Di taman itu aku bermain dengan tiga ekor kucing yang bulunya bagus-bagus. Ada seekor bayi jantan berwarna orange, berumur tiga bulan yang nakalnya luar biasa. Si bayi berjenis ras minecoon itu memang mungil saat ini, tetapi begitu dewasa tubuhnya akan sangat besar! Bahkan lebih besar dari tubuh kucingku yang terhitung berukuran kecil.
Kucing lainnya adalah seekor betina yang sangat cantik dan anggun belang tiga ras anggora. Umurnya baru tiga belas bulan, seekor remaja betina yang pasti jadi dambaan para kucing jantan. Gerakan tubuh dan lambaian bulu ekornya luar biasa anggun.
Kalian tahu, si betina remaja belang tiga yang bernama Queen itu sepertinya sangat tertarik padaku. Ah... maksudku Shiro. Queen selalu menempel padaku walau ada seekor kucing lainnya. Ya, karena kucing yang seekor lagi itu adalah Mr. Grey, kucing jantan british shorthair warna abu-abu, berbadan tinggi dan gemuk. Lebih gagah dalam segala hal dari tubuh kucing yang aku diami.
Shiro adalah kucing jantan albino, sudah pasti bulunya putih semua dan bermata merah. Tapi secara keseluruhan Shiro sangat biasa saja walau wajahnya begitu ganteng kata Karin. Shiro adalah kucing dari ras lokal sebuah negara kepulauan yang amat subur dengan beragam suku dan bahasanya, yang kata Karin namanya Indonesia. Kucing dari ras lokal dari negara itu bertubuh kecil, bulu pendek dengan berat rata-rata jantan lima kilo dan betina tiga kilo. Bisa dibayangkan betapa kecilnya tubuh Shiro dibanding Mr. Grey bertubuh tinggi dan gemuk atau Queen yang tinggi dan montok itu. Hanya separonya dari dua kucing itu.
[Kenapa kamu terus mendekatiku?] ucapku pada Queen, si betina anggun belang tiga yang suka mengusapkan kepalanya pada kepalaku.
[Kitakan memang biasanya begini. Ada apa denganmu yang jadi bertingkah aneh?]
[Bukannya ada Mr. Grey yang lebih gagah! Kenapa kamu tak sama dia saja?]
Queen melirik Mr. Grey yang sedang makan bersama si bayi minecoon. [Si gendut pemalas dan hobi makan itu dari mana gagahnya?]
[Bukankah dia idola para human? Kenapa kamu tak suka sepertinya?]
[Oh... ayolah Shiro.] Queen berguling di hadapanku, memperlihatkan perutnya yang indah dan menggoda bagi setiap manusia untuk diusap. Dalam posisi seperti itu Queen bicara padaku. [Dia itu hanya jadi bahan cemoohan para human. Aku lebih suka yang hanya sedikit berisi sepertimu!]
[Terima kasih Queen. Aku hargai pujianmu!]
Queen tersenyum lebar, ia lalu merubah posisinya menjadi berbaring. [Hei Shiro, ada sesuatu yang aneh terjadi pada humanku?]
[Humanmu? Kenapa dia?] aku duduk karena jadi mau tahu.
[Sudah berapa hari ini dia bertingkah aneh.]
Aku memperhatikan human pemilik Queen, ia adalah seorang perempuan muda yang bertubuh mungil rambut yang pirang panjang dengan mata berwarna coklat. Oh... sungguh cantik dan tampak seperti boneka. [Bertingkah aneh seperti apa maksudmu?]
[Aku sering melihat seorang laki-laki yang lebih muda dari Carol masuk ke apartemennya sejak seminggu yang lalu.]
[Terus?]
[Si pirang itu terkadang tertawa, kadang menangis. Entahlah bagaimana mengatakannya. Kamu harus melihatnya sendiri. Apa kamu bisa menolongku agar si pirang itu kembali seperti dulu?]
[Apa yang bisa dilakukan seekor kucing jantan albino sepertiku ini?]
Queen menertawakan diriku karena aku mengatakan diriku hanya seekor kucing. [Jangan bercanda. Aku tahu dari baumu kalau kamu itu juga manusia dan bukanya kucing! Penciuman kucing jauh lebih bisa diandalkan untuk mengenali bedanya setiap makhluk hidup!]
Aku menghela nafas. [Baiklah Queen cantik. Jiwaku memanglah manusia, tapi tubuh ini tetap tubuh kucing. Aku memang bisa membantu jika memiliki tubuh manusia, tapi sekarang ini tubuh yang aku miliki adalah tubuh Shiro, Pacarmu!]
Mendengar ucapanku, Queen menepuk manja kepalaku dan wajahnya terlihat tersenyum malu-malu [Ya, aku suka dia. Kenapa? Tidak boleh memangnya? Kalau Shiro biasanya akan segera membantuku sebisa mungkin walau dia hanya seekor kucing jantan yang polos dan baik! Tidak seperti kamu, manusia punya kemampuan sihir, tapi pelit membantu sesama kucing lainnya yang sedang membutuhkan bantuan!]
[Iya iya, baiklah. Akan aku bantu. Kamu tinggal di mana?]
Queen tersenyum manis lagi, memamerkan kecantikan dirinya. [Di apartemen yang sama, lantai 8 nomor 102.]
***
Sesuai janjiku pada Queen kemarin. Aku mendatangi apartemen Carol. Aku masuk melalui sebuah pintu kecil yang disediakan khusus di pintu masuk oleh si Carol agar Queen bisa keluar masuk apartemennya dengan bebas.
Ketika baru memasuki apartemen Carol, aku melihat Queen yang telah menunggu kedatangannku dengan tiduran di lorong masuk.
[Shiro! Akhirnya kamu datang juga!] Queen cantik melompat menghampiriku.
[Tentu saja aku datang walau aku tidak tahu bagaimana cara membantu Carol.]
[Kamu datang saja, sudah bagus sekali! Ayo masuk, Carol pasti senang melihatmu.]
[Baiklah.] Kami masuk dengan berjalan beriringan dengan Queen yang setiap sebentar mengusapkan kepalanya kepadaku. Ow... kucing betina yang manja.
Sesampainya di ruang keluarga apartemen yang sepi, aku melihat Carol sedang tidur dalam posisi telungkup di sofa dengan seorang laki-laki yang lebih muda duduk di pinggir tempat tidur dan tengah memijit pundak Carol.
[Itu lelaki yang kamu maksud?]
[Iya. Lihat saja sebentar lagi dia akan berteriak!]
Persis seperti yang baru diucapkan Queen, si Carol memang berteriak histeris hingga membuat kami terkejut.
"Adudududuu... jangan kuat-kuat mijitnya!"
Si lelaki menghela nafas. "Mana ada yang dipijat itu enak awalnya! Apalagi ini keseleo di bahu akibat kebodohan kakak sampai terpeleset di kamar mandi!"
Aku melihat pada Queen dengan menghela nafas. [Sepertinya tidak apa-apa. Mereka hanya melakukan apa itu namanya, pijat tadi kata si lelaki?]
[Iya.] Ucap Queen dengan polosnya. Dasar kucing, tidakkah dia tahu bedanya terjadi sesuatu atau tidak pada pemiliknya.
[Harusnya kamu tahu yang terjadi itu berbahaya atau tidak?]
Queen tampak manyun. [Aku kan hanya seekor kucing, mana tahu tindakan yang berbahaya atau tidak. Kita kan biasa berjalan-jalan di pinggir pagar pembatas atau di tempat ketinggian! Biasa saja!]
Aku menghela nafas. Tampkanya aku yang belum terbiasa menjadi kucing mendengar perkataannya tadi. Aku belum pernah berjalan di pinggir pagar pembatas atau tempat ketinggian. Dan itu bukan hal yang biasa bagiku.
Ketika aku akan berpaling untuk pulang, si Carol melihatku.
"Ah... ada Shiro! Jo, bawa si ganteng pacarnya Queen itu ke sini!" si Carol memerintah lelaki muda yang kemungkinan itu adalah adiknya.
"Kucing putih." Ucapnya ketika melihatku sebelum mengikuti perkataan Carol. Si lelaki muda mendekatiku. "Jangan marah, aku hanya diperintah kakakku!"
Aku terpaksa membiarkan adik si Carol mengangkat tubuhku dengan ke dua tangannya. Tangan kanannya memegang dada dan tangan kirinya menahan bokongku lalu memberikan kepada Carol yang baru saja duduk.
"Uh... ganteng sekali!" seru si Carol memeluk dan menciumku. Ketika si Carol memelukku dan diperhatikan Queen, aku merasakan ada sesuatu yang aneh dan bau yang aneh dari tubuh Carol. "Queen sayang, kemari sayang!" Carol menepuk sofa di sampingnya.
Queen mengikuti panggilannya dan begitu Queen duduk, aku pun didudukkan bersama Queen.