Chereads / My Husband is not Gay / Chapter 22 - Pelukan Pertama

Chapter 22 - Pelukan Pertama

"Tya, bangun."

"Tya. Kamu bilang harus mengedit konten bukan?"

"Tya."

Panggilan namanya yang masuk kedalam bawah alam sadar Tya secara bertubi-tubi itu perlahan menariknya ke alam sadar. Tya membuka mata lalu memicing beberapa saat.

"Kamu cuci muka dulu sana,"

Mata Tya seketika membelak saat ingatan yang di bawanya ke dalam tidur kembali. Laptopnya!

"Antonio, laptop aku!" Tya memekik dan langsung duduk tegap mencari-cari benda kesayangannya yang terakhir kali di bongkar Antoni.

Pupil matanya menangkap benda itu tergeletak di atas meja. Dalam kondisi yang utuh. Apa dia barusan bermimpi Antonio membongkarnya?

"Kamu bilang ada yang harus di kerjakan bukan. Sebaiknya kerjakan sekarang. Ini sudah pukul 2 pagi."

Kerjakan?

Astaga!

Kontennya?!

Dengan cepat Tya menarik Laptopnya. Membuka file demi file yang masih lengkap dalam data komputer.

Antonio yang melihat Tya sudah fokus dengan layar monitor laptop itu, memilih mengundurkan diri untuk tidur. Dirinya belum tidur sama sekali.

****

Pagi harinya, mungkin bisa di bilang pagi buta. Antonio terbangun karena bau masakan. Kali pertama dalam hidupnya bangun oleh aroma masakan khas rumahan.

Sambil mengucek mata, ia berjalan ke dapur. Bak bayi besar yang bangun langsung mencari ibunya.

Begitu Antonio berdiri di pintu penghubung kedapur, ia melihat Tya di sana sedang menata meja makan.

Aneh, waktu itu dia merasa Tya seperti seorang ibu padanya. Tapi sekarang, Antonio malah merasa Tya istrinya. Memang, Tya secara sah istrinya. Tapi, itu sungguh sesuatu yang menakjubkan yang ia rasakan begitu melihat sosok cantik di sana.

Tya tidak mengenakan gaun seksi yang membentuk tubuh kecilnya. Tak juga memakai riasan mencolok yang membuatnya menggoda. Justru gadis itu cuma pakai baju tidur dengan celana panjang dan atasan baju berlengan pendek.

Tapi Tya sudah terlihat menakjubkan di matanya.

Hey! Ayolah! Jangan memikirkan hal yang tidak-tidak begitu. Tya bukan tipe-mu!

Tanpa kata Antonio ke dapur dan mencuci muka di wastafel dapur. Ia kembali ke meja makan yang mana Tya ada di sana.

"Tumben bangun pagi," komentar Tya setengah meledek.

Antonio berjalan tak peduli mengarah padanya.

"Suara masakmu mengangguku," ujar Antonio berkilah. Sesungguhnya ia tak dengar alat masak berdenting. Ia hanya bangun tiba-tiba mencium aroma harum masakan. Lalu perutnya jadi berontak minta di isi.

Bibir Tya mencibir kecil. "Kemarin-kemarin aku teriak di depan kamar kamu tidak bangun-bangun," sindir Tya.

Antonio lebih memilih tidak membahas itu. Ia langsung menyeruput air putih di atas meja sana.

Sebagai seorang istri yang baik. Yah,, meskipun tidak pernah di perlakukan sebagai seorang istri seutuhnya, Tya tetap mengambilkan Antonio nasi, dan menyuruh pria itu memilih lauk mana yang dia mau. Untuk satu bulan kedepan, bahan masakan di rumah ini cukup, bahkan sangat cukup. Jadi mereka tidak perlu berhemat untuk sementara waktu.

Lagi pula, Tya memilih akan memakai debit yang di berikan padanya untuk mengisi lemari persediaan dan kulkas. Toh juga, ini untuk keperluan makan anak tuan Dennis yang manja ini.

"Oh ya, ngomong-ngomong, aku mau bilang makasih ya soal laptop tadi malam."

Tya sudah menyadari memang Antonio yang memperbaiki laptopnya. Sebab, sandi-sandi laptopnya yang tiba-tiba berubah. Dan note yang Antonio tinggalkan menjawab keheranan Tya. Note berisi sandi baru buatan pria itu untuk laptopnya.

"Makasih itu setidaknya harus berbentuk barang atau pertukaran yang berharga."

Pertukaran yang berharga?

Maksud Antonio dia ingin uang?

"Jadi aku harus bayar?" tanya Tya.

Pria itu menoleh padanya, lalu menggeleng. Makin membuat Tya bingung.

"Terus?"

Bukannya menjawab keheranan Tya, pria itu masih asik saja makan tak peduli tatapan bingung plus penasaran Tya.

Sampai piring makannya kosong, ia meneguk air putih yang banyak dan mengusap bibirnya dengan tissue.

"Kamu mau bilang terima kasih tidak atau tidak?" tanya Antonio sembari melirik Tya

"Ya mau. Tapi kamunya mau gimana? Mau di bayar atau di gimanain?"

"Kamu gak perlu gimana-gimana."

"Hah???"

Sungguh, apa maksudnya!

Antonio bangkit dari duduknya, berkitar ke belakang Tya. Lalu dua tangannya memeluk Tya hingga mengunci rapat tubuhnya.

Tya hendak memekik, tapi entah karena apa lidahnya terasa kelu hingga tak mengeluarkan suara apa-apa.

"Diam gini, sebentar saja," bisik Antonio tepat di samping telinga Tya.

Jujur, sebenarnya Tya tidak faham apa maksud Antonio. Dan kenapa juga harus memeluknya begini.

****

Jangan tanya kenapa Antonio melakukan ini. Ia sendiri tak mengerti kenapa tiba-tiba Ingin melakukan ini.

"Kau sangat enak di peluk Ty."

Mata Tya melotot di bisik tepat di daun telinganya. Bibir pria itu menyentuh daun telinganya, hingga menimbulkan debar Desti tak tentu dalam hatinya.

"Antoni, kamu kenapa?" tanya Tya gugup dalam pelukan Antonio

"Aku rasa Tya. Aku..., perlu menyalurkan kebutuhanku,"

Apanya?

Cepat-cepat Tya menepis tangan Antonio saat dua tangannya yang mengunci rapat dirinya itu melemah. Tya beringsut menjauh. Kesembrang meja yang menjadi pembatas bagi mereka berdua.

"Antoni, aku...."

Tya tidak tau apa yang harus dia katakan. Ia sudah cukup dewasa untuk mengerti makna kalimat Antonio. Bahkan ia bisa merasakan pelukan Antonio terkesan ingin memancing dirinya.

"Maaf."

Dia mau kemana?

Antonio yang terdiam karena Tya yang spontan menolak keinginannya, membuat pria itu pergi dengan kata maaf.

Seketika hati Tya pilu. Entah kenapa dirinya merasa bersalah pada pria itu. Seharusnya dia memang tidak bertindak seperti tadi. Antonio memang berhak tapi...., Tya benar-benar tidak siap.

Tya duduk di kursi meja makan itu sambil terus teringat kejadian mereka tadi. Dan ucapan-ucapan Antonio tepat di daun telinganya.

Masih bisa di rasakannya gelenyar seperti aliran listrik yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Rasa apa ini? Kenapa tidak bisa pergi dari tubuhnya?

Lama Tya duduk di sana dengan berbagai macam pikiran

"Kamu mau kemana?" Tya spontan bangkit saya melihat Antonio yang ternyata sudah bertukar pakaian. Pria itu cukup rapi.

"Aku mau mengambil uang dari debitmu. Aku pinjam itu dulu," ucap Antonio bernada dingin.

Tya mengangguk kecil merasakan kegugupan, dan sepertinya mereka berdua jadi sama-sama grogi.

Ia mengambilnya debit ke dalam kamar dan memberikan pada Antonio.

"Aku pinjam sebentar," ujarnya lalu pergi keluar apartement.

****

Tya mengirim konten yang ia buat dadakan tadi malam. Lalu memeriksa laptopnya setelah kerusakan tak di sengaja. Ada beberapa file yang terhapus ternyata. Dan untungnya beberapa itu tidak berguna. Hanya sampah yang mengotori laptopnya. Pantas barang kesayangannya ini mati. Terlalu banyak virus di dalamnya.

Beberapa lama Tya mengamati laptop itu. Ini semua tampak jauh lebih bagus. Dan ini kerena Antonio memperbaikinya?

Hebat!

Tya tak menyangka Antonio sebegitu berbakat pada pekerjaan seperti ini. Bukan kah ini berhubuydengan IT juga?

Rupanya otak pria itu mengarah pada mesin. Kenapa Antonio tak bekerja yang berhubungan dengan hal sepenting ini saja?

Bersambung....