Chereads / MAHARAJA IBLIS / Chapter 4 - Desa bandit (2)

Chapter 4 - Desa bandit (2)

Novel ini tidak ada kaitannya dengan sejarah dan hanya fiksi belaka.

Paginya Ameera terbangun dengan melihat Prabu berbaring di lantai, pendidikan agama dan pengajaran dari ayahnya mengajarkan Prabu sebagai pria yang bertanggungjawab. Hal itu terbukti dengan berhasilnya Prabu menahan godaan dari Ameera, Ameera hanya dapat tersenyum melihat Prabu tidur dengan beeguling-guling.

Ameera membangunkan Prabu dan menyuruhnya bersiap kembali mengenakan pakaian penjaga. Hari ini mereka akan menjual barang curian mereka ke gilda pedagang, Prabu memperhatikan betapa sibuknya gilda pedagang tiba-tiba ada seorang pria gendut memanggil Ameera.

"Nyonya Selestin bukan? sebuah kebetulan kita bertemu disini. Masih ingat dengan ku, barang yang kau jual kepadaku ternyata terdaftar sebagai barang curian! Aku butuh penjelasan Nyonya Selestin!" Pedagang itu menatap Ameera dan wajahnya mulai memerah karena marah.

Ameera dan pedagang itu berdebat sehingga memancing kerumunan orang mengerubungi gilda pedagang, datanglah prajurit kota bersama tuan kota. Betapa sebuah kebetulan tuan kota merupakan orang yang berburu Harimau pantas saja penjaga gerbang begitu menghormatinya. Tuan kota memandang ke arah Kelompok Prabu dan menjamin semua barangnya asli, pedagang gendut tadi tidak dapat membantah dan hanya mendengus mengibaskan jubah pedagangnya dan berjalan pergi.

"Terimakasih Daih." Ameera dengan cepat mengucapkan terimakasih.

"Tidak apa, kebetulan saya butuh bantuan dan saya rasa anak muda disebelah mu bisa membantu." jawab Tuan Kota.

Daih merupakan panggilan non-formal bagi penguasa kota, Prabu sudah menduga tidak mungkin penguasa kota menolong mereka tanpa pamrih. Prabu takut bahwa Tuan Kota akan menjual Prabu kepada Negara Jayanegara yang memburunya, Kota Balmes berada di pinggir perbatasan antara Negara Jayanegara dan Negara Gutadarma.

Tuan Kota mengundang Prabu untuk datang ke padepokan penguasa kota, sementara Ameera diberikan izin menjual barangnya di gilda pedagang. Mau tak mau Prabu menuruti keinginan Tuan Kota, dalam perjalanan Tuan Kota memperkenalkan diri.

"Anak muda, panggil aku Daih Sutisno, aku memiliki sebuah permohonan kepadamu." Daih Sutisno memandang wajah Prabu tajam.

"Asalkan aku mampu maka akan kulakukan Daih." Jawab Prabu.

"Bukan masalah besar, tahukah kamu dengan acara tanding pendekar yang diadakn di Negara Gutadarma tiap tahunnya?" tanya Daih.

"Tidak, aku takut aku kurang mampu dalam bersaing dengan pendekar-pendekar kerajaan yang terlatih Daih." Prabu mencoba menjelaskan.

"Omong kosong anak muda, aku sudah melihat kemampuan mu melawan Harimau pukulan yang kau lancarkan memecahkan rahang harimau menjadi 3 bagian dan langsung membunuhnya. Sudahlah kau ikuti saja ajang pertarungan ini, tinggal saja di padepokan ku selama 1 Minggu nantinya akan ku berikan hadiah yang besar di akhir acara." Jawab Daih.

Prabu tidak dapat menolak, keamanan kelompoknya ada ditangan Tuan Kota. Prabu menerima undangan Daih, namun Prabu akan memberitahu Ameera terlebih dahulu bahwa dia akan tinggal lebih lama di kota ini. Penguasa kota memberikan izin bagi Prabu hingga siang hari, Prabu kemudian menemui Ameera di penginapan dan memberitahu Ameera tentang permintaan Tuan kota.

Ameera mengiyakan, tak lupa Prabu juga meminta Ameera memberikan mayat harimau kepada Sugeng. Prabu kembali ke padepokan milik Tuan Kota pada siang harinya. Di dalam padepokan sudah ada 4 pendekar bersabuk hitam menunggunya, mereka memberitahu bahwa Prabu akan bertemu Tuan Kota pada esok harinya. Salah satu pendekar mengajak Prabu berkeliling Padepokan.

Padepokan itu memiliki sebuah tempat pemandian bagi yang selesai berlatih, 2 lapangan tanding terbuka, 3 tempat pelatihan dalam ruangan, 1 buah tempat pelatihan luar ruangan, gudang senjata, dan ruang asrama yang terdiri dari kamar-kamar agar digunakan Pendekar beristirahat di malam hari. Ada berbagai macam latihan yang dipraktekkan mulai dari ilmu pedang, tangan kosong, kapak, lempar lembing, panah, hingga ilmu merayu.

Ilmu merayu merupakan ilmu yang dipraktekkan oleh para pendekar wanita agar tetap terlihat menawan di hadapan semua laki-laki dibutuhkan prinsip yang kuat untuk menangkal ilmu merayu. Prabu tertarik dengan 2 orang pendekar yang sedang bertanding di salah satu ruang latihan. Mereka adalah kakak beradik Lilin dan Sumbu, keduanya beradu ilmu tangan kosong. Pergerakan mereka sangat serasi ibaratkan sebuah cermin semua pergerakan mereka seirama.

Prabu kemudian diajak berlatih oleh beberapa pendekar nampaknya mereka mencoba menguji kekuatan Prabu yang mendapat pengakuan dari Tuan Kota. Prabu menerima ajakan pendekar tersebut, postur tubuh pendekar tersebut sangat besar hampir dua kali ukuran tubuh Prabu. Prabu dulu pernah mempelajari ilmu beladiri segala senjata kerajaan, dan ilmu pencak silat Pesanggrahan.

Kekuatan Pendekar dinilai dari dua aspek kekuatan fisik dan kualitas teknik.

Kekuatan Fisik terbagi menjadi 5 bagian.

- Sujab, dimana tubuh mulai memunculkan otot otot.

-Drajat, dimana tubuh mulai mengalami pengerasan namun masih dapat dilukai pedang.

-Mujab, ketika pendekar berhasil mendorong batasan yang ia miliki dan tubuhnya kebal terhadap senjata tajam.

-Satya, ketika pendekar mengalami pencerahan kondisi ini sulit dicapai, perlu waktu yang lama. Pada kondisi Satya tubuh akan dapat beregenerasi dan memulihkan luka dengan sangat cepat.

- Mulya, ketika tubuh naik ke alam tidak tersentuh hal ini hampir mustahil dicapai. Pada kondisi Mulya semua anak panah akan berhenti 2 jari dari tubuh, tubuh akan terbungkus lapisan prinsip yang melindungi dari segala serangan fisik.

Kualitas teknik terbagi menjadi 6 bagian.

-Teknik Rakatan, teknik tingkat rendah mudah dipelajari siapa saja.

-Teknik Panjatan, kelanjutan dari seni Rakatan yang lebih mematikan.

-Teknik Lantunan, hanya dapat dipraktekkan ketika tubuh mencapai tahap Drajat.

-Teknik Tamburan, teknik yang dapat dipraktekkan setelah meraih kondisi Mujab.

-Teknik Uyuban, teknik yang dipraktekkan ketika menembus tahap Mujab.

-Teknik Wireng, teknik yang memanfaatkan kekuatan spiritual dapat dilatih siapa saja namun dapat menyebabkan kegilaan, kematian, bahkan cacat permanen dalam proses pembelajarannya.

Teknik beladiri silat Pesanggrahan merupakan teknik lantunan, sementara teknik penguasaan senjata kerajaan merupakan teknik tingkat Panjatan. Prabu kemudian melangkah masuk ke arena latihan, dulu Prabu hanya berlatih dengan ayahnya dan gurunya belum pernah mengalami pertarungan dengan sesama pendekar. Prabu memutuskan mengeluarkan kekuatan penuhnya sabetan telapak tangan pamungkas yang dipelajari dari gurunya.

Sabetan tangan Prabu sangat cepat, Pendekar itu tak dapat bereaksi membalas bahkan seluruh orang di arena dapat merasakan angin gerakan Prabu. Tepat sebelum teknik itu menyentuh wajah pendekar itu sebuah tangan menghempaskan sabetan Prabu. Seorang Pria tua keluar dan menghentikan Prabu, sabetan Prabu mengenai boneka latihan dan boneka patah menjadi dua. Semua orang dalam ruangan terdiam, pendekar dalam seluruh ruangan berkeringat dingin.

Prabu segera memberi hormat dan meminta maaf karena menghancurkan salah satu fasilitas padepokan. Orang tua tadi segera menarik Prabu keluar dari arena tanding, Prabu kemudian dihempaskan dengan hanya satu tangan setidaknya kekuatan orang tua ini hampir menyentuh tingkat Satya.

Semua pendekar bergegas keluar ruangan Prabu terjebak ditengah kerumunan puluhan pendekar.

Bersambung.

Terimakasih telah meluangkan waktu membaca:), author.