Tya sempat mengajak Antonio untuk sarapan. Karena pelayan memanggil mereka untuk segera hadir di ruang makan.
Tapi pria itu tidak mau. Akhirnya demi bersopan santun pada tuan Dennis, Tya memutuskan untuk turun ke ruang makan.
Di sana ada tuan Dennis, dan di sampingnya Jeremy juga ikut sarapan. Memang benar apa yang sering di beritakan banyak tabloid gosip maupun tabloid para pengusaha.
Jeremy terlihat jauh lebih mirip sebagai putra Tuan Dennis lantaran pria itu memiliki kepribadian baik dan sangat dekat dengan tuan Dennis. Keduanya sudah siap bahkan saat anak kandung tuan Dennis sendiri masih malas-malasan.
Namun, ada yang merasuk dalam hati Tya. Saat Antonio yang sepertinya sangat membenci Jeremy.
Entah mengapa berbeda dengan orang kebanyakan, yang menganggap Antonio tak pantas sebagai putra pengusaha kaya raya seperti tuan Dennis, Tya malah merasa kasihan.
Pria itu, pasti ada sesuatu yang mendasari sikapnya. Seperti yang kita tau, tidak mungkin ada kecacatan kalau sebelumnya tidak ada kesalahan.
"Tya?"
"Kenapa berdiri di situ? Kemarilah."
Ia berkedip beberapa kali saat tuan Dennis memanggilnya. Pria awal 60 an itu tampak lebih hangat dari awal mereka bertemu.
Ragu-ragu Tya menghampiri dua orang di meja makan itu.
"Selamat pagi," sapa Tya dengan nada kaku
"Pagi, Nak. Duduklah." Tuan Dennis mempersilahkan dirinya duduk dengan sangat hangat. Beliau seolah-olah mengerti Tya yang masih belum terbiasa dengan suasana seperti ini.
"Pagi ini ada kuliah, Tya?" tanya tuan Dennis mengajaknya mengobrol. pria itu tampak menikmati sarapan roti manis dengan selai gula dan mentega
"Iya Daddy," jawab Tya masih agak kurang nyaman berucap Daddy memanggil tuan Dennis.
Beliau tampaknya maklum. Dan tidak terlihat keberatan akan kekauan Tya.
Salah satu pelayan memberikan piring berisi pancake blueberry dengan madu. Tampak menggugah selera.
Saat sambil menyantap makanannya, Tya mencari-cari keberadaan mama mertuanya. Tidak ada sosok wanita berpakaian mewah dengan aksen yang selalu berkilau itu. Bahkan saat kemarin datang, Tya tidak melihat Ellyana.
"Mommy kamu ada di Rusia."
Seperti seolah mengerti apa yang ada di pikiran Tya. Tuan Dennis mengatakan keberadaan istrinya.
"Rusia? Beliau berasal dari Rusia?" tanya Tya membalas. Sejujurnya Tya tidak begitu ingin bertanya. Dia cuma penasaran kemana wanita angkuh yang satu itu.
Tau kalau mama mertuanya ada di Rusia itu sudah cukup bagi Tya. Tapi tidak sopan tentunya kalau dia cuma bilang iya.
"Bukan. Dia cuma jalan-jalan."
Tya menganguk menanggapinya. Tidak terlalu kepo juga dengan kepribadian mama mertuanya.
****
Setelah dua jam mendekam di dalam kelas yang rasanya sangat melelahkan untuk Tya, akhirnya dia bisa beristirahat sejenak di cafetaria sebelum jam kelasnya di mulai lagi.
Ditemani jus es jeruk kesukaannya kalau sedang panas begini, dan kripik singkong pedas. Benar-benar lengkap sudah kebahagiaan.
"Nyonya Frederick? Mana bodyguardnya?"
Tya mengerut heran. Temannya Qiara tiba-tiba muncul di depannya dengan wajah riang gembira gadis itu.
"Apa sih, Qi?"
"Ih, Nyonya besar Frederick pasti di kawal dong kalo mau kemana-mana. Statuskan ratu di kerajaan raksasanya keluarga Frederick."
Tya mengernyit. Satu yang dia mengerti dari ungkapan Qiara. Ngaco!
"Khayalanmu terlalu tinggi. Hati-hati nanti jatuh, sakit."
"Ih. Enggak, Ty. Masa iya sih nyonya besar gak di kasih pengawal."
"Ck!" Tya menghembuskan nafas keras. "Lo tau ya semuanya berlandaskan apa. Ini tuh berlandaskan hutang, duit tau gak lo? Udah deh. Jangan bahas gituan. Capek tau gak."
"Ya kan siapa tau aja nanti kalian malah saling jatuh cinta. Gak ada yang tau kan gimana nantinya."
Qiara tetap bersikeras. Dia bahkan membawakan Tya sesuatu.
"Nih. Gue yakin sih itu bakal jadi hadiah pernikahan terbaik."
Dia memberikan sebuah tas belanja yang entah apa isinya. Katanya itu hadiah pernikahan.
Memang satu-satunya teman yang memberinya hadiah pernikahan cuma Qiara. Bahkan mungkin cuma Qiara yang berstatus teman dalam hidupnya.
Semenjak pernikahan itu di gelar besar-besaran oleh Daddy mertuanya. Keadaan tempat kuliah ini cukup menganggu bagi Tya
Tiap kali dia melangkah melewati banyak mahasiswa lain, pasti semua pandangan tertuju padanya. Seolah kalau mereka merasa takjub sekaligus iri dengan posisi Tya sebagai menantu keluarga Frederick.
"Buka deh."
Qiara dengan semangatnya menyuruh Tya membuka. Dengan perasaan yang kurang enak, Tya membuka bungkusan itu dan melihat isinya.
Tidak ada yang aneh. Sebuah buku yang cukup tebal.
"Buat apa kasih gue buku?" tanya Tya masih tidak mengerti.
"Baca deh," suruh Qiara sambil gadis itu menahan tawa.
Perasaan Tya jadi kurang enak. Ia mengusap sampul yang sepertinya sengaja di tutupi oleh Qiara. Buku itu di kasih sampul baru yang bukan sampul buku asli.
Saat Tya buka, matanya melolot seakan tidak menyangka. Dia melihat Qiara, lalu beralih pada bukunya lagi.
"Qi!" Lo kenapa kasih gue buku ginian? Lo dapet dari mana?" tanya Tya setengah histeris. Demi apa, buku ini bahkan di sertai gambar.
"Dari tempat khusus. Mahal tuh, gue kuras tabungan demi beliin lo itu. Penting tau Lo."
Wah! Pikiran anak yang satu ini sudah terkotori rupanya.
"Ih, Lo belum nikah gak boleh baca ini!"
"Gak baca," elak Qiara. "Gue cuma kasih sampul aja soalnya gambar covernya agak gimana-gimana gitu. Tapi bener gue gak baca," ujarnya membela diri.
"Khusus yang sudah menikah aja yang baca," ujarnya lagi dengan kerlipan jenaka dan kedipan sebelah matanya yang jelas-jelas mengejek sekalian menggoda Tya.
Demi apa! Ini buku kiat khusus melayani suami!
Cuma demi menghargai Qiara aja Tya mau simpan. Kalau saja yang kasih bukan satu anak bobrok ini, maka Tya akan lempar dan enyahkan barang sensitif seperti ini.
****
Tya membereskan buku-bukunya. Ini adalah mata kuliah terakhir. Ia akan segera pergi ke perpustakaan untuk mengedit video untuk kontennya.
"Tya Anastasya?"
Seketika Tya menoleh. Dosen wanita berusia kisaran 50 tahunan mendekatinya. Wanita paru baya cantik yang selalu tersenyum dan berbicara dengan ramah.
"Ada apa ya, Bu?" tanya Tya
Aktivitasnya terhenti dan mengalihkan seluruh perhatian pada si ibu dosen.
Ibu dosen bernama Shinta ini tersenyum beberapa saat memperhatikan gesture wajah Tya. Entah apa alasannya Tya sendiri juga bingung.
"Ada yang bisa saya bantu, Bu?" tanya Tya mengulangi.
"Oh, tidak Tya. Ibu cuma mau tau apa kamu sehat?"
Sehat?
Dahi Tya mengernyit beberapa lama. Apa ia terlihat seperti orang sakit?
"Emh, maaf ya. Kamu jadi bingung dengan pertanyaan ibu."
Bu Shinta tampak salah tingkah entah Karena apa. "Ibu tau kamu sudah menikah. Dan ibu bertahap pernikahan kamu berjalan lancar ya."
"Ee..., iya Bu."
"Ya sudah. Ibu pamit ya."
Hanya itu?
Tya melihat ibu dosennya itu berlalu keluar. Dia di panggil hanya untuk di tanyai sesuatu yang tak jelas seperti itu?
Apa hubungannya sakit dengan menikah? Lagi pula aneh, dosen yang satu itu biasanya tidak pernah menyapanya sekalipun. Kenapa tadi tiba-tiba bertanya. Pasal pernikahan pula.
Ia kembali membereskan buku-bukunya sambil terus memikirkan si ibu dosen tadi
Bersambung.....