Dengan ditemani Dena, Ara mengemasi barang-barangnya. Dia ingin melupakan semua kesakitannya selama ini, Ara ingin menjalani hidup yang baru.
Ara bukan penduduk asli Beijing, dia adalah wanita Indonesia asli karena hubungan pertunangannya dengan Jie Rui membuatnya harus pindah ke Beijing dan melanjutkan sekolahnya di sini.
"Tenang saja, ada aku yang akan selalu menemani kamu."
Ara tersenyum mendengar ucapan Dena yang selalu mendukungnya dalam setiap hal.
"Terima kasih sudah mau menemani aku. Aku tidak pernah memikirkan semua ini akan aku lakukan,"
"Hidupmu harus tetap berjalan karena cinta bukan akhir dari segalanya."
"Kamu benar. Aku harus bisa kembali bangkit dan berdiri. Masa lalu yang menyakitkan ini lebih baik aku tinggalkan, aku akan membicarakannya nanti dengan kedua orang tuaku dan semoga mereka bisa mengerti."
"Tidak akan pernah ada orang tua yang menginginkan anaknya tersakiti. Pasti semuanya menginginkan hidup bahagia."
"Semoga kedua orang tuaku bisa mengerti keadaanku. Aku tidak ingin terpuruk dan hanya bisa diam tanpa melakukan sesuatu."
Ara berjalan ke arah meja riasnya dan menarik cincin yang melingkar di jari manisnya selama ini.
"Kamu melepaskannya?" Tanya Dena saat melihat Adel. Melepaskan cincin yang melingkar di jari manisnya dan meletakkan cincin itu di atas meja.
"Iya. Buat apa cincin ini kalau diantara kami tidak ada rasa cinta? Semuanya akan sia-sia bukan?"
Ara terlihat sangat sedih. Wajahnya yang biasa Dena lihat sama sekali tidak nampak.
"Apartemen ini bersih juga ya?" Tanya Dena mengalihkan pembicaraan mereka.
"Iya. Dia adalah pria yang selalu mengutamakan kebersihan. Aku sendiri hanya memiliki kamar ini sebagai tempat aku melakukan semuanya. Mulai dari makan, nonton, belajar. Aku tidak bisa keluar dengan leluasa karena dia akan marah."
Dena yang hendak menyentuh barang yang menjadi pajangan di sana mengurungkan niatnya.
"Dia sampai seperti itu?"
"Heem." jawab Ara lemah.
Ara menarik kopernya dan bersiap untuk pergi tapi sebelum dia sampai di depan pintu, bunyi pintu yang terbuka masuk ke dalam telinganya.
"Kenapa dia sudah pulang? Biasanya di pulang malam. Sialan!"
Ara tidak sempat sembunyi dan tatapan tajam mata yang selama ini membuat Ara takut kembali terlihat.
"Mau kemana?" Tanya Jie Rui dingin.
"Aku... aku memilih menyerah dan pergi." Jawab Ara pelan. Ara tidak berani menatap Jie Rui, dia lebih memilih melihat sepasang sepatu yang dipakai pria itu.
Jie Rui menatap Ara semakin tajam. Dena yang juga berada di sana merasa semakin tidak nyaman dengan situasi ini.
"Ara, sebaiknya aku tunggu di luar. Sini kopernya, biar aku bawa."
Dena mengambil koper Ara dan menariknya keluar. Dia memberikan waktu untuk Ara dan Jie Rui untuk berbicara berdua.
Setelah bunyi pintu tertutup, Jie Rui kembali menatap Ara dengan tatapan tajam yang tidak dilihat oleh Ara karena Ara terlalu sibuk dengan isi kepalanya.
"Kamu sadar bukan dengan apa yang kamu lakukan ini? Kamu masih waras kan?" Tanya Jie Rui dingin.
Ara mendongak ke arah pria tampan di depannya. Mata tajam Jie Rui langsung mengintimidasinya saat itu juga sehingga membuat Ara meremas kedua tangannya untuk sedikit membebaskan ketakutannya.
"Aku tahu dan aku sadar sepenuhnya. Aku akan bicara dengan papa-mama nanti. Dan akan aku usahakan mereka mengerti." Jawab Ara lirih.
"Mengerti apa? Mengerti untuk menghancurkan semua bisnis keluarga kamu? Kalau memang itu yang kamu mengerti, silahkan kamu pergi dari sini."
"Kenapa sekarang kamu mengancam ku? Bukannya kamu sendiri yang ingin aku segera keluar dari rumah ini? Kamu jijik melihat aku!"
Ara menaikkan nada bicaranya. Ara tidak mengerti apa yang sedang ada di dalam pikiran Jie Rui. Pria itu selalu marah saat dia ada di rumah ini dan sekarang mengetahui Ara akan pergi, dia juga semakin marah.
"Aku tidak mengancam kamu tapi perjanjian kedua keluarga kamu masih mengingatnya bukan? Keluargamu akan hancur jika kamu membatalkan pertunangan ini."
"Sebenarnya mau kamu apa? Jangan membuat aku ragu dengan keputusanku. Apapun yang kamu katakan aku tidak akan pernah peduli. Dan ingat satu lagi, dengan aku keluar dari tempat ini kamu bisa membawa semua wanita mu ke sini, bukankah itu yang kamu inginkan selama ini?" Ucap Ara sambil menunjuk dada Jie Rui membuat pria itu melihat jari Ara yang kosong.
"Dimana cincin kamu?" Tanya Jie Rui sambil menarik tangan Ara.
"Aku melepasnya. Lepaskan tanganku!"
Ara berusaha melepaskan tarikan tangan Jie Rui tapi tenaganya sangat jauh jika dibandingkan pria itu.
"Kamu tidak berhak melepaskan cincin itu. Dimana cincin itu dan pakai sekarang juga!"
"AKU TIDAK MAU! KAMU PAKAI SAJA SENDIRI!"
Rahang Jie Rui mengeras. Kesabarannya terlihat mulai terkikis setelah berkali-kali Ara melawan ucapannya.
"Dimana cincin itu! Atau kamu aku ikat di dalam kamar seharian penuh?"
"Jangan mimpi! Aku bukan wanita yang sama sejak tadi pagi. Kamu sudah menghancurkan semuanya dan sekarang inilah aku. Jangan menarik tanganku dan memaksa aku jika kamu tidak ingin sesuatu terjadi dengan milik kamu itu." Ancam Ara sambil melirik aset berharga Jie Rui.
Pria itu melihat arah mata Ara melihat dan tertuju pada si kecil kebanggaannya membuat Jie Rui melepaskan genggamannya.
"Seperti ini kan lebih baik. Aduh, tanganku sakit sekali...."
Jie Rui melihat pergelangan tangan Ara dan pergelangan tangan itu tampak memerah.
"Kamu benar-benar pria gila! Menyesal aku menerima pertunangan ini. Sebaiknya kita pergi pada jalan kita masing-masing setelah ini, jangan urusi semua urusanku karena aku juga tidak akan mengurusi semua urusan kamu."
Jie Rui terpaku dengan kata-kata Ara. Wanita yang selama ini menjadi tunangannya itu berjalan keluar dan akan meninggalkan dirinya sendiri di apartemen.
Ara memilih segera keluar dari dalam apartemen sebelum pria itu sadar dari lamunannya karena Ara tidak mau Jie Rui kembali menghentikan semua niatnya.
Mendengar pintu yang tertutup tiba-tiba tubuh Jie Rui lemas. Reaksi tubuhnya benar-benar sangat cepat dan akhirnya dia ambruk di atas sofa.
"Dia pergi? Hah! Benar bukan tebakanku? Dia tidak akan sanggup jika aku terus bersikap seperti ini, caraku cukup manjur untuk mengusir wanita itu dari hidupku." Ucap Jie Rui senang tetapi tiba-tiba dia kembali diam.
Jie Rui merasa ada sesuatu yang salah dalam hidupnya setelah dia berada di dalam rumah sendirian.
"Kenapa rasanya ada yang aneh dengan rumah ini ya? Hawanya aneh, seperti ada sesuatu yang kurang."
Jie Rui masuk ke dalam kamarnya setelah dia pikir Ara tidak akan kembali lagi ke rumahnya, dan hatinya merasa tidak senang. Jie Rui tidak suka kalau Ara pergi dari rumah ini.
"Kenapa kepalaku berisi wanita sialan itu?" Tanya Jie Rui pada dirinya.
Jie Rui kembali mendudukkan tubuhnya setelah perasaan itu semakin terasa tidak nyaman.
"Sialan wanita itu! Lihat saja apa yang bisa aku lakukan setelah kamu keluar dari rumah ini. Jangan salahkan aku jika kamu menyesal setelah ini."