"Hey, kenapa kau tidak bilang padaku dari tadi malam kalau Daddy menyuruh datang pagi ini?"
Tya menoleh spontan, seketika terdiam melihat Antonio yang masih dengan tampilan acak-acakannya muncul dari balik pintu.
Dirinya yang baru saja menyisir dengan rambut yang tergerai setengah basah.
"Kau tidak dengar?" tanyanya lagi dengan nada ketus.
"Aku lupa," jawab Tya mencoba mengacuhkan pria itu. Tya membuang pandangan dari wajah Antonio dan melihat bayangan dirinya di cermin.
"Bagaimana bisa kau lupa?"
Pria itu terdengar kesal. Dan Tya barusan menyadari Antonio yang mendekat padanya. Dadanya berdegup aneh secara spontan. Hingga pria itu kian mendekat, dan berhenti melangkah beberapa centimeter darinya.
Tya menengok sejenak Antonio yang berdiri dengan tangan terlipat.
"Apa? Kenapa?" tanya Tya ragu. Ditatap lama oleh pria itu cukup membuat kikuk
"Kau mau kemana?" tanya Antoni.
"Kita, di suruh ke perusahaan bukan?"
Tya merasa dirinya tampak bodoh di tatap sedemikian tajam oleh Antonio. Ayolah, apa dia sangat salah? Ini masih sangat pagi, masih ada waktu untuk bersiap.
Kemudian, tanpa kata Antonio pergi dari sana. Membawa wajah di tekuk nya yang terlihat kesal
****
Sepanjang jalan ke kantor perusahaan Tuan Dennis, wajah Antonio masih sama kesalnya. Tya tidak mengerjakan kenapa harus s
emarah itu hanya karena ia bilang lupa.
Meski sebenarnya dia tidak lupa. Hanya kesal saja Antonio tidak mengajaknya mukbang.
Tapi kelakuan Antonio yang seperti ini jelas sekali dia itu kekanakan. Hanya karena satu kesalahan saja ngambeknya sampai berjam-jam.
Sampai di depan lobi perusahaan yang tampak luas dan mewah, mereka turun bersamaan meski tidak saling bicara satu sama lain.
Tya yang mengejar Antonio dengan langkah cepat pria itu, tampak terbirit-birit hingga tidak menyadari berbagai eksperi dari para karyawan.
Melihat sepasang anak dan menantu keluarga Frederick. Seperti melihat keajaiban dunia yang tidak layak untuk di abaikan. Mungkin saat ini mereka sedang menghayalkan berbagai ekspektasi.
Tiba di ruangan tuan Dennis, keduanya masuk. Lagi-lagi tidak ada patah katapun yang mereka ucapkan.
"Pagi," sapa Antonio dengan nada kurang senang.
Tanpa di persilahkan dia langsung duduk di sofa. Daddy-nya yang paham dengan sang putra tidak banyak bicara dengan hal itu.
"Mari, Tya."
Ia mengajak Tya untuk ikut serta duduk di sofa ruangan beliau.
Tuan Dennis duduk di hadapan putranya, sementara Tya berdampingan dengan Antonio.
"Bagaimana pernikahan kalian beberapa hari ini?" tanya tuan Dennis.
Tya tak tau harus bicara apa. Memang bagaimana dengan pernikahan yang penuh keterpaksaan ini. Tidak bisa di deskripsikan.
"Baik."
Tya melirik pada Antonio. Baik ya. Yah, mungkin memang itulah kata tepat untuk mendeskripsikan pernikahan mereka ini. Hanya dengan kata 'baik'.
"Baguslah. Aku berharap jadi semakin membaik. Aku juga tidak sabar ingin punya seorang cucu."
Cucu?
Entahlah. Tya merasa tersedak dalam hati mendengar kata cucu itu. Berbagai pikiran masuk dalam otaknya yang tentu saja langsung Tya enyahkan jauh-jauh. Demi tuhan, itu tak akan pernah terjadi.
Ia menengok sedikit pada Antonio. Yang ternyata pria itu juga meliriknya. Keduanya spontan membuang pandangan.
"Katakan saja apa yang Daddy inginkan!" Ujar Antonio to the point.
Dia juga merasakan keresahan yang sama seperti Tya saat Daddy-nya bilang soal cucu.
"Sebenarnya aku hanya butuh bicara denganmu. Aku memanggil Tya hanya ingin tau perkembangan pernikahan kalian."
"Jeremy!"
Satu kata yang beliau ucapkan melalui intercome di samping sofa, memanggil Jeremy masuk kedalam ruangan.
Entah kenapa, bak seperti air dan api yang bermusuhan, keduanya tampak tidak suka satu sama lain.
Tapi menurut Tya di sini, Antonio yang tidak suka. Dia yang langsung mengalihkan pandangan begitu melihat Jeremy.
"Ada apa, Pak?" tanya Jeremy.
"Tolong bawa menantuku ke cafetaria kantor. Ajak saja dia sarapan. Aku ingin bicara dengan putraku."
"Baik, Pak." Jeremy beralih pada Tya. "Mari, Nyonya."
Tya sempat melirik pada Antonio dulu sebelum pergi. Tapi melihat tidak ada reaksi apa-apa dengan pria itu, dia pun memutuskan untuk ikut dengan Jeremy
Sepeninggal Tya dan Jeremy, Antonio dan Daddy-nya hanya berdua di ruangan itu.
"Jadi?"
Antonio menatap Daddy-nya seolah mendesak apa yang pria tua ini inginkan.
Tuan Dennis melihat putranya beberapa saat. "Aku masih belum bisa mengenali putraku sendiri. Bahkan aku tidak bisa melihat apa kau suka atau benci pada menantu pilihanku."
"Langsung saja pada intinya," ketus Antonio memilih tidak menjawab apapun.
Beliau menghela nafas. "Kau sudah dewasa. Aku hanya ingin kau lebih mengerti apa tugas dan seperti apa seharusnya kau bertindak." Beliau menghela nafas sejenak.
"Aku tak bisa lagi membiarkanmu bekerja seperti itu di kantor ini. Berkelahi sepertinya tidak bisa jauh dari sifatmu."
Antonio memejamkan matanya. Tersenyum miring. Perlahan matanya terbuka. "Jadi secara tidak langsung aku di pecat?"
Tangan Antonio mengepal. Matanya tampak memerah menahan amarah. "Kurasa, aku memang bukan anakmu. Apa jalang yang kupanggil ibu itu telah hamil dengan laki-laki lain hingga melahirkan sampah sepertiku?"
****
"Jeremy. Kau pikir apa yang di bicarakan Daddy dan Antonio?" tanya Tya yang sudah duduk di cafetaria kantor.
"Mungkin tentang pekerjaan," balas Jeremy sambil memberikan beberapa cemilan pada Tya.
Keduanya berbicara cukup lancar. Jeremy yang membalas tiap pertanyaan atau kalimat Tya dengan baik, membuatnya merasa nyaman bicara dengan pria satu ini.
"Apa Antonio akan di pecat?" tanya Tya tanpa sadar wajahnya berubah khawatir.
"Apa anda merasa kasian padanya?" tanya Jeremy memperhatikan ekspresi Tya.
Tya yang menyadari wajahnya itu merubah ekspresi menjadi lebih tenang. "Bukan. Aku cuma...., Ingin tau saja."
Jeremy tersenyum simpul. "Setelah tau, anda akan kasian," ujarnya lagi.
"Kenapa?"
"Tuan Dennis akan menarik semua asset yang diberikannya pada tuan Antonio. Semua kartu debit dan kredit akan di tarik. Hanya menyisakan apartemen yang ditinggali oleh kalian berdua."
Asset Antonio akan di tarik?
Tya terdiam beberapa lama. Dia memikirkan bagaimana Antonio akan kehilangan semua itu.
"Anda bisa tenang. Kartu anda dari tuan Dennis tidak akan diambil. Beliau bilang ini masalah perseorangan. Jadi apa yang beliau berikan pada anda, itu tidak akan di tarik lagi."
Jadi hanya kartu Antonio? Apa itu artinya Antonio bisa memakai kartu miliknya? Bisa sajakan Karena kekurangan uang pria itu menarik kartunya. Tapi kasian juga dia.
Ish! Barusan dia kasian pada Antonio?
"Ada sesuatu di sudut bibir anda."
"Hah?"
Tya meraih tissue dengan cepat. Namun lebih dulu Jeremy mengusap bibirnya dengan jemari pria itu.
Mata Tya membelak kaget. Tapi tubuhnya mematung begitu saja.
Bug!
"Ya Tuhan! Jeremy!"
Tya menarik nafas turun naik saat melihat Jeremy yang terlempar ke lantai di detik yang sama.
Di sambung Antonio yang muncul dan mendekati Jeremy. Menarik kerah lehernya.
"Kau mau ambil sekali lagi milikku?"
Bersambung....