"Eh? Kirim naskah gue ke penerbit lain? Kenapa gue harus melakukan itu?" tanya Clara tidak mengerti.
"Gue tahu lo terpuruk karena gagal bertemu sama Editor lo, tapi lo jangan nyerah gitu aja," kata Maria.
"Hahaha ... Maria, lo kenapa dah? Lo sakit makan banyak makanan mewah tadi?" canda Clara.
"Apaan sih? Gue tuh peduli sama lo, lo kan gagal ke penerbit itu dan lo bisa kirim naskah lo ke penerbit lain. Gue cuma mau menghibur lo aja," kata Maria menjelaskannya lebih rinci lagi.
Namun semakin besar Clara tertawa, hal itu membuat Maria melihatnya heran. "Mariaaa, gue tuh belum gagal. Tadi gue telpon Editor gue dan dia bilang gue belum gagal, lagian naskah gue menarik buat dia jadi kalau hari ini kita gak ketemu, kita bisa janjian lagi di hari berikutnya," kata Clara menjelaskannya pada sahabatnya.
"Jadi, lo belum gagal? Lo masih bisa jadi penulis terkenal itu?" tanya Maria dan Clara mengangguk mengiyakannya. Gadis itu pun memeluk sahabatnya dan kembali memberi ucapan selamat. "Selama yaaa, ternyata lo masih memiliki kesempatan itu. Gue kira kesempatan lo benar-benar hilang."
"Habis dari lo pulang lo terlihat galau, jadinya gue khawatir banget sama lo," kata Maria mengatakan dirinya sangat mengkhawatirkan sahabatnya. Tapi sekarang ia sudah bisa menghela napas lega karena ternyata kesempatan Clara masih ada untuk mengejar impiannya menjadi seorang penulis terkenal. Ia merasa bersyukur untuk sahabatnya.
"Iya, sih. Gue juga awalnya berpikir seperti itu, tapi gue pikir-pikir lagi untuk sebuah kejelasan gue harus nelpon Editor gue. Tapi yaaa, keberuntungan berpihak ke gue, gue masih memiliki kesempatan itu," ucap Clara bersyukur, gadis itu memeluk sahabatnya dan Maria pun membalas pelukan tersebut.
Maria dan Clara berkenalan sejak dua tahun yang lalu. Keduanya sama-sama anak rantauan yang tinggal di sebuah rumah sewaan, Clara kuliah sementara Maria bekerja. Setelah lulus kuliah gadis itu pun mulai merintis karirnya untuk menjadi seorang penulis, namun ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. Membutuhkan kerja keras dan waktu untuk membuat mimpinya menjadi nyata. Walaupun begitu Clara tetap berusaha untuk meraih mimpinya itu.
Maria dua tahun lebih tua dari Clara. Dia bisa disebut sebagai wanita dewasa meskipun umurnya masih terbilang muda, umurnya dua puluh enam tahun dan belum menikah. Wanita itu sepertinya sudah ingin berada di janjang pernikahan namun kisah cintanya yang cukup kesulitan dalam hal kecocokan membuat gadis itu belum juga menemukan pujaan hatinya.
Keduanya saling mendukung, jika Clara kesulitan Maria selalu memberikan kalimat-kalimat dukungan untuk gadis itu dan begitu juga sebaliknya. Ketika Maria sedih karena masalah cintanya, Clara selalu ada di sampingnya untuk menenangkan gadis itu. Bahkan dirinya menjadi penampung curhatan-curhatannya, meskipun Clara tidak bisa memberi solusi apa pun, tapi mendengarkan ceritanya saja itu sudah cukup untuk Maria.
*****
Keesokan harinya, Clara bersiap-siap untuk bertemu dengan editornya. Kali ini ia harus berusaha sekeras mungkin agar tidak membatalkan pertemuan mereka, cukup kemarin saja kejadian itu terjadi.
Semuanya sudah siap, gadis itu melangkah keluar rumah kemudian mengunci pintu. Maria sudah berangkat kerja sedari jam tujuh dan dua jam kemudian dirinya yang berangkat. "Kali ini gue gak boleh ngecewain Editor gue lagi," kata Clara pada dirinya sendiri. Ia tidak mau Editornya kerepotan karena ulahnya.
Gadis itu mengeluarkan ponselnya dan membaca alamat yang dikirimkan oleh Editornya semalam. Perusahaa yang harus ia datangi cukup jauh dari rumah, namun untunglah daerah itu bisa ia kunjungi dengan menggunakan alat transportasi Bus. Kebetulan sekali tepat di jalan raya depan gang rumahnya ada Halte Bus di sana.
Ia pun melangkah menuju Halte dan menunggu Bus. Hanya membutuhkan lima belas menit untuk menunggu Bus datang, gadis itu naik dan membayar uang transportasi. Bus di jam segini cukup sepi karena sudah melewati jam keberangkatan pekerja dan siswa, jadi Clara bisa memilih untuk duduk di bangku mana pun dan gadis itu memilih kursi yang dekat dengan pintu keluar.
Sesampainya di tempat tujuan, Clara turun dari Bus. Penerbit yang akan ia datangi berada di ujung jalan itu artinya ia harus berjalan kaki kembali selama sepuluh menit.
Setelah sampai, gadis itu tercengang dengan gedung yang ada di hadapannya.
"Wooow, ternyata ini adalah gedung Penerbit!" seru Clara terpukau dengan Gedung di depannya.
Clara menghela napas panjang kemudian menghembuskannya secara perlahan, gadis itu mempersiapkan diri.
"Oke, siap gak siap gue harus siap!" tegas gadis itu merapihkan penampilannya. Gadis itu melangkah masuk ke dalam gedung untuk menemui Editorya.
Ia bertanya kepada reseptionist di mana ruangan Editornya sang reseptionist mengatakan bahwa Editornya itu sedang berada di luar ruangan, laki-laki itu uga meninggalkan pesan pada gadis tersebut untuk menunggunya di ruangan tunggu penulis Newbie.
"Mba Clara, Editor Mba bilang untuk menunggu di ruangan penulis. Ruangan tersebut ada di lanti lima, silakan," ucap sang reseptionist memberitahu Clara ke mana dia akan pergi. Gadis itu mengangguk mengiykan ucapannya kemudian pergi dari sana.
Yang Clara tahu ruangan tempat ia menunggu berada di lantai lima. Gadis itu pun melangkahkan kakinya menuju lift dan menunggu salah satu dari dua pintu lift itu terbuka. Selagi menunggu, dirinya masih mempersiapkan diri untuk bertemu dengan editornya. Huh, pokoknya gue gak boleh melakukan kesalahan lagi," ucap gadis itu pada dirinya sendiri.
Ting. Pintu lift terbuka, Clara hendak masuk ke dalam tapi gadis itu terkejut melihat siapa yang ada di dalam sana. Kedua matanya terbuka lebar, tubuhnya seperti tidak dapat bergerak ketika orang tersebu berada di hadapannya. Orang itu adalah ... Juan. Pria yang ia temui kemarin, di mana dirinya menabrak laki-laki itu hingga ponselnya terjatuh dan rusak. Dia meminta ganti rugi dengan cara yang berbeda, yakni menjadikannya seorang kekasih untuk menghindari pertunangannya.
Tapi, secara tidak sengaja pria itu ada di hadapnnya.
"P—Pa .. Pak Juan?" ucap Clara terkejut dengan keberadaan pria itu di depannya.
"Pak Juan kenapa ada di sini?" tanya gadis itu masih tidak percaya dengan kehadirannya yang tiba-tiba.
Karena Clara tidak masuk juga, pintu lift pun menutup kembali tapi Juan menagannya dan berkata pada Clara, "Kamu mau masuk atau enggak?"
Clara tersadar dan menjawab pertanyaan pria itu dengan anggukan. Kemudian masuk ke dalam lift, gadis itu berdiri berdampingan dengan Juan. Matanya sempat melirik ke arah pria itu namun ketika Juan membalas tatapannya gadis itu membuang pandangannya.
Seketika hening, Clara merasa canggung dan tidak bisa berkata apa-apa pada pria itu. Ia masih shok dengan pertemuan yang tiba-tiba ini. Namun, agar semua terlihat jelas ia harus menanyakan kenapa pria itu berada di tempat yang sama dengan dirinya. Duuuh, gimana nih? Tanya gak ya?