Di belahan hutan, terdengar riuh teriakan segelintir mahasiswa baru. Memang keadaan hutan itu cukup membuat minat hilang saat berada di dalamnya. Hal itu tak membuat Ran Yuki ikut menjerit ketakutan.
Ran Yuki hanya kebingungan dan ingin tahu hal apa yang menyebabkan orang-orang berteriak. Ia berjalan dengan santai sesekali memutar matanya, menilik dengan jeli semak-semak sekitar. Hal yang sama terus dilakukannya sepanjang kaki itu melangkah. Ran Yuki tidak begitu memperhatikan arah kemana kedua kakinya membawa, yang penting baginya segera menemukan kunci asrama.
Pohon-pohon yang berjejer dilaluinya tanpa memperhatikan bahwa beberapa CCTV di atas pohon itu sedang merekamnya.
Ran Yuki membungkuk kemudian menyingkirkan daun-daun kering yang menumpuk. Habis tumpukan daun disingkirkan, hanya terlihat koloni semut sedang menyerang ulat daun. Ran Yuki beralih menungging di depan rumput liar yang lebat. Dengan kedua tangan, rumput liar itu dibuka. Matanya ke sana kemari, membelalak, memperhatikan setiap celah dari rumput-rumput kecil. Tetapi, benda yang dicari, nihil.
Setiap berjalan dua meter, kegiatan yang sama berulang kali dilakukannya. Sering kali pula ia akan meregangkan tubuhnya karena penat dan membuang napas panjang. Orang-orang sudah berada jauh di depannya, sedang tertinggal. Bagi Yuki, mencari dengan teliti adalah kunci keberhasilan.
"Katanya ada dua ratus kunci!" Ran Yuki menekan kata terakhirnya dengan emosi. "Tapi satu pun tak terlihat dari tadi. Jangan-jangan ini hanya lelucon yang dikarang-karang dengan maksud seberapa tahan otak manusia terhadap situasi. Itu hanya membuang waktu, tidak mungkin."
Ran Yuki terus berceloteh sendirian, suaranya nan kecil terdengar lucu, menyebabkan seisi ruang monitor menertawakannya. Di ruangan itu terdapat empat puluh kursi seperti di bioskop. Di isi oleh Tim Pelaksana Orientasi dan beberapa dari senior dari berbagai divisi yang tertarik. Kursi di bagian depan penuh hingga ke belakang, beberapa pria berdiri sambil tertawa.
Sebuah layar besar dengan speaker master terletak di dekat layar besar. Sehingga suara terkecil dari mahasiswa baru dapat terdengar dari ruangan itu.
Layar besar menampilkan banyak sekali rekaman dari mahasiswa baru di beberapa tempat di hutan itu. Ada yang berlari, ada yang berteriak, ada yang bersembunyi, ada yang bertarung, bahkan ada yang sudah mendapatkan kunci dan sedang menuju pintu keluar.
Hanya Ran Yuki yang ulahnya sangat berbeda dengan mahasiswa baru lainnya. Gadis itu tak berlari, tak pula menyusuri hutan, kerjaannya hanya menyusup masuk ke semak-semak, terkadang tubuhnya tersangkut. Sebab gerakkannya yang lambat, membuat tim pengatur monitor CCTV enggan merekam mahasiswa lain. Mereka lebih tertarik pada Ran Yuki.
"Hahahahaaa! Aku menyukai ketelatenannya. Kita memerlukan satu yang seperti dia.'' Tawa lantang terdengar dari pria berhidung lancip berwajah tirus, Hobito namanya. ''Sejak tadi gadis kecil itu tak berpindah dari tempat itu-itu saja. Kurasa dia akan cocok berada di Divisi Intelijen."
Di belakang, dua pria Divisi Intelijen kehilangan senyum mereka dan menatap tak senang pada Hobito. ''Enak saja. Gerakannya yang seperti siput itu, hanya akan mengantarkan nyawa. Bahkan dari tinggi tubuhnya saja sudah tidak masuk dalam kualifikasi.''
"Siapa nama gadis itu?'' tanya Kento, pria berkaca mata berambut silver.
''Ran Yuki, nomor terakhir barcodenya, 09, itu berarti tempat tinggalnya setidaknya 20 menit dari sini,'' jawab seorang di samping Kento.
Kento membetulkan kaca mata dan menatap ke depan, pada pria tampan yang duduk di samping Hobito. ''Nomor urut barcode dari 1-9, bukankah Niel yang menjaganya dari teror hantu. Gadis itu tidak punya kemampuan sebagai penyidik. Dari tadi dia hanya mencurigai kita. Mulutnya tidak pernah bisa diam. Bakalan menyusahkan kalau dia berada di bawah bimbinganku. Dia tidak cocok di Divisi Intelijen atau pun Psikolog. Lebih cocok jadi tim administrasi atau bagian riset.''
"Hei! Jangan lempar orang tak berguna ke divisi kami. Dia akan dimakan pasiennya kalau berada Divisi Psikologi. Hantu-hantu akan pusing karena dicurigai melulu," tambah seorang wanita berambut panjang, Hanata. ''Pokoknya jangan masukkan ke divisiku!''
Ruang monitor itu ramai oleh para tim pelaksana dan senior yang saling adu mulut menolak keberadaan Ran Yuki.
Beberapa dari mereka membicarakan sifat menggemaskan Ran Yuki. Karena gadis itu dari kalangan manusia biasa, Ran Yuki tidak tahu sekolah macam apa yang dimasukinya.
Dari empat puluh orang itu, pria berwajah tampan, rambutnya hitam legam, sedang tersenyum mengingat pertemuan pertamanya dengan Ran Yuki. Dia Yukiteru Niel, berusia 25 tahun dari divisi Bogyogent.
"Gadis itu pasti tak ingat denganku. Bagaimana seorang gadis lugu dari manusia biasa bisa masuk kemari? Aku akan membimbing gadis lucu itu. Tampaknya akan menyenangkan mengamati tingkahnya," ujar Niel.
"Ran Yuki sepertinya akan sangat merepotkan, tapi di tangan seorang Niel, semuanya akan sesuai kehendakmu," sela gadis berambut pendek.
"Hai, teman-teman, Niel sudah menempatkan gadis itu sebagai adik bimbingannya!" Pengumuman dadakan disuarakan oleh pria berkaca mata, Watanabe Sunosuke.
Riuh sorakan mengisi ruangan besar itu. Mahasiswa di luar bahkan tertarik untuk bergabung.
...
<>[Di hutan Hitam, kamera nomor 15 dalam mode zoom. Layar monitor di ruangan monitor menampilkan wajah Ran Yuki] <>
Gadis itu mendesah dan menyeka keringat sehabis menyusuri rumput-rumput rimbun di lahan hutan yang lebih gelap. Tak kunjung menemukan kunci kamar asrama, lelah yang terus hinggap membuat Ran Yuki setengah menyerah.
Wajahnya pucat dan masam, seperti orang hendak menangis tapi ditahan-tahan.
Dia memegang renda dres yang menjuntai robek, bibirnya makin cemberut.
"Arhhh, ini lebih sulit dari kerja bersama pak Oshi. Aku berharap dapat menghapus budaya bodoh ini suatu hari nanti! Demi ini aku mengorbankan baju kesayanganku. Mas Yushimaru, tolong aku. Hwaaaaa!!!"
Keluhan bersama teriakan Ran Yuki memecah suasana ruang monitor. Kemudian gadis itu terjerembab setelah kakinya terjerat tumbuhan menjalar. Ran Yuki berteriak lagi yang terdengar seperti anak kecil.
Satu ruangan tertawa heboh. Termasuk Niel yang menepuk jidatnya. "Dia pasti lupa kalau ada CCTV di hutan itu. Dasar gadis ceroboh! Dia sedang mempermalukan dirinya."
"Aish ... aku tidak tahan menyaksikannya. Dia tidak memilik kekuatan bertahan hidup," kata orang lain di bagian belakang.
"Dari pada mengeluh, seharusnya dia mencoba membaca situasi. Dalam keadaan seperti ini memecahkan masalah dan membuat strategi adalah hal yang menjadi penilaian utama."
"Dia bisa langsung dimasukkan ke level asrama terendah!"
"Kata kepala bagian kemahasiswaan, hal itu tidak berlaku lagi. Siapa yang memiliki kunci akan ditempatkan sesuai level kuncinya. Kita tunggu saja, apakah dia mampu menemukan kunci itu, atau tertolak dari universitas ini karena kehabisan waktu," papar Suno.
Rekaman CCTV dipindahkan ke lain tempat. Di layar besar itu, menampilkan Tomoyushi Sakura.
Gadis itu tak jauh beda dengan Ran Yuki, dia sedikit ceroboh dan tak banyak menggunakan otaknya. Meski begitu, masih lebih baik daripada Ran Yuki yang kerjaannya cuma mengoceh terus.
Sakura telah menemukan satu kunci yang tergantung di atas pohon nan tinggi. Dan sedang berusaha mendapatkannya.
Suara napas yang besar terdengar dari arah pohon itu. Matanya melirik sekeliling, tetapi tak ada siapa pun. Begitu menengadah, wajahnya berhadapan dengan sesosok makhluk halus bermata merah terang, berkepala besar dan berjubah hitam.
"Ha-hantu!" Sakura berjalan mundur, perlahan-lahan menjaga jarak aman. Jantung berdebar lebih gila dari biasanya.
Sementara sosok hantu itu merangkak dari atas pohon dan mendekatinya.
Semua orang yang menonton jadi tegang.
Suno berkomentar, "Dia cukup bagus untuk menjadi seorang intelijen. Kalau dia berlari saat itu juga, hantu mulut besar itu akan langsung menelannya."
"Walau bagaimanapun, dia tak bisa mengulur waktu terlalu lama, hantu mulut besar itu tak bisa ditebak perangainya," Hobito menimpali ucapan Suno.
Keresahan diserukan oleh gadis berparas bulat, "Ough ... dari tadi tak ada yang menggunakan otaknya dengan benar. Aku lelah mendengar mereka berteriak melulu!"
Rekaman CCTV dari lokasi berbeda ditampilkan pada layar besar. Kali ini menampilkan beberapa mahasiswa baru yang berlari tunggang langgang dikejar oleh lima hantu sekaligus. Teriakan terdengar dari beberapa arah. Seorang mahasiswa terguling setelah sempat tersandung. Orang itu menengadah dengan wajah pucat ketika sesosok hantu membuka mulut. Mendadak CCTV mati di lokasi tersebut.
Suno menelepon tim medis. Katanya dengan sedikit panik. "Segera ke Hutan nomor 8, beberapa orang telah ditelan hantu. Utamakan keselamatan mereka! Aku akan menunggu di ruang Kesehatan!"
Telepon diputus olehnya, Suno beranjak meninggalkan ruangan itu.
"Ya, ya pekerjaan baru untukku. Mereka akan koma berapa lama ya?" Gadis bernama Inori berdiri mendampingi Suno. Dia memang bekerja dengan Suno di pusat kesehatan indigo.
"Kuharap tidak banyak yang menjadi korban dalam orientasi ini!"