dari ukuran sebelumnya. Mata indigo yang menerima eksistensi makhluk luar menarik energi jiwamu lebih kuat. Sepertinya ada sesuatu yang membuat matamu kesulitan untuk mendapatkan energi spiritual pada dirimu. Kita akan coba membuka energi yang tersembunyi."

Yuki mengerutkan kening, mencoba mencerna tiap perkataan Dokter tersebut. Namun, dia tetap tidak mengerti. "Apa mataku bisa sembuh?"

"Kita akan berusaha sebaik mungkin." Dokter itu mengambil dua ramuan. "Minumlah seteguk."

Yuki menuruti apa kata Dokter. Setelah meminum ramuan itu, sang Dokter memeriksa nadi Yuki lagi. Beberapa saat kemudian Dokter beranjak dan mendorong meja teleskop hitam.

Alat itu disebut Jigen Boenkyo, atau teleskop dimensi. Alat besar itu terhubung kepada dunia Siluman.

Yuki mendekatkan mata kanannya. Seketika matanya membelalak. Yuki berkedip-kedip saat melirik ruang pemeriksaan itu, lalu kembali mendekati teleskop.

"Apa yang kau lihat?" tanya Dokter.

"Sebuah kota, atau mungkin desa," jawab Yuki.

"Lebih spesifik lagi, mendekat sedikit lagi. Sekarang apa yang kau lihat?" tanya Dokter lagi.

"Pasar yang ramai, orang-orang yang berpakaian Sakutai dan Geta melewati pasar tersebut. Jauh di depan ada Tori merah."

Dokter itu mengerutkan keningnya saat meliha Yuki. "Tori? Jarang sekali indigo pemula bisa melihat Tori. Nadimu mulai menguat, Tori, gerbang merah penguasa. Apa ada tulisan di atas gerbang itu?"

"Shiba Hyuga."

Dokter bolak balik melihat wajah Yuki dan nadi gadis itu. "Kau bisa berhenti sekarang. Penglihatanmu terlalu jauh ke dalam."

Pada teleskop itu, muncul satu mata mentap Yuki. Gejolak nadi yang kuat sekali membuat sang dokter menarik teleskop dari hadapan Yuki.

"Ada seseorang melihatku!" Yuki langsung menutup matanya. Darah meluncur dari ujung mata hingga ke pipinya. Tubuh Yuki lemas, dia bersandar sambil mengatur napas.

Dokter itu meminta Yuki untuk tidak membuka mata dalam beberapa saat. Darah yang menetes dari mata kanan Yuki, segera diusap dengan tisu.

Melihat kejadian itu, Renji yang sejak tadi mengamati di atas plafon semakin tertarik dengan Yuki.

"Shiba Hyuga, adalah keluarga aristokrat. Sejauh itu Yuki mampu menembus dunia siluman. Menarik sekali."

Dia Mendengarkan pembicaraan Yuki dan dokter itu.

Sang dokter memberikan lagi segelas ramuan. Dengan ramuan itu tenaga Yuki pulih kembali. Meski mata yang semula berdarah masih terasa nyeri.

Yuki membuang napas panjang sambil menunduk saat berjalan ke luar ruangan. Begitu matanya mengarah ke depan, hantu-hantu pelayan divisi psikologi beterbangan membawa berkas-berkas.

Membelalak lah matanya, melihat hantu-hantu gentayangan itu mondar mandir di sekitar para mahasiswa yang sedang menunggu antrian. Napasnya mulai cepat, menciptakan tekanan pada jantungnya.

"Minggir! Kau menghalangi jalan."

Yuki terlonjak begitu pundaknya ditepuk. Dia menoleh, saat itu jantungnya seakan dipukul saat bertatapan dengan sosok tinggi yang mendorong brankar ramuan.

Sosok itu bermata hitam, wajahnya membiru, lehernya dijahit dan tubuh sosok itu hanya setengah saja.

Seluruh tubuh Yuki gemetaran. Ketakutan yang tak dapat dibendung menciptakan teriakan lantang. Yuki berlari menerobos para mahasiswa yang berbaris.

"Hai, tunggu! Ini belum selesai. Kau harus pergi ke labulatorium." Dokter di ruang pemeriksaan membereskan alat-alatnya sambil berceloteh kesal, "Ada apa dengannya? Dia bahkan tidak membayar. Sial sekali aku hari ini!"

Gelak tawa terdengar dari atas pelafon. Dokter itu menoleh pada Renji yang sedang berguling-guling jenaka.

"Apa yang kau lakukan di sana, Renji?"

Renji menyeka ujung matanya, kemudian berkata, "Dia tuanku dan bodoh sekali datang kemari untuk menutup mata indigonya yang baru saja kubangkitkan, hahaha. Sekarang matanya sudah benar-benar terbuka bebas."

"Jangan terlalu usil pada tuanmu! Kau bergantung padanya. Ingat itu! Aku ingin merujuknya ke lab. Mata untuk menutup sedikit matanya. Gadis itu belum terbiasa, kekuatan matanya terbuka cukup besar sedangkan jiwanya belum menerima keadaan tersebut. Awasi tuanmu, hantu lain mungkin akan menyukai matanya karena mengeluarkan energi kehidupan yang besar."

"Eh, aku tahu situasi ini."Renji turun dan mengeluarkan beberapa lembar uang sebagai biaya pemeriksaan Yuki.

"Kapan-kapan, aku akan membawa dia kemari lagi."

"Tapi tidak dalam kondisi mentalnya yang terganggu seperti tadi. Jantungku hampir jatuh karena dia berteriak," keluh si Dokter.

<>

Yuki berlari kencang, menabrak hantu-hantu yang berlalu lalang. Terjadang dia mencoba menghindar agar tidak bertabrakan dengan hantu, sehingga hampir terjungkal.

Kaki kecil Yuki membawanya ke lobi. Para senior sedang bercakap-cakap dengan beberapa hantu. Mereka menatap bingung pada wajah Yuki yang berkeringat dingin, mata berair dan napas menggebu-gebu.

"Dia kenapa?"

"Kurasa ada yang aneh dengannya. Mungkin dia sakit."

"Dari tadi, kulihat dia berlari kesana dan kembali lagi ke sini."

"Eh, bukankah dia mahasiswa baru yang dijemput Niel."

Seorang pria dari divisi Bogyo.Gent mendekati Yuki. Dia menepuk pundak Yuki seraya bertanya karena khawatir."Kau baik-baik saja? Sepertinya mahasiswa baru yah? Aku baru pertama melihatmu di sekitar sini."

Yuki terkejut sekali. Dia terlalu panik melihat hantu-hantu berbaur di ruangan itu. Ada yang tertawa, ada yang bercanda dan orang-orang di sana tak mempermasalahkannya.

"Jangan sentuh aku!" Yuki menepis lengan pria itu. Karena menduga pria itu adalah hantu.

Matanya kehilangan fokus saat melihat tatapan orang-orang mulai berubah jengkel. Ada yang menatapnya sinis, ada yang terlihat sedang membicarakannya.

[ Aku sudah terlalu jauh. Semua ini membuat aku berubah aneh. ]

Yuki meminta maaf, dia merapikan rambut keritingnya dan berlari sambil menundukkan kepala.

Dia menekan perutnya yang perih. Pagi tadi Yuki bangun kesiangan kemudian berangkat ke kampus tanpa makan dan minum.

Selama berlari, Yuki sudah banyak menghabiskan tenaga. Keringatnya terproduksi dengan cepat dan detak jantungnya bergejolak tiap kali melihat hantu-hantu keluyuran layaknya manusia.

Yuki berhenti tepat di depan kantin. Niat awalnya hendak makan akan tetapi kantin itu dipenuhi hantu. Banyak para hantu yang ikut makan makanan manusia, melakukan pembayaran dengan uang kertas, bahkan ada yang sampai mencuci peralatan masak.

Dia sangat terpukul memperhatikan kondisi kantin. Perut lapar itu berbuah hendak muntah.

[ Ini gila! Aku tidak bisa tinggal lama di tempat seperti ini. Mengerikan! ]

Dengan berat hati, perut lapar itu meninggalkan kantin yang penuh aroma sedap makanan.

Satu tempat yang dapat Yuki tuju. Rooptop dengan cahaya matahari berlimpah dan pemandangan kota penuh bangunan tinggi adalah tempat paling aman dari kegelapan.

Ketika dia masuk ke lift, seorang berseru kepadanya, "Tunggu, biarkan aku ikut masuk!"

Yuki menekan tombol menghentikan pintu lift untuk tertutup. Begitu dia menatap ke depan, dia dikejutkan oleh segerombolan hantu masuk ke lift. Yuki tersudut di sisi lift. Tubuhnya membara menyerap keberadaan energi para hantu. Lift tertutup, perbincangan di dalam lift begitu riuh. Yuki menutup mulutnya menahan teriakan. Detak jantungnya seperti diberi speaker dan matanya membelalak. Yuki benar-benar pucat.