Chereads / 12% Invitation / Chapter 10 - 9' Bakat Haven

Chapter 10 - 9' Bakat Haven

Sssh Sshh

Suara desisan daging ikan yang sudah dibersihkan dan dibuang tulangnya terdengar merdu di telingaku.

Perutku terasa lapar. Apalagi saat melihat potongan-potongan tebal daging ikan yang telah dibumbui dengan saus berwarna merah di atas wajan.

"Kapan matangnya?" tanyaku lesu sambil menopang dagu. Manik kecoklatanku tetap fokus, memperhatikan ikan tersebut. Seperti takut akan hilang atau dimakan kucing.

"Caramel sudah lapar sekali ya?" tanya Haven sambil mengupas kulit kentang.

"Sebentar. Aku lupa merebus kentang ...." Aku menganggukkan kepalaku pasrah.

Mencium harum dari masakan Haven benar-benar membuat lapar. Belum mencobanya saja, kami sudah tau. Kalau masakan pria blonde ini enak.

"Kira-kira kapan akan selesai?" tanyaku tak sabaran lalu mendekati pria blonde itu.

"Sepuluh menit lagi ... tunggu sebentar oke?"

"Haah ...."

Suara helaan napas kasar terdengar dari belakang kami.

Akio datang menghampiri dengan peluh yang membasahi wajahnya.

Bugh

Pria bersurai hitam itu rebahan di atas rumput hijau tempat kami berkemah.

"Kau sudah selesai mendirikan tenda?" tanyaku ringan pada Akio.

Aku melihat dia menghela napasnya lagi lalu duduk dari tidurnya. "Melihat cara bicaramu yang mulai menyebalkan sepertinya kau sudah benar-benar sehat. Bisakah kau membantuku mendirikan tenda atau mencari kayu bakar?"

Aku mendengus kesal. Mendengar jawaban menyebalkan dari mulut pria di depanku ini membuatku segera ingin beradu mulut dengannya lagi.

"Tidak ... kau sudah berjanji untuk sabar padanya. Ayo Caramel kau pasti bisa!" seruku dalam hati.

Aku menghirup udara di sekitar banyak-banyak, merasakan segarnya gas oksigen dari hutan hijau ini lalu mengeluarkannya perlahan.

"Baik aku akan mencari kayu bakar."

***

Tap

Tap

Beberapa langkah dari tenda kami, akhirnya aku menemukan beberapa potong kayu yang sepertinya bisa digunakan..

Aku berjongkok. Tangan kananku terjulur, mengambil kayu-kayu tersebut.

"Sebentar ... aku kan bisa memakai kekuatanku," ujarku pada diri sendiri.

Aku kembali meletakkan kayu yang telah aku ambil. "Melayang."

Kayu-kayu tersebut pun langsung mengambang. Menuruti perintah yang aku sampaikan dengan benar.

"Ayo ikuti aku kayu. Mari kita cari, teman-temanmu yang lain."

Aku kembali berjalan menyusuri hutan. Mengajak bicara kayu yang mati tersebut, seperti rekan yang telah kenal lama.

Tidak begitu sulit ternyata. Mencari sekitar beberapa balok kayu lagi, untuk persiapan nanti malam atau besok pagi.

Setelah berkeliling selama kurang lebih setengah jam akhirnya aku berhasil mengumpulkan banyak kayu bakar.

Aku berjalan kembali ke kemahku.

Tak sabar mencicipi masakan lezat yang dibuatkan oleh koki di tim kami yaitu Haven.

"Wah aroma ini ...."

Aku menghentikan kedua kakiku sejenak saat menghirup aroma lezat dari depan.

Sudut bibirku naik. Aku berlari dan langsung menghampiri teman-temanku itu.

"Wah apakah sudah matang?!" seruku setengah berteriak sambil menghampiri mereka.

Akio menatapku tajam. Dia melipat kedua tangannya di dada. "Lama sekali. Apakah kau tidak tahu kalau kami ini lapar?"

Aku mendengus sebal lalu menurunkan kayu bakar yang aku bawa di atas tanah.

"Kau lelah? Ini makanlah dulu ...." Haven menyodorkan sebuah piring aluminium berisi ikan goreng dan kentang rebus.

Makanan yang amat sederhana. Tapi dari wujud ikan yang terpotong rapih itu, berhasil menggugah seleraku. Saus berwarna merahnya yang terang menyala, butiran-butiran halus biji wijen di atasnya, serta daum bawang yang sudah dipotong kecil-kecil juga ada di balutan ikan tersebut.

"Terima kasih." Aku duduk di rumput lalu bergegas untuk mencicipi hidangan itu.

"Minumlah dulu aku tahu kau pasti haus," ucap Haven lagi sambil menyodorkan segelas air berwarna merah padaku.

Aku mengerutkan keningku bingung. Menatap minuman yang aneh ini. "Apa ini?" tanyaku sambil menerima jelas itu.

"Jus tomat. Kau harus makan-makanan dan minuman bergizi, agar cepat pulih."

Aku meminum cairan merah kental itu. Rasa manis dan asam khas buat tomat memenuhi rongga mulutku.

"Kau tahu tidak Caramel? Tadi Akio mengkhawatirkanmu," ujar Haven lalu duduk di sebelahku.

Uhuk Uhuk

Pria yang dibicarakan Haven batuk.

"Apa kau melindur?" tanya Akio dingin dengan wajahnya yang datar.

"Apa maksudmu melindur?" tanya Haven dengan wajah bahagia yang tidak bisa dia sembunyikan.

"Justru harusnya aku yang berkata begitu. Kenapa kau bilang aku mengkhawatirkan perempuan bar-bar itu?" tanya Akio dengan sebelah alis yang naik.

"Kau sedari tadi bertanya kenapa Caramel lama sekali bu--"

"Aku hanya bertanya seperti itu, bukan berarti aku merindukannya." Akio memotong ucapan Haven. Pria bersurai hitam itu tetap cuek lalu makan hidangannya dengan tenang.

Sepi. Tidak ada yang berbicara karena mulut mereka semua sibuk mengunyah hidangan yang enak ini.

Rasa manis, asam, dan pedas semuanya bersatu padu menjadi satu dalam satu hidangan.

Membuat siapapun fokus dan ingin cepat-cepat menghabiskan makanan mereka.

"Haven seorang koki yang hebat," batinku sambil terus mengunyah ikan goreng ini.

"Kita besok harus bangun pagi sekali, karena misi menangkap kelelawar raksasa." Haven membuka kembali obrolan sambil terus menyuapi mulutnya dengan makanan.

"Dini hari maksudmu?" tanya Akio sambil meletakkan piringnya yang kosong di atas tanah.

Haven mengangguk. Aku menyimak, mendengarkan percakapan kedua pria ini sambil mengunyah makanan.

"Kita harus bawa lampu senter, akan sulit jika tidak bisa melihat." Aku menganggukkan kepalaku setuju dengan mulut penuh.

"Aku setuju. Karena aku tidak bisa menggunakan telekinetikku ketika tidak melihat objek tersebut. Kecuali aku bisa membayangkan bagaimana rupa, dan tempat yang tepat objek tersebut," jelasku lalu mengambil segelas jus tomat.

"Jadi itu kelemahanmu?"

Aku memiringkan kepalaku ke arah pria bersurai hitam yang mengatakan sesuatu yang mencurigakan.

"Kenapa? Kau ingin melawanku atau semacamnya?" tanyaku pada Akio.

Pria itu mengangkat santai bahunya. "Tidak. Hanya saja aku merasa tidak adil dengan kekuatanmu yang terlihat bisa melakukan apapun. Ternyata ada kelemahannya juga."

Aku tersenyum miring menatap pria berwajah datar itu. Aneh sekali ucapannya. Tentu saja aku punya kelemahan, dan padahal hari ini aku baru saja sembuh dari sakit. Akibat terlalu memaksakan kekuatanku.

"Kau iri padaku?"

"Untuk apa? Aku bisa mengalahkanmu dengan kecepatanku," jawabnya dengan percaya diri.

Aku tersenyum meledek lalu menggelengkan kepalaku tanpa berbicara apa-apa.

"Dasar bocah aneh," batinku meledek.

***

Setelah beberapa jam bersantai menikmati hidangan akhirnya kami semua bersiap untuk tidur.

Berbeda dengan aku dan Akio, Haven nampaknya asik sendiri di hutan ini.

Hingga aku tak menyadari keberadaannya di dekat sini.

"Kemana pria pirang itu?" tanya Akio sambil melipat kedua tangannya di dada.

Aku mengangkat kedua bahuku cuek sambil mengedarkan pandanganku pada hutan yang mulai gelap ini.

"Aku akan mencarinya sebelum matahari terbenam," ucapku lalu berjalan memasuki hutan.

Tap

Tap

Aku terus melangkah maju. Masuk lebih dalam ke hutan yang dihuni pohon-pohon besar dan semak belukar ini.

"Kemana perginya dia? Habis membereskan peralatan makan tiba-tiba saja menghilang," gumamku khawatir sambil terus berjalan.

"Tunggu!"

Teriakan seseorang dari timur memberhentikan langkahku. Aku sontak membelokkan tubuhku ke sana.

Mataku memincing tajam, dengan daun telinga yang terus berusaha menangkap suara lebih jelas.

Tap

Tap

Suara langkah kaki terdengar dari arah timur.

Manik kecoklatanku terbelalak saat melihat seekor badak kecil berwarna abu-abu dengan telinganya yang hampir putus.

Dia berlari ketakutan menghindari seorang pria bersurai blonde yang mengejarnya.

"Haven?"