Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

MAHARAJA IBLIS

Stefanus_99
--
chs / week
--
NOT RATINGS
12.5k
Views
Synopsis
Prabu merupakan seorang Maharaja dengan masa lalu yang menyedihkan terbakar api balas dendam, penuh dengan kisah pengkhianatan mencoba meraih tampuk kekuasaan.
VIEW MORE

Chapter 1 - Alkisah (1)1

Pada dasarnya suatu negara tanpa pemimpin ibaratkan kuda tanpa kaki, Hal inilah yang mendorong Jordal Ameswara memutuskan meraih tampuk pemerintahannya pada usia yang ke-16 disaat kekosongan pemimpin terjadi setelah sang ayah Baginda Puyol meninggal.

Jordal Ameswara memerintah dengan tangan besi kejam dan tiada ampun, siapapun yang menghalangi jalannya dibunuh, siapapun yang bertentangan mati dibakar, seluruh keluarga orang yang dicapnya pengkhianat mati mengenaskan.

Namun ini bukanlah kisah Jordal Ameswara, ini adalah kisah tokoh utama kita Prabu dalam perjuangannya mendapatkan tampuk kekuasaan dan menghentikan teror.

Prabu lahir dari keluarga beranggotakan 6 orang , Ayahnya Amdal Saleh, ibunya Binka Suhun, adiknya laki laki Beto Rabuni, adiknya perempuan Lindi Kirana beserta sang bibi Pramesara. Keluarganya merupakan pedagang kain terkenal di Jayanegara dengan 9 toko diseputar ibukota, keluarga mereka harmonis sampai bencana itu tiba didepan mata.

Ayah dan ibunya tewas dibakar di dalam rumahnya sendiri. Mengapa??

Tragedi ini terjadi ketika malam pesta dansa kerajaan, sang-raja Jordal Ameswara terpesona dengan Lindi Kirana adik perempuan Prabu yang berusia 14 tahun, sang-Raja kemudian mengajukan lamaran yang seketika ditolak oleh sang ayah Saleh. Namun Jordal Ameswara tidak tinggal diam keesokan harinya salah satu toko keluarga Saleh ditutup, lusanya salah satu tokonya dibakar, tetapi bukan hanya sampai disitu pada malam Kamis 13 Februari kekejian Jordal Ameswara ditunjukan dengan pembantaian keluarga Prabu.

Prabu dan adik laki-lakinya berhasil melarikan naas, Beto terkena anak panah dari salah satu prajurit kerajaan dan terluka di-bahu. Prabu terus menyemangati adiknya agar terus berlari dari kejaran pasukan kerajaan, akhirnya mereka terus berlari sampai keluar ibukota, namun di perbatasan Prabu merasakan tarikan tangannya makin berat dan semakin berat ternyata sang adik jatuh dan tak bernapas.

Didekatinya-lah adiknya terdengar bisikan kecil

"Kak sakit kakak, sakit." eluh sang adik kepada sang kakak.

Prabu tidak menjawab ia diam membisu menggenggam tangan sang adik dengan tatapan nanar hingga mendengar napas demi napas terakhir sang adik, darah adiknya mulai berhenti mengalir, denyut jantungnya mulai menghilang.

Prabu kemudian berteriak sekencang kencangnya memaki langit, menghujat tanah, dan menangis tersedu-sedu, tetapi ia tahu bahwa harus terus bergerak jejak darah adiknya akan memancing pasukan kerajaan mendekat. Prabu mengusap air matanya ia berlari sekencang kencangnya hingga sampai disebuah sungai, Sungai Pasiraman terkenal dengan arusnya yang kuat dan batunya yang tajam.

Pada waktu itu Prabu berniat untuk mengakhiri hidupnya sendiri, loncatan terakhir akan dilakukannya dan setelah itu ia dapat merasakan tubuhnya tergulung arus, batu-batu dasar sungai mengiris kulitnya. Apakah akhirnya sampai disini? ujar Prabu dalam hati.

Prabu mulai tidak sadarkan diri, ia mulai bermimpi dalam mimpinya itu ia bertemu keluarganya, makan disebuah meja bundar tertawa bersama. Mimpi yang sangat indah sampai Prabu tidak ingin bangun.

Takdir berkata lain, sebuah batang daun sirih yang merambat dipinggir sungai melilit kaki Prabu, menghentakkan Prabu agar kembali ke Realita, terbangun dari mimpinya yang indah. Tiba-tiba semangat hidup Prabu yang mulai padam mulai terbakar dengan api dendam, ia menarik dirinya sendiri hingga ke tepi sungai terkapar dan tidak berdaya.

Malam itu bulan terlihat merah oleh darah yang mengalir dari kepala Prabu ke matanya, tidak ada bunyi jangkrik dan hewan hutan lainnya, tubuh Prabu sudah mencapai batas manusianya, tak bisa bergerak, tak bisa merangkak, menggerakkan jari rasanya menyakitkan.

Malam itu mungkin menjadi tidur terakhir bagi pemuda itu tepat 2 hari sebelum ulang tahun ke-18 nya, Prabu memutuskan tidur dan memejamkan mata.

Pagi hari tiba sengatan matahari membakar wajah Prabu, perih dari luka teriris batu sungai. Tiba-tiba ia merasakan tangan menggerayangi tubuhnya, terdengar suara wanita dan sekumpulan orang berdebat.

"Cari uangnya, coba periksa di dalam bajunya!" ujar sang wanita memerintah.

"Kosong kapten, pria ini miskin... cuih." jawab seorang pria.

Rupanya orang yang menggeledah Prabu merupakan sekumpulan bandit gunung, para kriminal yang tidak diinginkan di negara manapun. Menjadi bandit adalah dosa besar berdasarkan hukum kerajaan bandit bahkan memiliki status lebih rendah dari tawanan perang.

"Terus bagaimana kapten? kita buang orang ini?" saran seorang pria lainnya.

"Coba bawa saja dia obati lalu kita periksa dan tanyai." jawab sang kapten wanita.

Prabu merasakan tubuhnya melayang ditopang 4 pasang tangan, dan dilempar ke dalam sebuah gerobak. Prabu tidak berkutik bayangan pohon di hutan menghiasi pandangannya seketika gerobak bergerak membawa tubuh prabu entah kemana, Prabu mengingat cerita ayahnya tentang bandit gunung di perbatasan negara dipimpin oleh seorang wanita yang dikenal dengan Saka Yuna yang berarti Pemenggal Kepala dalam bahasa Hamer.

Setelah dua jam menyusuri hutan dan mendaki gunung Prabu merasakan tubuh-nya diturunkan dan dibaringkan ke sebuah nipan. Terasa kain basah mulai menyeka kulitnya, luka Prabu dibaluri daun Simalakama dan ditutupi perban untuk mencegah infeksi.

Satu Minggu berlalu, tubuh Prabu sudah dapat digerakkan duduk bukan lagi masalah bagi Prabu, namun berjalan masihlah tak mungkin. Seorang wanita dengan luka sayat di-atas matanya masuk ke dalam ruangan, postur tubuhnya menawan dengan rambut yang dipotong pendek sebahu. Wanita ini adalah "Saka Yuna " yang terkenal dengan kekejaman dan kebengisannya dalam merampok karavan antar kerajaan.

"Jadi kau punya kisah anak muda?" tanya wanita itu kepada Prabu.

"Apakah kisah begitu penting?" Prabu balik bertanya.

Dalam sepersekian detik pisau melekat di leher Prabu, salah satu bawahan wanita itu merasa Prabu menyinggung kaptennya. Prabu tidak merasa ketakutan dengan pisau belati di lehernya, hidup sudah tidak berarti bagi Prabu tanpa keluarganya.

"Bagus tidak ada rasa takut, ikat dia di nipan pastikan ketika kau bangun mulut itu berbicara kalau tidak ku-potong lidah mu!" ancam wanita itu memandang Prabu dengan mata yang tajam.

Prabu diikat di nipan dengan tali rotan, pada pagi hari seorang pria masuk dan menyuapinya makanan kemudian membuka tali ikatannya dan keluar ternyata pintu gubuk dikunci. Sebuah ember merupakan sarana Prabu untuk membuang hajat, di malam harinya Prabu kembali diikat dengan menggunakan tali rotan dan dibuka lagi pada paginya, kejadian ini berulang selama kurang lebih seminggu.

bersambung.

Terimakasih telah meluangkan waktunya membaca serial kisah Maharaja. Kritik, saran, dan apresiasi terbuka lebar.

Author: Ande Kari

Ide dan gagasan merupakan fiksi, bila ada kesamaan nama tokoh hanya kebetulan saja.