Chereads / My Husband is not Gay / Chapter 12 - Sang Penyemangat

Chapter 12 - Sang Penyemangat

Ini sudah pukul 8 malam. Tya sudah mengupload video buatannya dua puluh menit yang lalu. Beberapa repon positif dari penggemarnya bermunculan di kolom komentar.

Tapi tetap saja ada yang mendislike kontennya itu bagi beberapa orang. Tya maklum dengan itu. Ada-ada saja yang tidak suka dengan karyanya. Dan, itu juga merupakan hak mereka menilai.

Dari semua komentar, ada beberapa yang mengajukan pertanyaan tentang pernikahan Tya dengan Antonio yang mereka bilang sangat menggemparkan.

Tentunya mereka tahu karena memang Antonio adalah seseorang yang terkenal cukup hebat sebagai putra satu-satunya keluarga Frederick.

Bahkan ada yang bertanya secara gamblang apa selama beberapa minggu ini dia hiatus karena menyiapkan pernikahan.

Beberapa juga ada yang mengajukan request konten seputar rumah tangga dirinya dan Antonio.

Dalam hati Tya mencibir. Buat apa memamerkan kehidupan ruamh tangannya. Meski konten kreator, Tya tetap menjunjung tinggi prinsipnya bahwa yang masuk dalam video, hanya karyanya saja. Tidak boleh ada liputan kehidupannya.

Apalagi, kehidupan dirinya dan Antonio tidak cukup baik.

Tya tidak mempedulikan komentar itu. Dia hanya membaca yang lain, sesekali dia juga membalas beberapa pertanyaan yang menurutnya perlu dia berikan jawaban.

Tengkuknya agak pegal, Tya menyudahi aktivitasnya di depan komputer. Dia melirik jam yang menunjukkan jam 8 lewat.

Apa Antonio belum pulang? Tya iseng keluar kamar mencari siapa tau Antonio sudah pulang.

Tapi tidak ada pria itu. Apa dia di kamar? Tapi, ia tidak dengar suara pintu terbuka.

Apa dirinya tadi terlalu fokus?

Ah, tidak. Paling Antonio di suruh lembur karena datang terlambat.

Tya memilih masuk lagi ke kamar dan rebahan. Punggungnya sudah sakit setelah seharian mengurus konten untuk video terbarunya.

BAM!

Tya terperanjat begitu menutup pintu kamar. Cepat-cepat Tya membuka pintu lagi melihat apa yang terjadi.

Di sana, Antonio berdiri dengan pakaian acak-acakan. Jas yang di kenakan Antonio tadi pagi juga raib entah kemana. Wajah pria itu murung namun di dominasi marah juga.

Tya berjalan keluar menghampiri Antonio. Memberanikan diri bertanya.

"Ada apa sih?" tanya Tya.

Pria itu tak acuh. Dia beranjak duduk di sofa. Tidak masuk ke kamarnya.

Entah kenapa Antonio merasa tidak mau menghabiskan waktu di kamarnya. Ia merasa sangat kacau, dan diam di kamar bukan hal yang dia inginkan saat ini.

Alhasil dia cuma bisa duduk saja di sofa ruang tamu.

Tya yang melihat itu, mengambil posisi di samping Antonio. Wajah pria ini terlihat sangat kesal bahkan sepertinya dia sedih akan sesuatu.

"Ada masalah?" tanya Tya.

Antonio tak bergeming. Dia diam menatap lurus ke depan.

"Mau cerita?" tawar Tya. Dia mengusap bahu Antonio pelan. Dirinya dulu merasa nyaman kalau ada yang melakukan hal ini padanya kalau sedang badmood.

Apalagi kalau yang mengusap pundaknya itu sang bunda. Jadi, mungkin hal itu juga bisa membuat Antonio merasa lebih baik.

"Kamu ada masalah di kantor ya?" tanya Tya perlahan mencoba mengajak Antonio bicara.

Pria itu, menoleh padanya dan beberapa saat terdiam sambil memperhatikan Tya.

Antonio bersandar di kepala sofa seperti melepas suatu beban dalam benaknya.

"Jangan di jadikan pikiran, Antonio. Kalau kamu suka sama kerjanya kamu semangat saja. Apa yang terjadi hari ini anggap pelajaran saja."

Pelajaran apa? Antonio rasa tidak ada yang bisa di jadikan pelajaran apa-apa.

"Tua Bangka itu benar-benar menyebalkan!" desis Antonio.

Sesungguhnya Antonio tidak ingin membagi masalah pribadinya ini pada siapapun. Tapi entah kenapa, kali pertama Antonio merasa sangat-sangat ingin Tya tau apa yang dia rasakan saat ini. Dia ingin membagi cerita pada Tya.

Tya terdiam beberapa waktu mengartikan kalimat Antonio. Tua Bangka?

"Daddy kamu marah ya hari ini?"

Dalam hati Tya bertaruh tuan Dennis menghukum Antonio karena datang terlambat.

Bukan cuma marah, bahkan hari ini Antonio merasa Daddy-nya benar-benar menjatuhkan harga dirinya.

Mana ada anak pengusaha masuk bekerja di perusahaan orangtua, malah berakhir menjadi pengawai rendahan.

Sekali lagi dia bilang, jadi pegawai rendahan. Hanya jadi staf administrasi terendah.

Bahkan Jeremy saat itu tersenyum sinis padanya dan seolah seperti mengejeknya. Dia pasti merasa sangat menang. Di saat dirinya jadi staf terendah, pria itu malah jadi asisten Daddy-nya. Bahkan semua orang menghormati Jeremy.

Hari ini Antonio benar-benar merasa harga dirinya di injak habis-habisan. Bisa-bisanya Daddy nya mengatakan kalau posisi dirinya di kantor itu setara dengan posisi bekerjanya dengan orang lain di kantor.

Bahkan hari ini ia di bully oleh salah satu staf senior yang menyuruh-nyuruhnya. Hari pertama bekerja saja, Antonio sudah menghajar seseorang. Pikirkan! Bahkan saat itu Daddy-nya tidak membelanya sedikitpun. Justru menyamakan kesalahan dirinya dengan staf senior itu.

Tya mendengarkan seksama apa yang Antonio ceritakan. Ia turut prihatin dengan hal yang tidak biasa pria ini lakukan. Antonio memang terbiasa di hormati dengan kekayaan. Punya mobil mewah dan uang yang tidak berseri. Tapi hari ini tuan Dennis malah mempermalukannya dan menyakiti perasaan putranya sendiri.

"Aku mengerti. Kamu pasti sangat terpukul karena tidak pernah di posisi itu." Tya mencoba menciptakan suasana yang setidaknya bisa membuat Antonio sedikit lebih nyaman.

Pria ini, membuat Tya merasakan dirinya saat dulu bersama mama tiri dan saudara-saudara tirinya. Mungkin Antonio merasa kasih sayang seorang ayahnya padanya terkikis dan merasa Jeremy lebih di utamakan.

Mungkin itu terlalu over mental. Tapi Tya mencoba mengerti Antonio. Pria ini tidak pernah berada di posisi dimana orang-orang menghinanya. Antonio terbiasa dengan pujian dan sanjungan tak terhingga. Meski mungkin sanjungan itu hanya bentuk rasa takut seseorang padanya yang berstatus anak orang kaya.

"Kamu mandi dulu saja ya. Habis itu makan. Aku sudah masak. Lihat, kamu sudah acak-acakan. Akan lebih baik kalau mandi dulu."

Antonio mengangguk saja dengan saran Tya. Setelah menceritakan apa yang terjadi padanya hari ini, sedikit banyak membuat Antonio merasa lega. Dia bisa bercerita dan ada seseorang yang merasa simpatik padanya.

Pria itu melangkah menuju kamar dan berencana membersihkan diri.

****

Sementara Antonio mandi, Tya menghangatkan beberapa makanan. Dia juga buat susu coklat panas untuk menenangkan pikiran Antonio. Coklat biasanya bisa membuat seseorang lebih bersemangat.

Memang kalau di pikir-pikir Tuan Dennis tidak salah. Itu justru bentuk keadilan dari beliau. Sebagai bos tidak mengutamakan satu orang lantaran anak sendiri. Beliau memberikan posisi terendah agar Antonio bisa membuktikan pada semua orang di kantor itu kalau dia bisa melangkah sedikit demi sedikit mencapai jabatan yang lebih tinggi sehingga penilaian orang padanya tidak akan buruk.

Para staf lain akan mengakui kalau Antonio memang pantas.

Tapi mungkin, hal itu tidak bisa di terima Antonio. Pastinya suaminya itu punya alasan tersendiri. Tya rasa dirinya hanya perlu menyadarkan Antonio kalau pekerjaan itu harus di mulai dari nol. Dan tidak ada yang salah kalau mencoba

"Masak apa?"

Tya menoleh dan tersenyum kecil pada Antonio. Dirinya akan berusaha bersikap baik agar perasaan Antonio juga lebih baik. Mungkin Antonio sedang butuh seseorang yang mengerti akan dirinya.

"Aku masak udang goreng dan sup ayam saja. Tadi sedang sibuk kerjaan. Jadi tidak sempat buat lebih banyak," ujar Tya sambil menyiapkan beberapa hal lagi.

"Ini juga sudah lebih dari cukup," ujar Antonio terdengar lebih hangat.

Tya tersenyum senang mendengarnya. Ia sendiri juga tidak mengerti kenapa bisa merasa sangat bahagia ketika melihat Antonio bersikap seperti ini.

"Makanlah." Tya mengambilkan nasi putih dan beberapa udang.

"Bagaimana pekerjaan kamu?" Antonio menyambut sambil bertanya.

Tya tampak ragu menjawab. Pasalnya ini kali pertama Antonio tampak bersahabat dengannya.

"Baik. Semua berjalan lancar," ujar Tya dengan senyuman.

"Oh."

Hanya itu respon Antonio. Tya merasakan sesuatu saat Antonio menyahut sedemikian pendek.

"Aku sudah menjadi YouTubers saat SMA. Jadi sangat wajar kalau semua sudah bisa di kawal dengan baik dan berjalan lancar. Kamu bisa liat aku sekarang sudah kuliah semester terakhir."

Tya memberikan sebuah support pada Antonio. itung-itung mengajarkan pada pria ini kalau tidak ada keberhasilan yang instan. Pasti ada hal yang perlu di korbankan dan kerja keras yang seimbang.

Dan sepertinya, hal itu bagus untuk pria ini. Ia dapat melihat binar semangat di mata Antonio setelahnya.

Pria itu makan dengan lahapnya. Tampak sedikit banyak bebannya berkurang.

Bersambung....