Chereads / 12% Invitation / Chapter 13 - 12' Di atas air

Chapter 13 - 12' Di atas air

Haven dan Akio mendayung sampan. Aku membuka lebar peta, melihat ke arah mana kita harus tuju.

"Aku tidak bisa membaca peta," ucapku jujur sambil terus melihat gambaran di kertas berwarna kusam ini.

"Kau wanita. Apa yang bisa diharapkan pada wanita saat membaca peta?" tanya Akio dengan nada datar khas andalannya.

Aku mendengus sebal lalu menyodorkan peta yang aku pegang padanya. "Kau saja yang mengarahkan. Aku akan mendayung."

"Ide yang bagus."

Pria bersurai hitam itu setuju.

Kami pun bertukar posisi. Aku mendayung, dan dia yang mengarahkan ke mana kita harus pergi.

Hening.

Tidak ada percakapan di antara kami. Hingga tak terasa waktu berjalan, dan kami telah sampai di tujuan.

"Di mana sang Penakluk?" tanyaku dengan wajah bingung.

Aku berdiri di atas sampan. Manik kecoklatanku mengedar, memperhatikan hamparan air asin yang berwarna biru gelap ini.

Lautnya tenang. Seperti tidak ada satupun makhluk hidup yang tinggal di dalam sini.

"Apa kau yakin di sini tempatnya?" tanyaku sambil terus menatap ke sana kemari.

Haven mengambil peta. Dia membaca peta tersebut sambil menatap ke sekitar.

"Iya benar. Tapi aneh, kenapa tidak ada apa-apa?"

Aku mengerucutkan bibirku sebal. Aku kembali duduk kembali ke sampan, sambil memasukkan dayung ke dalam sampan.

"Mungkin kita harus menunggu be---"

Blubuk

Sebuah gelembung besar tiba-tiba saja keluar dari depan kami.

Aku dan yang lainnya terkejut sambil memperhatikan gelembung itu dengan seksama.

"Apa itu?" tanyaku bingung.

"Entahlah tapi sepertinya bukan hal yang baik. Tutup mata kalian! Jangan sampai kita terkena letusan gelembung itu!"

Aku dan Akio mengangguk setuju. Meskipun kita tidak tahu benda apa itu tapi sepengalaman kami saat menghadapi misi, sesuatu yang muncul tiba-tiba itu bukanlah hal yang baik.

Kami bertiga pun serempak menunduk. Tiarap di atas sampan kecil yang kami naiki.

Daar

Gelembung itu pecah.

Sepersekian detik pun berlalu. Aku memberanikan diri, mengangkat kepalaku. Untuk melihat ada apa di depan sana.

"Gelap."

Manik kecoklatanku bergetar. Matahari yang bersinar terang saat siang hari telah sirna. Digantikan oleh sebuah bulan sabit.

Ini sungguh aneh. Padahal jelas sekali tadi masih siang hari.

Kenapa tiba-tiba menjadi malam?

"T-teman-teman ...."

Aku memanggil teman-temanku. Mereka mengangkat kepala, dan terkejut juga dengan perubahan langit yang aneh ini.

"Apa ini?"

Ngiing

Bunyi dengungan kencang terdengar dari langit. Kami bertiga jatuh. Bertumpu pada lutut masing-masing dengan kedua tangan yang menutupi kuping.

Setelah bunyi dengungan itu hilang, muncullah suara khas ikan paus yang sering kita lihat di televisi.

Sampan kami bergetar.

Suara itu kencang sekali. Membuat siapapun yang mendengarnya pasti akan ikut bergetar ketakutan.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanyaku lirih.

Splash

Seekor kuda laut berwarna merah keluar dari dalamnya air asin ini. Kuda laut itu memiliki sayap yang sangat besar. Tiga kali lebih besar dari tubuhnya yang hanya dua meter.

"Hewan apa itu?" tanya Haven bingung.

Kuda laut itu berteriak lagi.

Dan teriakan itulah yang kami dengar tadi. Suara ikan paus, yang membuat sampan kami dan permukaan air laut bergetar.

Aneh. Wujudnya kuda laut, tapi suaranya ikan paus.

Pyuhh

Kuda laut itu mengibarkan sayapnya. Sebuah angin kencang menerpa tubuh kami seketika. Membuat sampan terombang-ambing dan akhirnya terbalik.

"Astaga!" teriakku kesal lalu terbang sambil membalikkan kembali sampan kami.

Kuda laut itu kembali berteriak. Sebuah tiupan angin besar kembali menerpa tubuh kami.

Aku menyilangkan kedua tanganku di depan, untuk melindungi diri agar tidak terhempas oleh anginnya.

Bukan hanya melindungi diri sendiri, melainkan teman-temanku yang lain juga.

Aku menggunakan kekuatan telekinetikku, agar sampan yang mereka naiki tidak terbalik lagi.

Kuda laut itu kembali berteriak marah. Dia menghampiri kami bertiga, hendak ingin menyerang.

"Akio sekarang!"

Pria bersurai hitam itu berlari cepat di atas air. Lalu lompat dengan dua buah pedang yang siap menebas kuda laut itu.

Kuda laut itu sigap. Dia tahu akan diserang sehingga mengepakkan sayapnya. Membuat Akio terpental jauh ke belakang.

"Akio!"

Aku memberhentikan tubuh Akio yang terbang. Dan syukurlah itu berhasil. Pria bersurai hitam itu tak jadi masuk, tenggelam di dalam air.

Aku menariknya kembali, menurunkan tubuh pria bersurai hitam itu di atas sampan.

"Aku tidak bisa menyerangnya ... tidak ada sesuatu di sini kecuali air untuk aku kendalikan," ujarku khawatir pada mereka berdua.

"Kau tidak bisa mengendalikan air?" tanya Haven.

Aku menggeleng cepat. "Partikel mereka sangat kecil aku tidak bisa melihat atau membayangkannya. Dan kalau banyak, aku tidak bisa menggerakannya karena berat."

"Bagaimana ini?" tanya Haven bingung.

Akio nampak termenung. Pria bersurai hitam itu fokus berpikir.

Meskipun di atas kami, kuda laut itu nampak tak sabaran.

Dia kembali menyerang kami dengan sayapnya tanpa ampun.

"Bertahanlah!" teriakku sambil menahan sampan ini agar tidak terbalik.

"Sehabis dia berhenti menyerang kita akan menyerangnya!" teriak Akio dengan tangan yang mengeratkan pegangan pada kedua pedangnya.

Pria itu memasang kuda-kudanya. Manik tajam hitam legamnya fokus, menatap hewan aneh di atas kami ini.

Dia menghembuskan napasnya pelan lalu berkata padaku, "Caramel bersiaplah."

"Apa?"

Serangan kuda laut itu berhenti dan ...

Splash

Akio telah berada di depan kuda laut tersebut.

Crat

Dan dia berhasil menyayat perut sang kuda laut.

"Wah!"

Kami berdua berseru kaget. Begitu pula dengan si kuda laut. Dia terbang menjauhi Akio, bersiap mengeluarkan serangan andalannya itu.

Seet

Namun sesuatu yang tak terduga terjadi.

Akio melemparkan pedangnya ke arahku. Kami semua terkejut, begitu pula si kuda laut.

Hewan laut itu tak jadi menyerang kami dengan sayapnya. Mata dia fokus pada pedang yang beberapa inci lagi mengenai wajahku.

Aku tersenyum miring lalu mengerti apa yang Akio rencanakan.

"Tebas hewan itu dengan cepat," batinku pada pedang Akio.

Pedang berwarna hitam itu berbalik arah. Menuruti ucapanku. Dan dalam sekejap telah menyayat sayap kuda laut tersebut.

Monster aneh itu berteriak marah. Terbangnya menjadi sempoyongan tak jelas, hingga berakhir mengambang di atas permukaan air.

Merasa keadaan kami di atas awan, kami bersorak riang kegirangan. Aku Haven dan Akio bertos ria sambil tertawa senang.

Menyambut kemenangan yang dengan mudah kami dapatkan itu.

Ctarr

Langit berubah lagi dalam sekejap.

Petir-petir mengerikan muncul dari langit, menyambar hamparan air jauh di depan kami.

Air-air itu muncrat sampai ke wajah kami. Membuat kami mau tak mau menelan air asin yang tidak sedap itu.

"Uhuk ... Uhuk ...."

Splash Splash

Sebuah bayangan putih tiba-tiba saja muncul di atas kami. Dia terbang ke sana kemari hingga akhirnya sesuatu yang buruk terjadi.

Ngiing

Suara dengungan menyebalkan kembali terdengar. Hingga beberapa detik berlalu, disusul dengan suara ikan paus yang menggetarkan sampan kami.

Sesuatu yang buruk sebentar lagi akan terjadi.

Tubuhku bergetar ketakutan, bisa merasakan bahaya tersebut.

Apalagi di atas kami telah berdiri si kuda laut yang baru saja kami kalahkan.

"Sepertinya yang tadi hanya pemanasan semata."