Lantai dua terdiri dari lima area. Aku berada di area nomor dua dekat tangga ke lantai satu. Sekitar 10 meter dari pintu kamarku terdapat ruang tamu kecil terdiri dari Sofa dan lemari buku, didekorasi seperti nuansa Halloween. Beberapa boneka besarnya seperti manusia dengan wujud imut sekaligus seram. Kami melewatinya dan berkeliling. Beberapa kali berpapasan dengan senior-senior dari asrama silver.
Ada perbedaan yang sangat terlihat dari sini. Kami harus menggunakan tangga ke lantai tiga dan mereka yang memiliki kunci emas, dipermudah dengan lift. Di tangga yang cukup panjang ini, aku bersama puluhan mahasiswa baru dari area silver sedang menaiki tangga dengan tertib.
Sesampainya di lantai tiga, Semuanya terkagum-kagum. Jelas sekali tingkatan kami dengan mereka. Lantai tiga seperti hotel mewah. Nuansanya tidak main-main, tidak menakutkan seperti area dua kamarku.
Kamar di sini, dibangun model kubus yang terpisah-pisah, tidak menyatu seperti lorong. Sensasinya ketika kau masuk ke sebuah taman kubus. Semuanya bercahaya emas. Lantainya juga temboknya berkilauan. Tak ada kegelapan seperti di lantai dua. Kami di sambut oleh dua mahasiswa senior yang bersedia menemani tour kami.
Selama dalam perjalanan tour asrama, kakiku mulai penat karena asrama begitu luas. Kurasa jika berjalan sendiri, aku akan tersesat.
Pada pukul 9.00 malam, kami diberi beberapa box makanan ringan dan diminta kembali ke asrama silver. Inilah yang ditunggu-tunggu, makanan gratis.
Sakura sama sepertiku, penggeman gratisan. Dia tersenyum tak henti-hentinya setelah mendapatkan box itu.
"Besok, mari lanjutkan tour di kampus," ajak seorang gadis berkepang dua.
"Ide bagus," sahutku. Kemudian iringi oleh beberapa lagi yang menyetujui rencana dadakan itu.
Obrolan terjalin antara beberapa mahasiswa baru yang mulai akrab. Mereka membicarakan pria tampan yang menjadi mentor mereka. Samar-samar terdengar pula seorang di bagian belakang sedang membahas Hiro. Tentu pria berambut putih itu akan lebih mencolok mata apalagi di tengah keramaian. Sehingga tak aneh kalau dia juga turun menjadi perbincangan.
Aku pun mengakui, kalau tampangnya tidak bisa disebut jelek. Meski begitu, aku tetap tak menyukainya.
Baik wanita maupun pria selalu tak dapat menolak berbagai hal indah untuk dipandang. Begitulah Hiro, pria bangsat yang cukup tampan. Dia bagaikan mawar putih di antara mawar-mawar merah. Tubuhnya bagus, kulitnya halus dan lembut mungkin aku sebagai seorang gadis merasa kalah.
Selain memiliki tubuh nan bagus, mata birunya bakalan menjadi daya tarik tersendiri. Seperti orang Erofa, tetapi semua itu diindahkan, walau bagaimanapun warna matanya, wajahnya terstruktur ala-ala produk lokal. Jepang, memiliki mata besar atau sipit. Beberapa yang beruntung mempunyai kelopak mata ganda, hidung mancung dan bibir yang tak begitu besar.
"Sudah mendapatkan jadwal bimbingan dari mentor? Senior yang membimbingku begitu baik," ungkap gadis bersuara kecil. ''Aku diberitahu kalau sistem pembelajaran diterapkan selama satu setengah hingga dua tahun, sebelum dapat menentukan departemen dan masuk ke divisi.''
Tawa seorang berwajah bundar menarik perhatianku.
"Dia bertanya tentang kak Hirotada. Dan mentor kami menertawakannya. Lalu katanya, kalau kak Hirotada itu hewan liar yang dilepaskan dan sedang dididik. Kau terlalu terang-terangan, Masai!"
"Hewan! Kenapa mentor kalian kasar sekali. Semua manusia ya manusia!" Tegas gadis bersuara serak-serak basah.
Aku mengangguk menyetujuinya. Tetapi sebutan binatang tak salah juga. Memang sikap Hiro begitu liar. Seperti yang dia lakukan padaku. Sakit sekali rasanya, aku sebagai wanita dicium paksa olehnya.
"Mungkin mentorku punya dendam lama dengan Kak Hirotada."
Seorang dari barisan depan berucap, "Orang-orang yang terlahir spesial dengar-dengar memiliki kekuatan aneh. Dia cenderung menyerang ketika kekuatannya lemah dan akan menyedot kekuatanmu dari bibirmu,"
Mendadak obrolan itu diramaikan oleh beberapa gadis yang terkejut.
"Bibir? Dia akan mencumbumu untuk mendapatkan kekuatannya lagi?" tanya gadis lain di belakang si gadis yang berucap tadi.
"Kenapa terdengar manis sekali," timpal yang lain.
Beberapa tertawa sembari senggol-senggolan.
Aku tertawa menyikapi topik aneh yang mereka kembangkan. Tawaku bahkan membuat Sakura menoleh.
"Ibuku pernah menceritakan sebuah kejadian yang aneh dialami oleh temannya," Sakura berkata dengan suara rendah.
Aku mendekat berusaha fokus mendengarkannya.
"Ciuman itu memiliki racun dan akan terasa menyengat, gatal dan membuat bibirmu terkelupas. Orang yang memiliki kekuatan aneh seperti itu cenderung dapat merasakan energinya yang tersisa dimulut orang lain. Dia akan mengambilnya dengan cara yang sama. Jika dia mencium untuk menambil energi yang tersisa, bibir itu akan membusuk perlahan-lahan." Sakura menjelaskan hal itu membuat gadis-gadis lain jadi terdiam mendengarkan.
''Jadi, memang benar ada orang yang terlahir spesial dan memiliki kemampuan seperti itu?'' Dua gadis mempertanyakan kebenaran cerita Sakura.
Aku menoleh pada dua gadis yang bertanya barusan. Kami sama-sama bertatapan, setengah meragukan cerita itu.
"Kau mengubahnya menjadi cerita horor yang bagus," kataku seraya menyenggol Sakura karena perubahan suasana.
Sepanjang jalan banyak sekali tuntutan untuk menyelesaikan cerita horor itu. Mereka mengerumuni Sakura sehingga aku pun tertinggal.
Begitu sampai di lantai dua, semua orang memasuki kamar masing-masing, tapi tidak dengan kami. Kami duduk di ruang tamu sambil memakan camilan.
"Sakura, tadi itu kau hanya mengarang 'kan?" tanyaku selagi menghitung bungkusan camilan.
"Apakah tadi itu aku terdengar mengarang?" Suaranya sedikit tak jelas karena bercampur suara mengunyah.
Dia tak menjawab malah mempertanyakan pendapatku. Sudah jelas hal itu tak mungkin. Melihat aku terus-terusan menggigit bibir, mungkin karena itu Sakura mengarang cerita untuk menjahiliku.
Brak!!!
Sebuah buku besar dijatuhkan tepat di atas meja di depanku. Sakura duduk dan menyodorkan buku itu.
"Aku tahu semuanya dari cerita ibuku. Kusarankan agar kau membaca buku ini."
Aku melirik pada buku besar yang berjudul, "Biografi Kamato Hitori"
Seingatku, nama itu ada di website pendaftaran. Kalau tidak salah, dia kepala sekolah yang menjadi pendiri dari Universitas Hayakamato.
''Sebenarnya anak yang terlahir spesial yang kuceritakan itu adalah tuan Kamato.'' Sakura mengangkat keningnya dan nada bicaranya sungguh percaya diri.
<>
Sebelum jam malam diberlakukan, semua mahasiswa baru berbaris di depan kamar masing-masing. Seorang wanita berumur 37 tahun berpakaian dres panjang dan rambutnya diikat tinggi, berjalan sambil mengabsen pemilik kamar.
Dia berdiri di depanku dan melihat kunci milikku.
"Kau, Ran Yuki akan berbagi kamar dengan mahasiswa Harumi Kaiko. Kudengar, dia akan terlambat mengikuti perkuliahan. Untuk sementara kau akan sendirian." Ketika bicara, suaranya tegas dan berwibawa sekali.
Mulutku kelu untuk bertanya, sehingga aku hanya mengangguk saja. Diserahkannya lagi kunci itu padaku.
"Cara membaca barcodenya sangat lancar." Tertangkap bisikan kecil di sebelahku. Seorang gadis dan temannya sedang membicarakan penjaga lantai dua ini.
''Sungguhkah barcode ini dapat dibaca. Jadi barcode ini adalah ejaaan namaku sendiri. Wah, keren sekali.'' Aku takjub.
"Sekarang kalian dapat istirahat. Tiga puluh menit lagi, lampu akan dimatikan. Ingat peraturannya! Walaupun mendengar sesuatu, jangan sekali-kali kalian keluar dari kamar. Mengerti?"
Semuanya menjawab serentak.
Aku mengenakan pakaian tidur yang tersedia di lemari. Kemudian duduk di ranjang empuk sambil memperhatikan sampul buku besar yang direkomendasikan Sakura.
Sebuah buku lama, warna kertasnya pun telah berubah agak kekuningan.
Kubuka halaman pertama, terdapat gambar pria tua bernama Kamato Hitori. Halaman berikutnya, terdapat banyak sekali tulisan dan sepertinya ini ditulis dalam bentuk cerita.