Cssh
Rasa dingin menjalar ke tanganku. Aku merasakan, luka yang terbaret panah pria es ini mulai sembuh.
Aku senang.
Karena item regenerasi yang aku beli tidak sia-sia.
"Tenggelam."
Byur
Pria itu membelakkan kedua matanya. Dia panik, berusaha naik ke atas agar tidak tenggelam.
Aku berdiri lalu melihat ke arah lengan atasku yang kian membaik.
"Meskipun murah ... setidaknya berguna. Pantas saja kualitasnya jelek sekali. Aku menunggu regenerasi itu selesai lama sekali," ujarku kesal sambil memiringkan kepalaku ke kanan dan ke kiri.
Melemaskan otot-otot kepala, sebelum kembali menyerang pria yang tengah tenggelam itu.
Byur
Pria itu berhasil naik ke permukaan. Aku tersenyum miring padanya. Seperti sedang meremehkannya.
"Kau payah. Bilang Level kekuatanmu lebih tinggi dariku tapi masih bisa ku kelabui."
Splash
Tap
Aku memegang panah tipis yang baru saja dia luncurkan. Entah apa yang terjadi pada tubuhku. Tapi aku bisa merasakan energi dari panahnya.
"Apakah aku bisa mengendalikannya juga?" batinku binging sambil memperhatikan panah tersebut.
"Terbang."
Dan ya ... panah es itu terbang. Aku tersenyum senang, melihat keberhasilanku mengendalikan air es.
"Sialan!"
Dia menyerangku kembali. Panah-panah banyak terhempas ke arahku. Aku dengan mudah menghentikkan panah tersebut, dan membalikkan arah panah tajam itu ke arahnya.
"Kau takut sekarang?"
Dia berdecih sebal.
Dia berjongkok. Kedua tangannya diletakkan di atas permukaan air.
"Keluarlah naga es!"
Dia berseru kencang.
Sesaat setelah dia menjerit, permukaan dan di dalam laut mulai tercipta suatu makhluk yang sangat besar.
Sebuah kepala naga keluar dari sana. Aku membelakkan mataku takut saat melihat monster mengerikan itu membuka mulutnya.
Roaarr
Serpihan-serpihan salju keluar dari sana.
Menciptakan sebuah badai salju yang sangat kencang.
Tubuhku terbang ke belakang. Terkena hempasan salju-salju nakal itu.
"Dingin sekali," batinku.
Aku menghentikan gerak tubuhku, beserta sisa panah pria biru yang dia lontarkan padaku tadi.
Panah-panah ini tidak akan aku buang. Karena bisa dijadikan senjata untuk melawannya.
"Apa kau sudah tahu sekarang? Perbedaan kekuatan kita ...."
Aku berdecih pelan.
Aura dingin yang menusuk, kelam, dan kejam terasa pekat.
Aku bisa merasakan sebagian dari tubuh naga es tersebut.
Seperti di ekor, dan perut.
"Apakah aku juga bisa mengendalikannya?" batinku bingung.
"Kau terlalu lama berpikir! Aku akan menyerangmu lebih dulu!"
Aku mundur. Terbang menjauh darinya.
"Serang!"
Naga besar itu melesat cepat menghampiriku. Pria bersurai biru itu tersenyum puas. Duduk bersantai di atas kepala sang Naga.
Aku terus mundur. Kembali menhindari serangan dari pria es ini.
"Aku harus bagaimana?" batinku bingung.
Splash
Splash
Akhirnya aku memutuskan untuk menyerangnya dengan beberapa panah es.
"Menyedihkan! Kau tidak punya senjata sehingga memakai bekas senjataku?"
Clang
Clang
Panah-panah itu dengan mudahnya dia tepis.
Aku berdecih pelan. Kondisi ini, sungguh sangat tidak menguntungkanku. Dan sebaliknya dia sangat untung karena sekitarannya berisi air.
"Aku harus apa?" tanyaku dalam hati.
Roaar
Naga itu kembali mengeluarkan hembusan angin dengan serpihan salju dari mulutnya.
Kedua tanganku menyilang di depan wajah. Guna menghalangi udara dan atom-atom dingin itu mengenai wajahku.
"Ayo serang aku!"
Dia kembali memajukkan naganya. Aku kembali terbang lalu meliuk-liukkan tubuhku.
Mulut naga itu terbuka lebar. Membuatku takut, karena membayangkan akan terlahap oleh monster tersebut.
Splash
Aku menyerang dia lagi dengan panah-panah.
Dia kembali menepisnya sambil terus terbang menghampiriku.
"Aku harus mencoba menggerakannya," lirihku pelan sambil terus mencari celah.
Roaar
Pyuhh
Sebuah angin tornado besar tiba-tiba saja lewat di depan wajahku. Aku sontak mundur, menghindari serpihan-serpihan salju yang berputar-putar itu.
"Hahaha mau lari kemana kau?!"
Dan aku terhimpit. Di depan ada tornado salju, di belakang monster naga siap dengan mulutnya yang telah terbuka.
Aku memejamkan mataku, menghembuskan napasku kasar sebelum kembali merasakan energi sihir pada naga pria es ini.
"Hancur."
Krak
Bunyi retakan terdengar di telingaku.
"Apa?!"
Teriakan dari pria es itu membuatku percaya diri untuk membuka mata.
Kedua manikku terbelalak saat melihat ekor naga itu yang putus, dan perut retak.
Wajahku melongo. Mulutku terbuka. Aku benar-benar tak menyangka akan terjadi hal ini.
Dan seakan tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas, aku kembali menghujam sisa panah yang tersisa untuk membolongi perut sang Naga.
"Tidak!"
Pria es itu berteriak. Namun lambat.
Panah-panah es tersebut telah berhasil membolongi perut sang Naga.
Aku tersenyum lalu dengan mudah menendang keras tubuh Naga yang sudah tak berdaya.
Clang
Pecah. Seperti piring yang dilempar oleh batu. Serpihan-serpihan es tubuh si naga berjatuhan, masuk ke dalam lautan.
"Wah aku tidak menyangka bisa melakukan ini."
Aku bangga dan memuji diriku sendiri.
"Ya! Aku juga tidak menyangka kau bisa menghancurkan nagaku!"
Dia kembali bangkit. Napasnya terengah-engah. Bajunya basah karena air laut.
"Namaku Blue. Aku memberitahukanmu namaku karena aku rasa kau perlu mengingatnya," ujarnya dengan senyuman miring.
Aku tersenyum lalu ikut memperkenalkan diriku padanya.
"Senang akhirnya aku tahu namamu. Batinku jadi tidak lelah terus menerus menyebut dirimu sebagai 'Pria es' dan oh iya ... namaku Caramel."
Dia tertawa setelah mendengar namaku.
Reaksi yang sudah biasa. Karena memang rata-rata orang akan binging saat mendengar namaku.
"Nama game yang bagus, wahai nona telekinetik."
Aku menggeleng lalu mendarat di atas sampan. "Bukan nama game, itu nama asli. Aku masih berusia tujuh belas, jadi jangan panggil aku Nona. Aku merasa tua mendengarnya."
Dia menggeleng lalu mengibas-ngibaskan tangannya.
"Sudahlah. Kita sudahi saja semua ini dengan cepat."
Bola-bola es berukuran satu meter muncul sekitar empat buah.
Dia berjalan mendekat sambil tersenyum penuh kemenangan padaku.
"Energimu pasti telah habis, kan? Ini waktu yang pas untuk menyerang."
Aku menghela napasku pasrah lalu berdiri dari dudukku.
Apa yang dia katakan benar. Aku juga sudah lelah panik.
Rasanya percuma.
"Kau benar-benar ingin membunuhku?" tanyaku memastikan.
"Tentu saja. Menurutmu kenapa aku menunggu tim lain untuk datang ke sini? Ya karena tim kami ingin bisa menangkap Sang Penakluk."
Aku mengangguk mengerti lalu fokus memperhatikan bola-bola es tersebut.
"Aku mungkin hanya bisa mengendalikan dua bola," batinku khawatir.
Splash
Satu buah bola itu menuju ke arahku. Aku sigap dan langsung menghentikkan bola tersebut.
Blue tersenyum miring lalu kembali menarik bola yang telah dia lemparkan padaku.
Aku menolaknya. Aku terus menarik bola tersebut, agar bisaku jadikan sebuah senjata.
Dia tertawa puas. Seakan lucu melihat aku yang sangat membutuhkan senjata darinya.
"Kau benar-benar payah dan bodoh."
Splash
Splash
Dua puluh panah tajam kembali menyerangku.
Kali ini tak sempat.
Mataku terlalu fokus pada bola besar itu, hingga tak sempat mengendalikan semua panah yang melesat ke arahku.
Darahku mengalir cepat akibat degub jantung yang tak beraturan. Melihat panah-panah itu yang sebentar lagi mengenai seluruh tubuhku. Dari ujung kepala hingga ujung kaki.
"Apakah aku akan mati?" batinku takut.