Chereads / MARRIED TO MR. TORDOFF / Chapter 32 - SEBUAH PAKET

Chapter 32 - SEBUAH PAKET

"Kau ikut denganku hari ini, tidak perlu bekerja," ucap Rebecca, ibu dari Theodore, kepada Aileen ketika dia tengah bersiap- siap untuk pergi kerja, walaupun dengan kaki yang dibalut dengan perban.

Aileen lebih memilih untuk berada di ruangan kantornya, membenamkan diri di balik tumpukan pekerjaan, daripada harus berada di rumah bersama dengan Rebecca.

"Kenapa?" Aileen tidak senang dengan cara Rebecca memanggilnya. Mood- nya sekarang sedang tidak baik.

Pagi ini Aileen dan Theodore bertengkar lagi.

Sebenarnya Theodore berniat baik, pria itu meminta Aileen untuk berada di rumah dan memeriksakan kandungannya ke dokter setelah melihat perban yang membalut pergelangan kaki Aileen dan mendengar kabar kalau dirinya baru saja terjatuh dari tangga.

Tapi, Aileen merasa kalau dia akan menjadi gila dan tidak akan mampu bersikap dengan lebih tenang kalau dirinya harus bersama dengan Rebecca seharian.

"Theodore bilang kau terjatuh dari tangga, jadi aku ingin kita ke rumah sakit untuk memeriksakan kandunganmu, jangan sampai terjadi sesuatu yang buruk pada cucuku karena kecerobohanmu itu," Rebecca mendengus dengan sebal karena Aileen terlalu banyak bertanya.

"Aku sudah ke rumah sakit dan kandunganku baik- baik saja," jawab Aileen dengan tidak ramah. Kekesalan tercekat di tenggorokkannya. Dia merasa kalau dirinya harus bertengkar dengan Rebecca juga pagi ini, maka dia akan benar- benar kehilangan kendali.

Maka dari itu, sebisa mungkin Aileen mempercepat pulasan make- up di wajahnya agar dia bisa segera melarikan diri dari sana.

Hanya saja, Rebecca tidak lantas mundur setelah mendengar penolakan Aileen, justru dia menjadi berang.

"Kau itu benar- benar tidak tahu diri!" hardiknya dengan keras dan membuat Aileen berhenti memulas bibirnya dengan lipstick. Dia menoleh, menunggu apa kata- kata yang akan Rebecca keluarkan untuknya. "Kau tahu kalau Theodore memberikanmu perhatian, tapi kau justru mengabaikannya begitu saja. kau anggap apa suamimu itu?!"

Sebuah senyum sinis tersungging samar di sudut bibir Aileen ketika mendengar kata 'perhatian' dan Theodore berada dalam satu kalimat yang sama.

Aileen bahkan lupa kapan terakhir kali Theodore menunjukkn rasa khawatirnya padanya. Maka dari itu, kata- kata Rebecca terdengar sangat lucu ditelinganya.

"Apa Theo baru saja memberitahu ibu mengenai penolakanku?" tanya Aileen dengan ringan. Suaranya terdengar stabil, terlepas dari kemarahan yang menggulung di dadanya.

"Iya!" Rebecca berjalan maju, seolah menantang Aileen untuk protes mengenai hal ini. "Kau seharusnya lebih tahu diri! Theo sudah sangat lelah mengurusi pekerjaannya di perusahaan, tapi sekarang kau justru menambah beban pikirannya…"

"Tidak perlu khawatir, aku yakin Theo bahkan tidak akan memikirkan hal ini sama sekali." Untuk yang satu ini, Aileen cukup yakin. Theodore hanya ingin membawa Hailee ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungannya, karena rasa curiga yang masih ada di dalam dirinya mengenai kehamilan ini.

Ini juga alasan mengapa Aileen ingin segera 'menyingkirkan' kehamilannya. Ada beberapa orang yang mulai curiga.

Ini sudah hari ke empat sejak Aileen menjatuhkan dirinya dari tangga dan di dua hari pertama tidak ada yang menyadarinya sampai Theodore pulang dari perjalanan bisnisnya dan melihat kaki Aileen yang diperban.

Dan sejak dari kemarin pria ini bersikeras membawanya ke rumah sakit dengan alasan dirinya khawatir pada bayi mereka, walaupun Aileen sudah mengatakan kalau dia sudah memeriksanya sendiri.

Hell! Siapa yang tidak tahu apa yang sebenarnya ada di dalam kepala pria itu? Karena biar bagaimanapun juga, pernah di suatu masa Aileen mampu mengendalikan Theodore, seperti sebuah boneka.

Sementara itu, Rebecca sama sekali tidak peduli pada Aileen, sebisa mungkin mereka tidak bertemu dengan satu sama lain.

"Aileen!" Rebecca kembali menghardik Aileen atas kata- katanya, kalau saja dia tidak memikirkan bayi di dalam kandungan Aileen, maka sudah bisa dipastikan dirinya sudah menyeberangi ruang kamar ini dan menampar wanita yang tidak tahu diuntung tersebut. "Jaga kata- katamu! Berani benar kau bicara seperti itu."

"Maaf bu, tapi untuk saat ini aku harus ke kantor, ada beberapa dokumen penting yang harus ditanda tangani." Aileen tidak lagi ingin menyelesaikan make- upnya karena dia lebih memilih untuk pergi dari sana sesegera mungkin, sebelum dirinya menyesali apa yang akan dia lakukan atau katakan.

"Kau benar- benar tidak tahu berterimakasih." Rebecca memasang wajah angkuh ketika Aileen berjalan di hadapannya dengan sedikit terseok. "Kalau bukan karena anak yang kau kandung adalah darah daging Gevano, jangan harap kau bisa masuk ke dalam rumah ini dan menikmati statusmu sebagai istri dari Theodore."

Aileen berhenti melangkah untuk sesaat, menarik nafasnya sambil mengepalkan tangannya di sisi tubuhnya, kemudian berniat untuk pergi dan tidak menanggapi, tapi Rebecca kembali bicara.

"Aku berharap Theodore bisa sadar lebih cepat dari pengaruhmu sehingga aku bisa mendapatkan Hailee sebagai menantuku ketimbang dirimu," ucap Rebecca dengan nada menyesal.

Habis sudah kesabaran Aileen dalam menghadapi sikap Rebecca yang di nilainya telah melampaui batas. Bukan hanya itu saja, tekanan yang Aileen terima akhir- akhir ini begitu besar, hingga dirinya kesulitan untuk mempertahankan kendalinya bila terus diprovokasi.

"Menikmati statusku?" Aileen membalik tubuhnya sambil memicingkan matanya dengan berbahaya pada Rebecca. "Di bagian mananya kau melihat aku menikmati hidupku di sini sejak aku menginjakkan kakiku di rumah ini? Aku tidak akan pernah menikmati apapun selama kau masih ada di rumah ini. Jangan berpikir terlalu tinggi."

Aileen tidak menyadari apa yang baru saja dia katakan sampai dia melihat ekspresi terkejut dari Rebecca di hadapannya.

Well, dia tidak menyesal, rasanya cukup menyenangkan untuk mengeluarkan sedikit kemarahannya pada wanita paruh baya ini.

Setelah mengatakan hal tersebut, Aileen kembali berjalan, meninggalkan Rebecca yang tampaknya masih belum dapat menemukan kata- kata untuk dapat membalasnya karena rasa shock yang masih dia alami.

Rebecca baru tersadar dari rasa terkejutnya ketika seorang pelayan membawakan sebuah paket berwarna cokelat padanya dan kemudian pergi setelah Rebecca menerima paket tersebut.

Alis Rebecca sedikit berkerut ketika dia melihat nama pengirim dari paket tersebut. "Hailee?" gumamnya. Apa yang dikirimkan olehnya?