"Caramel tolong hentikan anak badak itu!"
Aku bingung. Mendengar perintah tiba-tiba dari pria blonde yang tengah terengah-engah.
Namun pada akhirnya aku menurutinya. Meskipun tidak tahu apa yang dia lakukan pada badak ini.
"Oke."
Tubuh badak tersebut berhenti. Dia berteriak marah menatap kedua mataku dengan tatapan ingin membunuh.
Badak kecil lucu yang naif. Karena bisa berfikir bisa membunuhku.
"Terima kasih. Haah ... Haah ...."
Haven terjatuh. Napas pria itu berat dengan peluh-peluh yang menyelimuti dahinya. Aku berjalan mendekati pria itu, membantunya untuk berdiri.
"Kenapa kau mengejar anak badak ini?" tanyaku bingung.
Setelah berhasil berdiri dengan kedua kakinya Haven pun menjawab, "Dia terluka. Habis diserang oleh anak macan tutul."
"Benarkah? Kasihan sekali," ucapku lembut menatap badak kecil yang tengah marah ini.
Pantas saja dia terlihat seperti ketakutan. Mungkin dia tidak mempercayai Haven juga.
"Di mana orang tuanya?" tanyaku.
"Sepertinya dia tidak punya orang tua. Kalau pun ada seharusnya dia mencari anaknya, kan?" ucap Haven lalu mendekati badak kecil malang ini.
Dia menjulurkan tangannya tepat du atas telinga badak kecil yang hampir putus itu.
Aku melihatnya dengan seksama. Menyaksikan pria blonde ini mengobati telinga badak.
Sesaat setelah cahaya keluar dari tangannya. Kulit-kulit telinga badak itu tumbuh. Daun telinga yang hampir putus itu mulai bersatu kembali, sehingga tidak ada lagi darah yang menetes keluar dari sana.
"Kekuatanmu menakjubkan," pujiku saat melihat Haven selesai mengobati sang badak.
"Bukankah kekuatanmu yang lebih menakjubkan Caramel? Kau bisa melakukan apapun," ucap Haven dengan senyuman miring.
Aku tertawa lalu menggelengkan kepalaku pelan. "Tidak. Aku lebih suka kekuatan sepertimu. Bisa menyembuhkan makhluk hidup. Kau seperti Dewa."
Haven tertawa. Dia mengelus pucuk kepala sang badak lembut seraya memperhatikan lebih dalam kepala badak itu. "Ada alasannya kenapa Dewa memberikanku kekuatan ini."
"Tentu saja. Mungkin dia ing--"
Ucapanku terputus. "Dia ingin aku menebus dosaku."
Haven tersenyum lalu berjalan mendekatiku. Aku menatapnya bingung dengan kepala yang perlahan miring ke kanan.
"Apa maksudnya? Apakah dulunya dia orang jahat?" batinku.
Tapi apapun itu sepertinya aku mengerti. Karena aku juga dulu orang jahat.
"Sudahlah kita harus kembali ke tenda. Aku sudah mendapatkan bahan-bahan yang aku inginkan di hutan ini." Haven berjalan melewatiku.
Pria blonde itu melangkahkan kakinya santai, kembali ke tenda tempat kami istirahat.
"Lepas."
Badak yang aku hentikan itu kembali bergerak. Dia langsung lari menjauh dari kami.
Padahal kami sudah mengobatinya, tapi dia tidak berkata terima kasih.
Aku membalikkan tubuhku. Kakiku mulai bergerak, menyusul Haven yang berada jauh di depanku.
"Tunggu!"
.
.
"Eungh ... jam berapa ini?" gumamku bangun dengan tangan yang bergerak mengusap kedua mataku.
"Ayo kita bersiap. Sebentar lagi dini hari, kau tidak lupa kita akan menangkap kelelawar raksasa, kan?" tanya Haven sambil berkacak pinggang.
Aku mengangguk lemah lalu bangun dari duduk. Tubuhku ku renggangkan sejenak sambil melenguh pelan. Menikmati bunyi dari tulang-tulang yang pegal itu.
"Kau sudah selesai yoganya? Kalau begitu ayo cepat."
Bugh
Perkataan dingin disusul dengan lemparan tas besar kepadaku membuat moodku turun. Pria bersurai hitam itu tidak bertanggung jawab.
Sudah mengganggu acara merileksasikan tubuhku tapi tidak mau meminta maaf.
"Sabar Caramel ... kau berjanji akan akur dengannya. Ayo kau pasti bisa," gumamku sambil mengelus dada dengan sebelah tangan.
Kami bertiga keluar dari tenda.
Aku dan teman-temanku berjalan ke arah barat, tempat di mana gua kelelawar itu berada.
Aku berada di depan, Haven di tengah sedangkan Akio di belakang. Dan karena aku berada di depan, mau tidak mau aku yang harus membawa senternya.
"Wah gelap. Ini pertama kali aku ke hutan malam-malam," ujarku takjub pada diri sendiri.
Lantaran sudah berani melakukan hal yang belum pernah dilakukan pada saat di bumi sebelumnya.
"Kau tidak pernah pramuka?" tanya Haven disela-sela perjalanan kami.
"Tidak hehe. Aku malas."
Sunyi.
Tidak ada suara lagi atau percakapan lagi di antara kami.
Yang terdengar hanyalah suara langkah kaki dan suara jangkrik di sekitar yang sedang bernyanyi.
"Sejauh ini lumayan ya ... tidak ada yang aneh," batinku sambil melihat ke sekeliling.
Seperti teguran dari Dewa, semak-semak di sekitar kami bergerumuh.
Aku dan teman-temanku langsung diam. Tidak berani melanjutkan jalan kami.
"Apa itu?"
Silau.
Sekumpulan cahaya besar tiba-tiba saja mendekat. Aku, Akio dan Haven menyipitkan mata kami serempak agar bisa tetap melihat apa yang ada di depan kami itu.
"Apakah i--"
Zrrshh
Sekumpulan kunang-kunang tiba-tiba saja datang ke arah kami. Aku dan yang lainnya langsung tiarap.
Menghindari serangga-serangga terang itu yang sepertinya ingin ke suatu tempat.
"Apa itu kenapa mereka bisa kompak sekali?" tanyaku bingung.
Saat dirasa sudah menjauh kami pun langsung berdiri.
"Tapi bukankah mereka terlihat seperti menghindari sesuatu?" tanya Akio bingung.
Ada benarnya. Mereka terbang cepat sekali, seakan ada bahaya yang mengancam di belakangnya.
"Apa itu? Apakah hal itu b---"
Nnggg
Suara besar yang tidak mengenakkan telinga, beserta cahaya putih silau muncul kembali di depan kami.
Aku dan yang lain sigap tiarap menghindari kalau-kalau itu adalah sekumpulan kunang-kunang.
Namun salah.
"Bukan yang ini berbeda." Aku mendongakkan wajahku, menatap serangga besar berukuran sepuluh meter.
Dia bukanlah sekumpulan kunang-kunang, melainkan kunang-kunang raksasa.
Raut wajahku berubah garang. Aku memasang kuda-kuda dan kepala tinju. Seperti tanda bahwa akan melawan hewan besar ini, jika dia berbuat macam-macam.
Dia hanya diam. Tidak menyerang dan tidak bergerak.
Hewan aneh yang benar-benar tidak bisa dimengerti.
"Sepertinya dia tidak berbahaya. Kita bisa mengabaikannya, ayo tetap jalan." Aku mengangguk setuju dengan apa yang dikatakan Haven.
Kami pun berbelok, mulai melanjutkan perjalanan kami yang tertunda.
Namun serangga raksasa itu bergerak. Dia terbang ke arah kami. Dia berhenti kembali di depanku lalu diam seperti patung yang sayapnya bergerak.
"Apa yang dia lakukan?" tanyaku bingung padanya.
Manik kecoklatanku fokus. Menatap dalam mata hitam besar serangga di depanku ini.
Dia tetap diam, dan tak melawan. Hingga kami mencoba melanjutkan jalan kami lagi, dia kembali menghalangi.
"Jangan menghalangi kami. Kami harus menyelesaikan misi dengan kalelawar-kalelawar di gua sana!" teriakku kesal sambil menunjukkan jariku ke depan.
Seperti mengerti perkataanku, kunang-kunang besar itu melebarkan sayapnya.
Menghalangi jalan kami dengan sayapnya yang besar itu.
"Apa yang sebenarnya dia lakukan? Kenapa dia menghalangi kami?" batinku bingung.
Akio berdecak sebal. Pria bersurai hitam itu mengeluarkan kedua pedangnya.
"Kalau kau tidak minggir, aku akan memotong kedua sayapmu." Pria sombong itu berkata dingin, dengan raut wajah datar menatap kunang-kunang raksasa di depannya.
Seakan tidak mau menurut kunang-kunang itu tetap berada di depan kami.
Akio berdecih pelan lalu mulai memasang kuda-kudanya.
"Baiklah kalau begitu aku aka--"
"Caramel lihat!"
Aku membulatkan kedua mataku. Saat Haven berteriak, manik coklatku langsung menangkap seekor hewan besar yang berada di belakang kunang-kunang raksasa.
Hewan tersebut sangatlah gelap. Hingga kami tidak menyadari keberadaannya di sana.
Kunang-kunang yang kami usir tadi berbalik. Menghadap langsung kelelawar ganas dengan kedua taring tajam yang dia perlihatkan.
Hewan-hewan besar itu saling mengeluarkan suara khasnya.
Seperti berkomunikasi, dengan cara alam yang tidak kami mengerti.
Dari sini kami belajar sesuatu.
Monster dalam game ini bukan hanya sekedar monster berbadan besar atau kuat. Namun terkadang juga mempunyai akal sehat, dan hati yang baik.