--Kejadian sebenarnya, Versi CCTV ruang Pengawasan Orientasi—
Jam dinding di ruangan CCTV telah menunjukkan pukul tiga siang. Perlombaan mencari kunci telah berlangsung selama tujuh jam. Cukup untuk membuat otak manusia mendidih dan meluapkan emosi yang selama ini ditutup-tutupi.
Seperti yang terjadi sekarang, CCTV beralih memperlihatkan apa yang terjadi pada Ran Yuki.
"Wah, dia lagi." Yamada menunjuk ke depan. "Jangan dipindah! Aku penasaran."
Dari rekaman itu, Ran Yuki terlihat mengamati sekitar dan berjalan terus sambil berbicara. [ "Kira-kira sudah pukul berapa ini? Mungkin kah sudah lebih dari 4 jam?" ]
Suaranya bergema di ruang penonton. Karena speaker ditingkatkan.
[ "Dari tadi berkali-kali aku memikirkan bagaimana mereka membuat pintu masuk hilang begitu saja? Acara begitu cepat seperti mereka mempersiapkannya dengan sangat matang. Kami dikumpulkan di aula besar itu ... ah, pantas saja pria yang menginterupsi tadi memandangi kami satu persatu. Kurasa dia melakukan hipnotis.''] Ran Yuki berceloteh sambil mencari kunci di semak-semak.
Para mahasiswa lain menoleh kepada pria pemandu orientasi yang dimaksud Ran Yuki. Pria itu bernama Rio. Dia hanya tersenyum-senyum dituduh menghipnotis.
[''Mereka tidak menyebutkan batas waktunya. Gaji untuk makan 3 hari akan dipotong hari ini kalau tidak sempat masuk kerja. Kuharap Mas Yushimaru memberitahu mereka alasan ketidakhadiran ku. Andai saja mas Yushimaru yang menjadi bosku. Dia pria yang tampan, menghargai wanita dan senang bercanda. Ditambah, mas Yushimaru dapat diandalkan setiap aku kesusahan. Jarang sekali ada lelaki baik seperti dia. Andai aku lahir dua tahun lebih cepat, mungkin ada kesempatan untuk berkencan dengannya." ]
Ramai para pria di ruangan itu bersiul mendengar ucapan Ran Yuki.
''Aku menyukai semangatnya, hahhaaa!'' kata seorang pria berkomentar di tengah keramaian.
"Dia, contoh gadis ceroboh yang tidak memperhatikan peraturan. Kurasa sewaktu interupsi, ketua sudah menyebutkan beberapa peraturan agar tidak meracau sembarangan," kata Hobito saat menatap beberapa temannya.
"Ya, kau benar. Ketua memang sudah memberitahu peraturan itu."
Ran Yuki terus meracau sampai pada akhirnya di hutan yang lain dia menemukan gubuk tua. [ "Kebetulan ada gubuk kecil, dari tadi aku ingin sekali buang air kecil." ]
"Oh My God! Ini akan menjadi sejarah!" kata Hayato.
Dari CCTV, gubuk itu tak tertangkap kamera. Namun mereka yang punya kemampuan indigo, dapat melihat, gubuk kecil yang dimaksud Ran Yuki adalah bayangan semu dari hantu yang jahil.
Ran Yuki memasuki sebuah gubuk lalu meluncur menunju toilet.
Akan tetapi yang tampak di layar hanyalah gadis yang duduk dengan air kencing yang mengalir di tanah.
Hal itu membuat heboh ruangan CCTV. Para penonton tertawa terbahak-bahak.
Hayato menepuk keras lutut Niel sebagai ejekan karena menjadikan Ran Yuki sebagai adik bimbingan.
Hayato tak dapat berkata apa-apa. Dia terlalu sibuk tertawa lepas. Sedangkan Niel duduk sambil mengangkat kakinya di kursi seraya memijit pelipis. Matanya kadang menatap ke bawah, karena malu melihat Ran Yuki yang ditertawakan banyak orang.
"Arhhh ... Dia hanya gadis polos yang tidak tahu cara kerja Hutan Gaib itu." Niel, menggelengkan kepalanya kemudian memukul lutut dan berkata dengan nada marah,''Kenapa CCTV-nya tidak dipindahkan. Kalau dia tahu kejadiannya seperti itu dia akan menanggung malu seumur hidup.''
Tak ada yang mendengarkan kekesalan Neil, semuanya tenggelam dalam tawa.
"Mereka keterlaluan. Memalukan sekali. Aku tak tega melihatnya!" keluh gadis berambut pendek. Dia menutup mata karena ikut-ikutan malu.
"Ini adalah privasi wanita, alihkan CCTV itu sekarang juga!" seru wanita berwajah lonjong, geram.
Tetapi yang memegang kendali CCTV adalah Hobito. Dia enggan memberikannya dengan alasan, bahwa tim penilaian harus menentukan di mana Ran Yuki di tempatkan.
[ "Apa yang kau lihat?" ] Suara Ran Yuki terdengar lagi sedang mengajak bicara sesosok hantu berwajah tampan yang duduk di pohon tumbang itu.
''Jarang sekali mahasiswa baru bertemu hantu itu. Kali ini apa yang akan dilakukan hantu itu pada mahasiswa baru, ya?'' tanya Satosi.
Orang-orang terdiam, sesekali terdengar bisik-bisik di arah belakang saat CCTV menayangkan hantu tampan itu menarik pinggang Ran Yuki dan membaringkan gadis polos itu di pohon tumbang.
Dalam persepsi Ran Yuki, itu bukanlah sebuah pohon tua berlumut, melainkan dipan berhiaskan bunga-bunga.
"Wow! Apa yang mau dia lakukan? Jangan-jangan ...," komentar salah satu dari divisi detektif.
Suara Ran Yuki terdengar panik. [ "Kau ... Kau punya tubuh yang seksi. A-aku ... aku menyukainya. Tapi," ]
"HAHAHAHAHAHAAH"
"HAHAHAHHAHAHA"
Sontak heboh suara tawa para penonton.
"Aku tahu apa yang dipertanyakannya," Hayato tertawa.
"Astaga, wajahnya sampai merah. Hantu itu benar-benar usil," kata Niel. Pria itu sedikit bicara, tetapi untuk momen itu, rupanya dia gemas sendiri melihat Ran Yuki. "Aashhh ... Pindahkan CCTV-nya!"
"Tunggu sebentar lagi, Niel. Apa kau malu karena mengatakan akan menjadi pembimbingnya?" tanya Ryan.
Neil hanya berdecak, kesal.
[ "Kurasa ini tidak benar, aku suka tubuhmu, tapi untuk ini. Kurasa tidak!" ]
"HAHAHAHAHHAAHAHAHAHA.. HAHAHAHAHAAAAA!!!"
Gelak tawa tak ada habisnya. Baik laki-laki maupun perempuan tak ada yang berwajah datar melihat kelakuan gadis itu.
[ "Sungguh gila, erotis sekali halusinasiku!" ] Ran Yuki bergumam.
Niel menunjuk dengan sedikit malas. "Setidaknya dia menyadari pemikirannya sendiri."
[ "Kemanakah semua orang? Aku tidak melihat satu pun dari mereka. Apa jangan-jangan semuanya berhasil menemukan kunci asrama dan sedang berleha-leha di kamar baru mereka." ]
[ "Para panitia itu, tidak melupakan keberadaanku, kan?" ]
"Dia sedang membicarakan kita. Dari semua orang dia salah satu yang senang bicara sendiri," Satosi mengomentari.
Ran Yuki menengadah dan gelagatnya mulai berubah panik.
"Pasti terasa melelahkan untuk meneror gadis seperti dia. Terlihat tidak mempercayai hantu. Hantu benar-benar akan kesal. Hahaha!" Hobi ikut berkomentar.
"Aku baru saja ingin mengatakan itu!" ungkap Hayato.
Dalam sekejap, tawa lenyap di ruangan itu. Kini ketegangan muncul saat menyaksikan situasi Ran Yuki.
Gadis itu bergerak hanya sedikit dari hutan yang semula ada gubuk. Hutan yang sekarang tak jauh berbeda. Hanya saja kali ini hantu-hantu hitam mengelilinginya. Gadis itu terdiam bak patung.
"Hai, bukankah sudah saatnya memanggil bantuan. Gadis itu dalam bahaya!" Gadis berambut pendek mengusulkan.
''Kita amati sebentar lagi,'' ujar yang lain.
Ran Yuki berlari saat para hantu terbang mengejar. Hantu hitam mulai membuka mulut sangat lebar dan mengarahkan mulut itu tepat di kepala Ran Yuki selagi gadis itu berlari.
Ryan mengubah posisi duduknya dengan gelisah lalu menepuk lutut Niel. "Dia dalam bahaya!"
"Kau membuat aku makin tegang. Aku ingin melihat bagaimana dia melawan," balas Niel.
Ran Yuki berlari, dikerja oleh puluhan hantu hitam. Ia mengacak arah lari dan membuat hantu-hantu bingung dan tertinggal.
[ "Aaaaakkkkhhh!!!" ] Ran Yuki berteriak amat lantang. Dan para hantu hitam menghilang.
"Dia mengejutkan hantu-hantu itu." Gadis berwajah lonjong mengelus dada, lega.
"Meski dengan cara aneh, gadis itu berhasil juga meloloskan diri." Niel tersenyum.
[ "Ujian gila macam apa ini? Aku muak!" ] Emosi meledak, Ran Yuki sontak meramaikan suasana ruang pemantauan.
"HAHHAHAHAHAH....!''
Beberapa saat kemudian, ruangan penonton senyap. Hanya beberapa obrolan dalam bisikan. Ketika itu mereka tengah menonton dengan serius ketika Ran Yuki menghampiri seorang pria yang sedang muntah.
Satosi menyilangkan lengannya dan berkata, "Dia harusnya mengingat peraturan utama hutan itu. Dan berlari menjauh dari orang lain."
[ "Hei, kau kenapa? Kau perlu bantuan?" ] tanya Ran Yuki.
[ "Kemari!" ] Suara pria itu terdengar serak dari speaker.
Pria itu mencengkeram tangan Ran Yuki. Dan gadis itu sempat meronta. Seekor ular besar keluar dari mulut pria itu dan menerjang masuk ke mulut Ran Yuki.
Langkahnya mundur, Ran Yuki berusaha menarik ular dari mulut. Tubuhnya gemetaran dan beberapa kali muntah. Tiba-tiba keluar darah dari mulutnya bersamaan setengah tubuh ular jatuh ke tanah. Terpotong.
"Ini sudah cukup untuknya. Aku sendiri yang akan menjemput gadis itu," kata Niel dalam hati.
"Niel, gadis itu butuh bantuan!" Ryan menoleh namun Neil telah menghilang. "Ouh, dia lebih cepat dari dugaanku."
''Itu Niel!'' seru Hobi. Petugas pelaksana orientasi dan mahasiswa lainnya menaruh perhatian pada layar CCTV.
Niel berdiri sambil menoleh, memandangi teman-temannya lewat CCTV di pohon. Kemudian CCTV itu mati saat sekilas bayangan hitam lewat.
''Payah! Dia sengaja mematikannya.''
Teman-temannya berseru dan mengatainya.
<>
Hutan berkabut makin tebal. Niel beralih memperhatikan Ran Yuki yang gemetaran sambil menundukkan kepala.
''Dasar gadis bodoh! Kenapa kau mendaftarkan diri di universitas ini kalau ternyata kau tak punya mata batin untuk melihat bahaya di sekelilingmu.''
Melihat Ran Yuki hendak jatuh, lekas ditahannya tubuh gadis itu. Wajah Ran Yuki begitu kumal, dari bibir hingga dagu dilumuri darah. Dan tubuhnya begitu dingin.
"Siapa?" Di ambang ke sasaran, Ran Yuki bertanya pada Niel dengan suara yang sangat kecil.
"Yukiteru Niel!" Niel menjawab sedikit mengeja namanya.
Niel mendekat pada wajah Ran Yuki, lalu berbisik pelan-pelan, "Bertahanlah sedikit lagi. Kalau tidak, kau akan diminta mengulang ujian ini besok hari." Selepas menakuti, Niel tersenyum miring.
Punggung gadis itu dipukulnya pelan hingga tersedak. Di telapak tangan Niel, jatuh kepingan kunci silver yang diselimuti darah segar.
"Selamat! Kau berhasil!" Niel berucap lagi, kepingan itu disimpannya. "Tidurlah dengan nyaman. Ujian telah berakhir!"