Tya di bopong Antoni ke kamar gadis itu. Merebahkannya dengan pelan di ranjang. Kecupan kecil Antonio pada kening Tya. Juga senyum tipis dengan mata berkabutnya.
Berkabut oleh hasrat yang sudah lama pria ini ingin salurkan.
"Kau sungguh cantik, Tya," bisik Antonio.
Entah kemana ia beberapa hari ini. Kenapa baru sekarang ia bisa menyadari, betapa cantik gadis di depannya ini.
Ia berdiri, mengambil posisi di atas Tya.
Antonio rasa ia sungguh buta beberapa waktu ini. Kenapa ia tidak bisa lihat betapa cantik dan seksinya Tya. Apa ia benar-benar harus menyatukan mereka pagi ini?
"Kurasa kau harus terbiasa dengan ini, Tya," gumam Antonio sembari menikmati pemandangan indah tubuh Tya Yang ada di bawahnya. Masih berpakaian lengkap, tapi sungguh membuat hasrat Antonio terbakar.
Pria itu membuka satu persatu kancing baju yang tadi malam sudah pernah di lihatnya. Bahkan untuk ia lihat kedua kalinya, tubuh Tya masih begitu menawan.
Tanpa meminta izin lagi, Antonio melahap dua gundukan itu dengan rakus.
Tya menggigit bibir bawahnya menahan sesuatu yang begitu saja menjalar keseluruh tubuhnya. Ia menggelinjang di bawah Antoni yang memainkan dua benda sensitif Tya.
"Mengerang, Tya. Sebut namaku," bisik Antonio seraya berpindah lagi leher Tya.
Kecupan demi kecupan di leher Tya. Spontan membuatnya tak bisa menahan lagi.
"Antoni... Ah... Sss.... Antoni...."
"Iya, Sayang. Begitu. Sebut namaku dengan bibir seksi kamu..."
Antonio terus memberikan kecupan. Membuat sang istri tak bisa lagi merasakan malu untuk tidak mengerang. Ia sungguh membuat Tya melepas semua hasrat terpendam. Yang baru sekarang ini ia rasakan.
"Bagaimana, Sayang?"
Antonio menghentikan kegiatannya. Melihat wajah Tya yang ikut berkabut karena hasrat. Tatapan gadis itu, seolah protes kenapa ia menghentikan permainannya. Seolah mendesak ingin dituntaskan.
Tapi, Antonio ingin sebuah pengakuan dari bibir Tya.
"Kau menyukainya, Hem?" Satu kecupan di bibir Tya.
"Kau suka bukan, Sayang?"
Antonio tiba-tiba melepas diri dari atas Tya. Ia membuka bajunya, beserta celana pendek pria itu. Dengan gerakan pelan memperlihatkan isi yang ada di dalamnya.
Pria itu membantu Tya duduk bersandar di kepala ranjang. Ia tersenyum simpul. Sementara Tya mencoba melihat kearah lain.
"Bagaimana milikku, Tya?" tanya Antonio berhasil membuat Tya membelakkan mata.
Pria itu terkekeh geli, apalagi melihat wajah malu dengan semu merah itu.
Biasanya, wanita yang tidur dengannya akan bilang kalau miliknya ini sungguh besar dan perkasa. Tapi Antonio tau, Tya terlalu ja'im untuk itu. Bahkan gadis itu tak berani menatap miliknya.
Tapi akan Antonio pastikan Tya menyukai miliknya ini. Bahkan akan dia pasti Tya menyukai miliknya, hingga gadis ini akan selalu memuja juniornya.
"Kau mau memegangnya?"pertanyaan Antonio disertai tangan Tya yang diraihnya dan di tempelkan pada benda itu. "Kau akan merasa takjub, Tya."
Entah itu perasaan takjub atau apa. Tya merasa ini pertama kali dirinya memegang milik lawan jenisnya. Dan Tya tak pernah membayangkan milik Antonio lah yang pertama kali di pegang nya.
"Jangan takut, Sayang. Pegang dan lihatlah."
Antonio meyakinkan Tya yang masih ragu. "Jangan malu padaku."
Dan benar, dengan dorongan dan paksaan kecil Antonio, Tya mulai berani memegang benda itu. Ia juga sudah berani menggerakkan tangannya pada benda itu.
Tentu saja Antonio senang. Hal ini yang ia dambakan.
Pria itu bahkan mengerang dan merasa ingin lebih dari ini.
Tapi sapaan kecil hatinya membuat pria itu seolah menekan jauh perasaan yang ingin lebih.
Dirinya hanya menyuruh Tya mengecup miliknya dan membantunya keluar.
Tapi sebelum itu, ia memberikan Tya juga sesuatu yang sepertinya belum pernah Tya rasakan.
Di baringkannya lagi Tya. Ia mengambil posisi di antara dua kaki Tya.
Meski sepertinya Tya keberatan dan malu setengah mati, tapi dia penasaran juga apa mau Antonio.
Hingga pria itu, dengan lihainya bermain di sana. dengan lidahnya yang begitu pandai mengetahui titik lemah wanita. Membuat Tya, tak bisa lagi berkata apa-apa selain meracau tak jelas dengan sesuatu dalam tubuhnya. Sesuatu yang sepertinya ingin meledak.
Bahkan di saat pria itu seolah menyedot miliknya, Tya tak bisa untuk tidak berteriak dan meledakkan sesuatu itu. Membuat tubuhnya lunglai hingga ia lemas.
Antonio bangkit dari posisinya. Tersenyum puas melihat Tya yang sudah ia taklukan.
Pria itu melingkupi pipi Tya dengan tangannya. Mengecup dahi Tya penuh sayang. Membiarkan gadis itu beristirahat dan menikmati apa yang barusan di rasakannya untuk pertama kali.
Antonio tau, Tya pasti gadis perawan. Dirinya bisa rasakan gerakan kikuk Tya. Yang seharusnya membuat dirinya bosan, tapi justru membuatnya makin berhasrat pada Tya.
"Kenapa?" tanya Antonio pada saat Tya menatapnya lama. Ia mendekatkan wajah pada Tya. Menyentil hidung Tya dengan hidungnya.
"Sudah selesai?" tanya Tya.
"Belum. Kau tau seharusnya sampai mana?"
Tya yang diam tak bergeming dengan ucapan Antonio seketika membuat pria itu terkekeh geli.
"Kita seharusnya saling menyatukan. Tapi kurasa, untuk sekarang kita cukup saling memuaskan saja."
Antonio tak ingin Tya menyesal menyerahkan diri padanya. Ia ingin melihat dulu sampai mana mereka bisa bertahan dengan pernikahan ini. Bila mana harus berpisah, maka Tya tidak akan kehilangan hal berharga dalam hidupnya.
"Oh, jadi, kita sudah selesai?" tanya Tya lagi.
"Balum, Sayang." Senyum Antonio mengembang lebar. "Seperti yang kau rasakan tadi, aku belum merasakannya. Kau tau, milikku masih berdiri dan kau harus bisa membuatnya lembek kembali."
Dengan ucapan Antonio tadi, menimbulkan tanda tanya, yang sungguh Tya membayangkan kemana-mana.
Pria itu bangkit. "Kuharap kau tidak keberatan memuaskan aku dengan bibirmu."
"Aku..."
"Kau keberatan?"
Tya terkesiap ketika milik Antonio sudah berdiri tegak di depan matanya. Sesungguhnya Tya tidak keberatan. Tapi, hanya saja dia merasa cukup takut, grogi, dan sepertinya ia akan ragu melakukan itu.
"Aku.... Aku...." Bagaimana menyampaikan pada Antonio kalau dirinya masih belum terbiasa dengan hal ini.
"Aku akan ajarkan."
Seolah paham apa yang Tya pikirkan, pria itu menuntun Tya memegangi miliknya dengan lembut, dituntun pria itu.
Posisi Tya masih berbaring dan tangannya terangkat dua-duanya mengelus benda itu.
Antonio menuntunnya Tya untuk duduk bersandar, hingga posisi kepalanya tepat dengan miliknya Antonio.
"Hisap dengan bibir kamu, Sayang. Aku sudah tidak tahan."
Ini terlalu cepat. Tya bahkan belum terbiasa bermain dengan tangan. Tapi, Antonio terlihat tidak bisa menahan terlalu lama. Ty mencoba memberanikan diri menggunakan bibirnya mengecup lembut ujungnya.
Antonio memejamkan mata, dengan nafas memburu.
"Kau harus mulai berani, Tya. Masukkan seluruhnya dalam mulut kamu."
Sepertinya jauh dalam hati Tya, dirinya juga suka melihat Antonio yang sepertinya puas dengan permainan bibirnya. Ia mencoba lebih berani dengan memasukkan seluruhnya. Membuat suaminya tak tahan dan tarus mengerang menikmati perbuatan sang istri.
Antonio berada di titik pemuasan. Dirinya tanpa sadar menggerakkan miliknya lebih kasar hingga Tya kewalahan untuk mengontrol.
Erangan keras Antonio, disertai semburan di wajah Tya.
Sekujur tubuh Antonio puas. Ia memuja bagaimana lembut bibir Tya.
Ia membantu Tya membersihkan bekas miliknya yang tumpah di wajah gadis itu.
Antonio sempat khawatir Tya marah karena ia keluar sembarangan. Tapi dilihat dari wajah gadis itu yang tidak marah padanya, Antonio bisa merasakan Tya yang sepertinya tidak terlalu keberatan.
Tya hampir tersedak karena perbuatannya. Untung saja tidak membuat gadis itu batuk batuk.
Bersambung...