Dengar-dengar mahasiswa yang tidak menunjukkan kunci kamar tidak diperbolehkan memasuki asrama. Aku makin cemas.
Sakura tak beranjak dari posisinya, mungkin masih ingin menemaniku. Padahal para mahasiswa lain sudah berlarian mencari kamar asrama.
''Sudah hampir dua puluh menit, orang itu tak kunjung datang menyerahkan kunci kamarmu. Padahal sebentar lagi makan malam.'' Sakura melihat jam tangannya. Wajahnya terlihat cemas. ''Sebenarnya aku terpikir sesuatu, Yuki.''
Aku melihat keseriusan di wajahnya. Aku pun mendekat. ''Apa yang kau pikirkan?''
''Kau masih percaya senior? Aku berfirasat kalau ini disengaja. Aku pernah dengar cerita temanku tentang kakaknya yang sering dikerjai senior. Bagaimana kalau kita laporan saja?'' usul Sakura.
Seketika membuat aku takut jika benar apa yang dikatakannya. Pantas saja, para petugas administrasi bersikap aneh saat bertemu denganku. Biar kutunjukkan kalau seorang Ran Yuki tidak bisa dijahili. Aku akan dapatkan kunci itu bagaimana pun caranya.
''Mau kemana?'' tanya Sakura saat aku beranjak. ''Kau mau melapor?''
''Aku akan mencari pria bernama Niel dan mengambil kunci kamarku.''
Kutitipkan koper kepada Sakura. Aku berlari keluar asrama menuju ruang administrasi.
Kupikir ruang administrasi cukup sunyi karena para mahasiswa baru telah memasuki asrama. Ternyata tidak, meski kulihat para petugas administrasi tampak membereskan meja kerja mereka. Namun, ruangan ini dipenuhi oleh para mahasiswa senior berpakaian serba hitam. Keberadaanku menarik perhatian mereka.
Aku berdiri dengan senyum kikuk, semua mata menatap ke arahku, sambil bisik-bisikan kecil yang kurasa mereka mempertanyakan urusanku kemari.
Aku merasa gugup berada di antara mereka. Maksudku suasana ini beda level dengan beberapa jam yang lalu. Seketika bulu kudukku berdiri hanya karena tatapan itu. Beberapa orang mulai mengalihkan perhatian pada yang lain. Aku berjalan melewati para senior. Pembicaraan yang berlangsung tak begitu jelas terdengar. Aku mencegat salah satu petugas administrasi yang hendak meninggalkan ruangan.
''Kau ... ada yang bisa kubantu?'' tanya pria berseragam saat melihatku.
''Boleh aku tahu di mana aku bisa menemui Ni-el?''
Alis pria itu terangkat dan mulutnya terbuka lebar. Dia berkata,''Ah, Niel.'' Dia melirik jam tangan sebelum berucap lagi, ''Sebentar lagi ada tugas dari divisi, kemungkinan dia sedang bersiap-siap. Pergilah ke departemen Intelijen.''
''Ah! Saat memasuki departemen itu, ada bagan besar di ruang aula. Kau bisa melihat fotonya di sana,'' lanjut pria itu.
Aku berterima kasih dan keluar dari ruang administrasi.
Aku berjalan di koridor yang cukup sepi, beberapa mahasiswa kulewati begitu saja. Papan petunjuk mengantarkanku pada departemen Intelijen. Departemen intelijen berada di arah kanan dari ruang administrasi. Sesampainya di ruang aula, bagan besar menunjukkan struktur divisi intelijen. Satu persatu aku membaca tiap kolom nama dan memperhatikan foto para mahasiswa.
Ah, apa pria itu mengerjaiku? Kolom dengan nama 'Niel' memang ada, tetapi tak ada foto.
Bikin kesal saja, padahal aku berharap dapat mengenalinya dan menemukannya lebih cepat dengan foto.
Aku berjalan mendekati seorang mahasiswa yang membawa beberapa kertas dalam jumlah banyak.
''Maaf, boleh aku bertanya?''
''Ouh, kau mahasiswa baru itu ... ah, ada apa?''pria itu tak melanjutkan ucapannya dan langsung bertanya.
Aku mengerutkan kening sedikit penasaran. Beberapa mahasiswa senior sepertinya tahu tentang aku.
''Di mana aku bisa menemui Yukiteru Niel?''
''Niel?'' ulang pria itu. ujung bibirnya bergerak dan dia tampak sedang menyembunyikan senyum.
Pria ini juga aneh. Apa yang lucu dari penampilanku, padahal aku sudah beseragam lengkap. Sejak tadi, tidak sejak bangun dan keluar dari ruang istirahat aku merasa aku menjadi bahan tertawaan para mahasiswa.
Rupanya sadar telah kuperhatikan, dia mengalihkan pandangan ke beberapa tempat.
''Pas sekali. Nah! Itu orangnya.''
Seketika aku mengikuti arah telunjuknya. Kuperhatikan orang-orang yang berlalu lalang.
''Pria berambut merah atau yang gondrong? Yang tubuhnya pendek?''
''Bukan! Itu dia, yang barusan berbelok ke kanan.''
Akhirnya ditemukan! Hanya sekilas aku melihatnya berjalan sambil memasukkan tangan di kantong celana. Punggung pria itu lenyap di persimpangan.
Aku membungkuk dan mengucapkan terima kasih pada orang itu dan setengah berlari. Di lorong, tiga pria berkaus hitam dan jubah berlari melewatiku. Jubah mereka berkibas, angin menerpa wajahku.
Sekelebat tertangkap olehku, Niel berbelok lagi.
Jangan sampai kehilangan jejaknya. Sebentar lagi malam, aku tidak ingin tidur di luar.
Kakiku berhenti begitu dihadapkan pada dua pintu toilet. Dua pria secara bergantian keluar dari toilet pria. Aku berdiri di depan toilet wanita sambil mencuri-curi pandang. Sekilas sebelum pintu toilet pria tertutup, Pria benama Niel itu tampak hendak masuk ke salah satu bilik toilet.
''Tampangnya begitu santai. Terlihat tak berniat untuk mengembalikan kunci kamar milikku. Sungguh menjadi pertanyaan bagaimana aku berhasil mendapatkan kunci dan kenapa pula ada pada pria itu? Apa jangan-jangan kelulusanku sedang ditangguhkan?''
Aku menggeleng, menepis dugaa itu. Setelah lorong cukup sepi, aku mendorong pintu toilet pria dan mengintip sebentar.
Mataku bergerak cepat memperhatikan seluk beluk ruang toilet. ''Bagus. Tidak ada orang selain Niel.''
Pintu kudorong dan aku masuk dengan langkah pelan. Pada salah satu bilik toilet terdapat celana hitam sengaja diletakkan di atas pintu.
Dia sedang ganti pakaian. Musuh sedang lengah— aku tersenyum menyambut peluang.
Sekilas kuingat pria itu memang memasukkan sesuatu dalam saku celananya. Pasti kunci itu. Aku akan dapatkan apa yang seharusnya jadi milikku, walau dengan cara begini.
Cukup tinggi pintu bilik toilet. Tanganku tak dapat menggapai bagian karet pinggang celana itu. Aku pun meloncat dan menariknya.
''Arhhh!!!''
Bersama dengan celana yang jatuh di lantai, kakiku mendarat tidak dalam posisi yang tepat. Nyeri menghantam pergelangan kaki. Aku menahan suara meski hampir meledak. Sementara itu, terdengar suara dari dalam bilik. Buru-buru kucuri celana panjang hitam itu dan beranjak. Tarikan yang kuat mengalahkan keseimbanganku.
Aku terduduk dengan tetap mencengkeram celana itu kuat-kuat.
''Hai! Siapa di luar? Kembalikan celanaku! Atau kau akan terima hukumannya!''
Suaranya terdengar kesal, aku gemetar oleh ancaman itu.
Selama tak ada yang mendengar keributan ini, , maka tak ada yang tahu aku melakukan ini.
Aku cemas dalam kebisuan. Tak terbesit perasaan mau menyerah, karena sudah terlanjur bertindak.
Kuremas beberapa bagian pada celana itu dan menemukan benda berat pada sakunya. Saku celana kurogoh dan benar saja, sebuah kunci silver berkilau. Namaku terukir di tubuh kunci.
''Dugaan Sakura memang benar. Orang ini mengerjaiku.''
Sambil menahan sakit pada pergelangan kaki, aku setengah berlari, membuka pintu dan keluar dari toilet.
Betapa senangnya saat melihat kunci silver berada di tanganku. Aku menggenggam kunci itu erat.
''Dia tak akan bisa mengejarku karena celana itu jatuh di luar bilik. Setidaknya ada cukup waktu untuk melarikan diri sebelum dia berpakaian dengan sempurna. Siapa suruh berurusan denganku.
Dia belum tahu saja kalau aku bukan gadis lemah yang mudah dipermainkan. Untuk hidupku, aku akan membela diri.''