Novel ini tidak berdasarkan sejarah dan merupakan fiksi belaka.
Pada malam itu, Prabu memikirkan apakah keputusannya menjadi seorang bandit merupakan sebuah kesalahan. Tetapi keinginan Prabu untuk balas dendam sangat kuat ia bahkan rela mengorbankan nyawanya sendiri untuk membalas kematian keluarganya.
Suasana sangat sepi hanya semilir angin berhembus yang terdengar, tiba-tiba cahay bulan menyoroti sekelebat bayangan hita mengintip dari arah hutan. Prabu mengintai dari jendela, bayangan itu terbang mendekat Prabu tersentak dan jatuh terduduk. Sosok bayangan itu memiliki mata merah dan senyum lebar berwarna putih bayangan itu melesat masuk kedalam tubuh Prabu.
Prabu tak sadarkan diri tak lama kemudian ia mendapati dirinya terbaring di tempat tidur, 'apakah tadi itu mimpi?' pikir prabu dalam hati.
Prabu memutuskan untuk bangun dari nipan-nya, ia ingin menghirup udara segar. Seakan mimpi tadi tak cukup ia kembali mendengar langkah kaki di area hutan, Prabu memutuskan untuk mengikuti langkah kaki tadi. Di dalam hutan ia menjumpai Kapten yang sedang berlari dengan cepat, karena rasa penasarannya ia mengikuti sang Kapten.
Ternyata sang Kapten yang terkenal garang dan hebat sedang mencari tempat menangis, sebuah sumur menjadi tempat pilihan sang Kapten. Prabu yang tidak sengaja melihat kejadian itu terkejut rintihan sang Kapten terdengar nyaring menghiasi senyap malam entah apa yang ditangisi, pasti hal yang menyedihkan.
Prabu kemudian diam-diam berusaha kembali ke gubuknya, ketika di tengah jalan sudah ada sesosok wanita menunggunya dibawah batang pinang. Pedang Kapten dengan cepat mengelilingi leher Prabu nampaknya mengetahui yang harusnya tidak diketahui membuat nyawa Prabu menjadi taruhan.
"Apa yang kau lakukan disini!" hardik Kapten Yuna dengan pedang mengelilingi leher Prabu.
"Tidak ada hanya berjalan-jalan." jawab Prabu dengan senyum.
"Bila kudengar satu kata keluar...", Pedang kapten seakan menari-nari di leher Prabu.
"Kali ini kau ku-lepaskan penguntit!" Kapten menurunkan pedangnya.
Prabu dengan cepat melompat 3 meter ke arah belakang, desa sudah dekat. Prabu membisikkan sesuatu ke telinga kapten "Tangisan yang bagus!", sambil berlari ke arah desa dengan tersenyum. 'Tindakan tadi itu cukup bodoh' pikir Prabu dalam hati.
Keesokan paginya Prabu keluar dengan sangat bersemangat, ia keluar dan menyapa beberapa warga yang ia temui di tengah jalan. Ia mencari Sugeng untuk menanyakan tugas yang harus ia kerjakan, Sugeng sedang memotong daging rusa di depan gubuknya. Prabu datang mendekat dan duduk tepat disebelah Sugeng memerhatikan keahlian menguliti dan memotong yang ditampilkan Sugeng.
"Tugas apa yang harus aku lakukan? memotong daging? merampok karavan? menjadi mata-mata?" tanya Prabu bersemangat.
Sugeng tersenyum "Jadi pedagang." jawab Sugeng singkat.
Sugeng membersihkan pisau jagal miliknya dan membawa Sugeng ke sebuah gubuk yang nampaknya dijadikan gudang simpanan. Gudang itu tidak terlalu luas namun memiliki atap yang sangat tinggi di dalamnya terdapat banyak sekali barang jarahan mulai dari karpet, guci, mangkok, kain, pakaian bahkan sampai alat bertani. Sugeng menjelaskan bahwa tugas pertama Prabu adalah menjadi seorang penjual barang curian ke kota terdekat, tiba-tiba seorang perempuan bercadar masuk tampangnya mirip seorang saudagar mengenakan kain rumbai-rumbai ditangannya.
Sugeng memperkenalkan Ameera, Ameera merupakan pengurus persediaan gudang. Prabu dengan cepat memberi salam dan memperkenalkan diri.
"Cukup baik, lumayan gagah!" Ujar Ameera sambil tersenyum sinis.
"Mulai sekarang Prabu ada di penjagaan mu sampai waktu yang ditentukan." jawab Sugeng dengan ekspresi datar.
Prabu kemudian dibawa Ameera ke semacam tempat penyimpanan pakaian, kostum kostum lengkap mulai dari badut sampai pengemis. Prabu kemudian disuruh Ameera memakai pakaian lengkap seorang pengawal lengkap, zirah, tameng, hingga tombaknya.
"Hari ini kita akan berakting! kamu akan jadi pengawal ku, ingat jangan berbicara sedikitpun." jelas Ameera.
"Baik.." ucap Prabu pelan.
Ameera membawa Prabu ke depan gerbang desa, di depan desa terdapat gerobak penuh barang dan beberapa orang penarik gerobak. Tujuan penjualan kali ini adalah kota Bulmes yang berjarak 7 jam berjalan kaki, Ameera menaiki gerobak dan duduk di dalamnya sementara Prabu memimpin jalan didepan.
Dalam perjalanan beberapa kali Ameera mengajak Prabu masuk bersama kedalam gerobak, namun Prabu enggan dan menolak. Ameera terlihat kesal dan terus mengoceh sepanjang perjalanan, tiba-tiba muncul seekor harimau dari dalam hutan. Harimau itu terluka di bagian paha dengan anak panah, harimau itu kemudian menatap kelompok Prabu dan menerjang dengan sigap Prabu melempar tombaknya sehingga melukai harimau di bagian perut. Prabu kemudian membuang tombaknya dan bergumul dengan tangan kosong, harimau itu mati di tangan Prabu.
Ameera dan beberapa penarik gerobak terkejut dan terheran-heran, Ameera bertanya kepada Prabu mengapa ia melepas tombaknya padahal itu adalah sebuah keuntungan. Prabu menceritakan bahwa ayahnya dulu seorang pemburu ketika buruannya sekarat maka sebuah kehormatan untuk mengakhiri nyawa hewan buas dengan tangan kosong. Ameera mengangguk masih dengan raut wajah terheran-heran. Prabu kemudian mengangkat dan memikul mayat Harimau di-bahu mengingat kulit harimau dihargai sangat tinggi.
Tak lama kemudian dari dalam hutan keluarlah seorang pria berusia 40 tahunan dengan kumis tebal. Pria itu bertanya kepada kelompok Prabu apakah mereka melihat harimau yang terluka. Prabu dengan sigap berlari ke depan dan menjatuhkan mayat Harimau, pria itu memeriksa mayat harimau itu dan terkejut.
"Harimau ini siapa yang membunuhnya?" tanya pria itu kepada Prabu.
"Aku tuan, mohon maaf telah mencuri buruan-mu tuan." jawab Prabu.
"Oh tidak apa-apa, berdasarkan luka pada mayat ini terdapat luka panah dan sayatan di perut, namun yang membunuhnya merupakan pukulan benda tumpul di kepalanya. Bagaimana kau melakukannya?" tanya pemburu itu penasaran.
"Dengan tangan tuan." jawab Prabu singkat.
Pria itu terkejut namun tidak keheranan seperti reaksi orang pada umumnya menandakan bahwa ia merupakan salah satu bangsawan atau petinggi suatu wilayah, mengingat berburu adalah hobi yang digemari oleh para bangsawan. Oleh karena itulah Prabu berusaha bersikap se-sopan mungkin kepada pria itu.
Pria itu kemudian menanyakan arah dan tujuan kelompok mereka, ternyata tujuan Kelompok Prabu dan tuan itu sama, Kota Bulmes. Pria itu mengundang mereka agar bersama kembali ke kota. Ameera mengangguk mengiyakan, kemudian Prabu dimintai tolong oleh pria tadi untuk memikul mayat harimau itu.
Sesampainya ditembok kota penjaga kota dengan sigap memberi izin masuk tanpa berkata sepatah kata apapun, di dalam kota semua orang terheran-heran dengan mayat harimau yang dipikul oleh Prabu. Pria tadi kemudian meminta ijin berpisah dan memberikan mayat harimau tadi kepada Prabu. Prabu berencana memberikan harimau itu kepada Sugeng mengingat hobi berburu Sugeng, seharusnya mayat itu tak akan membusuk dalam 2 hari.
Mereka kemudian menyewa sebuah penginapan hari sudah menjelang sore, Ameera memerintahkan agar beristirahat terlebih dahulu bisnis akan dilakukan besok pagi. Prabu kemudian menuju kamarnya, betapa terkejutnya Prabu. Ameera sudah ada di dalam kamar, mereka akan berbagi kamar dengan alasan menghemat dana menurut Ameera tidak ada salahnya murid dan guru tidur bersama. Prabu tidak terbiasa akan hal ini ia memilih tidur di lantai sementara Ameera di ranjang.
Sebelum tidur mereka terlebih dahulu makan bersama yang lainnya disebuah rumah makan dan meminum arak bersama, karena Prabu selalu mendengarkan nasihat ayahnya agar tidak menjadi pemabuk, ia tidak minum. Sedangkan ke-lima orang lainnya telah mabuk diantara pria itu Ameera juga ikut mabuk, pria-pria penarik gerobak itu mencoba mengambil keuntungan. Prabu bertindak cepat digenggamnya tangan Ameera yang mabuk dan dibimbingnya perlahan kembali ke kamar.
bersambung...
Terimakasih telah meluangkan waktu membaca :)