Chereads / White Love In The Dark Sky / Chapter 24 - Pria Bermata Cokelat, Yukiteru Niel

Chapter 24 - Pria Bermata Cokelat, Yukiteru Niel

Sambil menggenggam kunci silver itu, kakiku berderap cepat meski telah mengalami cedera. Semangat berkobar ingin meloloskan diri dari lokasi kejadian dan menenggelamkan kebenaran bahwa aku pelaku yang berbuat tak sopan pada Senior—kaki yang nyeri pun tak terasa lagi.

Aku menoleh ke belakang, takut kalau dia mengekoriku.

''Piuuhhh!!!'' aku membuang napas panjang, perlahan kecemasanku menurun karena tak menemukan tanda-tanda pria itu.

Tak jauh lagi ada persimpangan, jalan keluar dari departemen ini. Berbelok kakiku mengambil jalan ke kiri. Sekejap, kaus putih tampak pudar dalam jarak pandang yang terlalu dekat. Ada halangan di depan, tetapi waktu untuk menghindarinya terlalu sempit. Aku lengah dan menabrak seseorang.

''Keras sekali ... tubuh orang itu,'' ucapku dalam hati.

Hilang keseimbangan tubuh kecil ini menghantam dada kekar seseorang. Spontan kutarik kaus bagian lengannya. Bersamaan dengan itu, kurasakan tangan menahan punggung dan pinggangku, seketika tubuhku merinding. Namun, hal itu mencegah terjadinya cedera jika pinggulku lepas landas ke lantai marmer. Dadaku cukup dekat, namun kutahan jarak kami agar terkendali.

Pandanganku tepat di dadanya. Napas teratur berembus di atas kepalaku.

Aroma bunga tercium dari tubuh orang itu. ''Aroma ini tidak asing. Eh!'' aku tersentak Pria itu melepas pinggangku dan mengatur tegak tubuhku hingga berdiri seperti sedia kala.

''Maafkan aku, aku tak sengaja. Kau ...,''aku terdiam begitu menengadah. ''Kau tak apa-apa?''

Netranya yang cokelat, lekuk matanya simetris berkelopak mata ganda. Pandangannya langsung menusuk ke jantung. Mata itu seolah memiliki sihir hingga aku tertarik untuk terus menatapnya.

''Mendebarkan, sungguh!''

Sekilas mimik pria ini santai, tapi sensual, seperti Playboy sejati yang sering kutonton di drama-drama.

''Kau pasti terkejut. Apakah sekarang sudah lebih tenang?'' tanya pria itu.

''Suaranya bahkan menggambarkan rupanya yang menawan,'' ucapku dalam hati.

Aku tersenyum kecil oleh pertanyaan itu. "Maaf, aku sedang buru-buru dan tidak memperhatikan jalan dengan benar.''

"Kau ini memang ceroboh, ya."

Ucapan kali ini terdengar seakan dia sudah mengenalku. Aku menatapnya lagi. Dia memiliki bibir nan lembut dan sintal, apalagi saat dia menahan senyum seperti itu.

Suaranya lembut dan bagus sekali. Bahkan hanya mendengar suara, terpancar kesan rupawan meski tak melihat wajahnya.

"Dan kau terang-terangan sedang bengong memandangiku dengan ekpresi aneh," ucap pria itu, matanya malu-malu melawan mataku.

Sikapnya lucu sekali, ada lelaki yang malu ditatap perempuan. Meski sudah disebut aku sedang memandanginya, tetapi rasanya aku ingin menjahilinya.

Dia mengarahkan tangan ke depan, lalu tersenyum ramah. "Salam kenal, aku Yukiteru Niel dari Divisi Bogyogen, mentormu selama 1 tahun, Yuki."

Deg!

Jantungku bertabuh bagai genderang perang.

"Me-mentor?"

Sekujur tubuhku membeku. Hanya bola mataku bergerak mengamati tangannya yang menjulur di depanku dan beralih menatap matanya lagi.

Senyumnya sesaat lalu menumbuhkan bunga segar di hatiku, tapi kali ini menciptakan luka. ''Apa dia mengenaliku? Aku sudah bersikap tak sopan padanya, membuat kesan buruk sekali. Bodohnya kau Ran Yuki. Sekarang aku sudah tak punya muka untuk muncul di depannya,'' batinku menggerutu. Lebih tepatnya menyesal.

Aku terkejut begitu tangannya menarik tanganku, memaksa mengajak bersalaman.

"Oh, ya. Kita bertemu untuk kedua kalinya, saat hujan beberapa hari yang lalu. Kau ingat aku memberimu payung waktu itu?" sambung Niel.

''Payung!'' Barulah aku sadar aroma bunga di tubuhnya memang tak asing karena kami pernah bertemu. Aroma bunga itu ... Higanbana dan aroma pemakaman.

Platak!

Tiba-tiba dahiku dijentik. Meski tak sakit tetapi sensasinya melekat. Mataku berkedip cepat. Kemudian dipegangnya pundakku lalu memutar arah tubuhku.

Ada kecanggungan antara kami. Ketika dia berhenti mendorongku. Aku hendak berbalik untuk menanyakan soal payung merah yang dipinjamkannya, tetapi segera disela.

"Jangan menoleh kemari. Teruskan jalanmu!"

"Eh, kenapa?" tanyaku, spontan.

"Untuk beberapa alasan yang tidak bisa diungkapkan, aku agak malu melihatmu. Jangan terganggu dengan hal ini, ya!"

''Apa maksudnya?'' aku bergumam bingung. ''Sungguh aku minta maaf atas semuanya,'' ucapku sambil membelakanginya.

Niel melewatiku sambil mencuri kesempatan mengacak rambutku yang perlahan-lahan mengembang. "Kau menyukai tubuh sixpack. Apakah mas Yushimaru, bertubuh seperti itu?"

"Hah, dari mana dia tahu?" kalimat terakhirnya benar-benar memukulku. Aku mengikutinya sekadar ingin bertanya hal itu. Namun, langkah panjangnya membuat aku kesulitan menyusulnya.

Begitu dia memasuki kerumunan, beberapa orang menyapanya sambil melambaikan tangan. Bahkan mahasiswa baru memandanginya tak jenuh-jenuh sambil berbisik dengan senyum licik.

"Dia mentorku! Pandanglah mentor-mentor kalian sendiri!" ungkapku dalam hati.

Dengan penuh sesal dan kesal aku menuju asrama. Keluar dari gedung, mentari telah mengantuk, malam membuat langit gelap. Lampu-lampu taman menerangi hamparan rumput yang kupijak. Semangatku yang sempat naik karena kunci asrama sudah di tangan, mendadak surut.

Membayangkan betapa konyolnya sikapku pada Niel, aku sudah tak punya muka jika dia tahu aku yang mencuri celananya tadi.

Sesampainya di ruang tengah, Sakura beranjak dan mendekatiku. Tatapannya menginginkan penjelasan tentang apa yang kuperbuat.

"Lama sekali? Berhasil mendapatkan kunci kamarmu? Semua orang sudah berkumpul. Aku hampir menitipkan kopermu," kata Sakura lalu menyenggol lenganku.

Kulihat dia terpaku menatap ke depan. "Apa itu tadi mentormu?" Sakura bertanya.

Seketika aku menoleh. Niel, pria dengan wajah tampan dan postur yang karismatik berjalan ke depan, menuju gerbang.

Seperti suara angin yang kuat, suara gadis-gadis tertangkap telingaku tengah membicarakannya.

"Ah, ya. Tampan sekali 'kan, hahaha." Aku terkikik singkat. ''Kau tahu dari mana nama pria itu Yukiteru Niel?'' Aku keheranan.

"Pengurus asrama menerbitkan daftar mentor untuk mahasiswa baru. Kau bisa melihatnya di ruang tengah, daftar mentor kita. Ya! Bikin iri saja. Kudengar dia dari divisi Dirigen. Bogyo.gent ... beruntung sekali mendapat mentor seperti Kak Niel."

"Divisi Bogyo itu seperti apa? Dan kenapa disebut divisi, buka jurusan?" Aku yang penasaran pun bertanya.

Banyak hal yang tidak kuketahui tentang kampus ini karena terlalu sibuk dengan urusan pekerjaan.

"Bogyo.gent berarti dapat bergerak sebagai intelijen dan psikiater. Itu tertulis di situs website resmi universitas Hayakamato. Apa kau tidak membacanya? Bogyo yang berarti pertahanan, divisi yang membawahi Divisi Intelijen dan Psikologi."

''Aku masih kurang mengerti. Bisa kau jelaskan lebih detail. Kupikir divisi tertinggi di sini Divisi Intelijen.''

Sakura menyela ucapanku. Dia berkata, ''Kau membuatku heran. Kenapa bisa mendaftarkan diri di universitas ini padahal kau tidak tahu apa-apa soal kampus ini. Bogyo.gent di universitas ini disebut sebagai level tinggi dari divisi. Pada intinya mereka seperti pemimpin terhadap divisi lain.''

Keributan terjadi saat aku hendak menanggapi pertanyaan Sakura. Orang-orang yang semula di teras kini berlalu melewati kami. Mereka bergegas kembali ke dalam. Aku dan Sakura mengikuti para mahasiswa lain pergi ke ruang aula asrama.

Kami memasuki ruang aula yang cukup besar, para mahasiswa baru berbaris rapi, sebagian masih ada yang membawa serta koper seperti aku.

''Itu pengurus asrama!'' ujar Sakura.

Aku dan Sakura memasuki barisan. Di atas podium seorang wanita paru baya, tubuhnya gembul berdiri di paling depan. Sedangkan di belakangnya berjejer beberapa wanita berseragam yang kutebak adalah para penjaga asrama.

Suasana sangat ribut oleh pembicaraan yang tak terdengar jelas. Namun, keributan itu hanya berlangsung sekejap selepas mata si wanita paru baya itu membelalak ke arah kami.

Wanita bertubuh gembul memperkenalkan dirinya sebagai pengurus asrama bernama Aramori Ryiota. Diperkenalkannya juga sepuluh wanita berseram yang berada di belakangnya, sebagai penjaga asrama.

''Wajah mereka pasti sudah dilatih agar terlihat kaku dan semenyeramkan itu,'' gumam Sakura.

"Selamat datang di asrama Nama To Shi. Selama kalian mematuhi peraturan, kalian akan mendapatkan seorang pelayan setia setiap satu orang. Nama To Shi memilki 3 level asrama, Level Hitam adalah asrama yang berada di lantai satu dan sedikit menjorok ke bawah tanah terdiri atas 100 kamar. Kedua, level Silver berada di lantai dua berjumlah 200 kamar. Level terakhir yang memegang kunci emas. Level emas adalah fasilitas paling mewah yang berada di lantai paling tinggi disaranai lift dan memiliki 50 ruang kamar. Lift hanya diperuntukkan bagi pemegang kunci emas."

''Level Silver, kalau begitu, kamarku di lantai dua,'' aku bergumam seraya memperhatikan kunci di telapak tangan. Menarik sekali untuk mendapatkan level di asrama ini harus menyelesaikan ujian orientasi. Kunci ini, tentunya menjadi spesial setelah melalui orintasi yang sangat sulit. Bahkan namaku beserta barcode terukir di atasnya.

''Tapi asrama dengan pelayan?'' aku bertambah bingung lantas bertanya pada Sakura. ''Apa benar akan ada pelayan setiap satu orang mahasiswa baru? Apa akan dikenakan biaya?''

''Tidak! Semuanya gratis ... ah sebenarnya tidak 100 persen gratis,'' jawab Sakura.

''Lalu, apa maksud dari nama asrama ini? Nama To Shi, asrama hidup dan mati--''

''Pssttt!!! Kepala asrama sedang memandangimu, Yuki!''

Aku tersentak dan lekas menatap ke depan.

DEG!