Di sebuah ruang besar yang berada di balik gorden raksasa, kursi berjumlah empat puluh semakin dipenuhi para mahasiswa dari berbagai divisi. Bahkan mereka membeli beberapa makanan untuk menikmati tontonan tanpa karcis itu.
Cahaya layar memancar di wajah mereka. Keceriaan menggema hingga terdengar dari lobi utama, hal itu mengudang mahasiswa lain yang baru saja kembali dari tugas untuk ikut menonton.
Di saat-saat menonton, tiba-tiba seseorang di kursi depan berdiri, tanpa sengaja menutupi layar paling ujung.
"Suno memanggil ke ruang kesehatan, dia kesulitan mengeluarkan beberapa mahasiswa baru dari perut hantu," kata Hobi yang sedang bertelepon dan berdiri menghadap puluhan pasang mata.
Merasa diragukan, dia berkata lagi, "Serius aku tidak bercanda, beberapa dari tim kesehatan diminta dua orang untuk menarik mahasiswa itu sekarang juga." Ketika bicara matanya melotot.
KODE ZERO!
KODE ZERO!
["ADA HANTU KABUR DARI RUANG KESEHATAN MEMBAWA MAHASISWA BARU. DIVISI INTELIJEN YANG BERADA DI SEKITAR, DIHARAPKAN KERJASAMANYA!"]
Seketika pengumuman berakhir, terdengarlah keluhan dari bagian belakang.
"Mahasiswa yang ditelan akan mencium bau amis selama tiga hari, ough!" Hobi mengibaskan tangannya di depan hidung, lalu duduk bersila di atas kursi. ''Tim medis harus membuat trobosan baru semacam formula untuk mengusir bau perut dan mulut para hantu yang sangat mengganggu itu. Aku bahkan sudah tiga kali merasakannya.''
"Tahun ini banyak sekali mahasiswa baru yang ditelan. Niel, kau tidak mau berangkat membantu Suno?" Pria berambut cokelat gelap bertanya.
"Ash... Jangan libatkan aku! Aku baru saja menyelesaikan banyak misi hari ini," Niel menolak tanpa basa-basi.
Beberapa orang di kursi penonton keluar dari ruangan menuju ruang kesehatan. Sementara itu mereka yang tersisa terus mengawasi layar CCTV.
Layar besar itu menampilkan perjuangan seorang pria yang dikejar-kejar oleh beberapa hantu. Kaki panjang pria itu membelah semak-semak. Kadang melompatinya dan berlari kencang seperti seekor kuda. Tampak dari rekaman itu, semua orang tahu bahwa pria itu memiliki kekuatan spiritual yang tersembunyi.
Penonton pun bersorak riuh, senang dengan kemampuan handal pria itu.
"Dia pelari yang bagus. Pasti akan direkrut oleh divisi inteligen. Bukankah begitu?" kata pria bernama Satosi, dari divisi Detektif.
Pria berambut gondrong ikut menimpali, "Memang saat ini yang paling dibutuhkan adalah pria-pria tangguh berkemampuan unggul untuk memperkuat divisi inteligen. Penilaian tahun ini menurun karena banyak sekali keluhan dari beberapa masyarakat kalau ternyata banyak hantu yang tak dapat dikejar bahkan lolos saat penangkapan. Orang-orang seperti dia tidak perlu dievaluasi lagi, langsung masukkan saja!"
Pria bertubuh kurus menyenggol pria gondrong dan berbisik, ''Salah satunya Hiro yang kehilangan hantu ruang toilet yang sudah buron dua bulan lalu. Bukankah dia indigo level atas, aku jadi heran.''
''Kau sudah dengar kalau dia terluka? Panah biru yang katanya dari Horigimi, menembus tabir sekolah. Berita ini sedang ditutup-tutupi oleh komite sekolah.''
''Berarti memang ada sesuatu tentang Hiro.''
CCTV berpindah pada wilayah hutan yang lebih gelap dari hutan lainnya. Seorang gadis berambut panjang tertangkap kamera. Petugas pengendali menyorot gadis itu. Gadis itu berjalan mundur, punggungnya bersandar di pohon. Tawa seperti anak kecil terdengar pelan kemudian mulai nyaring.
Orang-orang keheranan menyaksikan gadis itu.
''Seseorang harus ke sana untuk mengeluarkannya. Kurasa dia sudah prustasi—''
''Ssstt!!! Ada aneh.''
Pemandangan selanjutnya membuat mereka semakin fokus. Gadis yang tadinya bersandar di pohon itu, tiba-tiba bergerak. Gadis itu memanjat pohon dengan entengnya. Bahkan tubuhnya tidak berbalik, dia memanjat hanya mengandalkan dua lengan, dua kaki dan punggung.
Gadis itu mendekati kamera, lehernya berputar dan menatap kamera dengan mata membelalak, air liur menetes dari mulutnya.
Mereka berseru jengkel. CCTV pun berhenti menyorot.
"Hantu gadis kecil itu selalu usil dan senang mengajak orang menyakiti diri," ujar Kento.
"Dia masuk ke hutan sudah terlalu dalam. Kasihan sekali nasibnya."
"Ouch, sialan!" seru seorang bernama Hayato yang duduk paling depan, dari divisi psikologi.
Semua orang terperangah menonton gadis itu sedang membenturkan kepala di batang pohon sambil terkikik.
"Dia mengancam kita agar dikeluarkan dari hutan Hitam itu," sangka pria berambut cepak bernama Yamada dari divisi inteligen, badannya besar dan mudah marah.
Seseorang bergegas melaporkan peristiwa itu kepada kepala intelijen.
"Menurutmu, dia akan ditempatkan di mana?" tanya gadis berambut pirang, Mirae.
"Gadis itu tidak berguna sama sekali, tidak ada upaya penolakan terhadap hantu. Aku akan mendaftarkannya di asrama paling rendah, agar dia terbiasa dengan hantu," jawab tegas seorang pria bernama Aramaki.
Aramaki adalah salah satu dari tim pelaksana orientasi yang selalu memegang buku kecil untuk menyeleksi para mahasiswa baru.
Setelah menonton upaya penangkapan oleh divisi inteligen terhadap gadis yang dirasuki itu, CCTV dialihkan pada pertarungan seorang wanita dengan segerombolan hantu yang berusaha mengganggu.
Wanita yang mengenakan pakaian olahraga dengan rambut dikuncir, tampak begitu tangguh. Dia melawan semua hantu hingga lenyap dan berhasil mengalahkan sesosok hantu terkuat hingga jatuh tersungkur. Hantu itu berubah menjadi sekeping kunci berwarna emas. Kunci emas menunjukkan bahwa dia mendapatkan level asrama paling istimewa.
Keistimewaan itu berupa, fasilitas mewah dengan kamar yang hanya dihuni dua orang saja, disertai beberapa hantu berparas elok sebagai pelayannya.
Para mahasiswa senior bertepuk tangan dengan meriah.
"Mahasiswa tahun ini ternyata lebih kuat spiritualnya dibanding tahun sebelumnya. Sangat menyenangkan menyaksikan potensi mereka melalui orientasi ini. Kali ini aku sungguh telah jatuh cinta dengannya!" pengakuan cinta diserukan oleh pria di sebelah Niel, bernama Ryan.
Mahasiswa lain bersorak dan melemparinya dengan tisu dan botol kosong.
''Omong kosong! Kau selalu bilang begitu tiap ada yang cantik.''
Pembelaan pun langsung dilontarkan oleh Ryan. Tetapi disergah oleh para wanita sehingga suasana ruangan itu kembali berisik.
Di tengah suasana ricuh, Satosi berucap, "Aku saja tidak pernah mendapatkan level emas. Dia memang keren. Bahkan sebagian yang ada di sini, hanya berlevel silver. Fasilitas di atas rata-rata yang ya ... lumaian. Kesamaannya hanya satu, punya pelayan seorang hantu."
Layar CCTV kemudian menampilkan sebuah hutan rindang beserta hamparan bunga-bunga berwarna ungu cantik. Di sana ada Tomoyushi Sakura yang pernah disebut oleh para penonton ini sebagai gadis yang lebih rendah level kedunguannya dari Ran Yuki. Ternyata sekarang sedang diserang oleh tiga hantu hitam yang berusaha mengganggu. Hantu hitam itu bersenjatakan pisau dari bayangan yang mampu menembus serta melukai para indigo. Tentu saja, hantu itu sudah bertemu dengan Ran Yuki, hanya saja senjatanya mau pun sosoknya tak dapat dilihat Yuki.
Sakura gigih merebut senjata hantu itu meski terlihat ketakutan. Dan hantu-hantu menghilang selepas senjata beralih tuan. Senjata itu mengecil dan membentuk kepingan kunci silver.
Mereka yang telah menemukan kunci akan hilang kesadaran sampai tubuh mereka lenyap dari hutan itu.
Sebuah ending yang bagus dari Tomoyushi Sakura, semua orang bertepuk tangannya.
<>