Antonio sangat susah payah bangun pagi. Tya mewanti-wanti pada pria itu untuk tidak mengunci pintu kamar. Dia akan bangunkan kalau sudah pagi agar Antonio bisa bersiap-siap.
Dan bagusnya pria itu menurut. Dia tidak mengunci pintu. Jadi saat melihat sudah jam 6, Tya bergegas membangunkan pria itu.
Ia masuk ke kamar Antonio. Melihat pria itu masih terbujung dalam tidurnya. Dari pintu kamar itu, Tya agak ragu membangunkan.
Pria itu tidur tanpa pakaian atas. Tidak berselimut sedikitpun.
Ia perlahan membangunkan Antonio. Menyentuh pundak pria itu menggoyang-goyangkannya.
"Antonio. Bangun. Ini sudah pagi. Kamu harus cepat siap-siap. Ingat, kamu ingin tidak ada masalah hari ini."
Tya terus berusaha membangunkan pria itu. Meski tidak ada reaksi sedikitpun. 'Apa dia mati?" benak Tya menggerutu.
"Antonio. Kalau terlambat kamu bisa punya masalah lagi," ujar Tya sambil menepuk pelan wajah pria itu.
"Antonii...."
"Emmhhhhh...."
"Kau sedang apa di sini?"
Dengan mimik wajah tidak bersalah, Antonio bertanya dengan polosnya. Melihat Tya yang setengah berbaring di sampingnya.
Tya masih merasakan tubuhnya terlempar kesamping pria itu setelah dua tangannya di seret dua tangan Antonio.
"Kau harus bangun pagi. Ingat kamu harus bekerja," ujar Tya sambil turun dari tempat tidur. Ia langsung pergi dari sana dengan raut wajah kesal namun bersemu merah.
Ia jadi berfikir ulang untuk membangun Antonio dengan sapu saja nantinya. Bisa-bisanya pria itu sambil tidur mengambil kesempatan menariknya ke atas ranjang begitu.
****
Kali ini Antonio mencoba lebih baik. Berkat dukungan dan bantuan Tya yang mau membangunkannya, tepat pukul setengah 8 ia sudah siap.
Saat hendak pergi, Antonio melihat Tya yang keluar dari kamar tergesa-gesa. Membawa tasnya sambil mengecek isi dalam tas itu.
"Mau kemana?" tanya Antonio.
"Aku ada kuliah pagi," balas Tya nampak terburu-buru.
"Biar kuantar," tawar Antonio. "Itung-itung rasa terima kasih karena kau sudah membantuku bangun pagi," ujarnya.
Tya menimbang-nimbang.
"Ayolah. Lagi pula tujuan kita searah. Aku bisa turunkan kamu lalu langsung pergi ke kantor."
Ia mengangguk kemudian karena mungkin itu tidak buruk. Akhirnya keduanya sama-sama ke parkiran. Naik mobil Antonio yang berwarna biru muda. Model sport keluaran terbaru. Itu mobil yang baru di beli Antonio.
Mobil melaju cukup kencang. Karena jarak apartement cukup dekat dengan kampus, hanya Perlu waktu beberapa saat hingga sampai di universitas Tya.
"Terima kasih tumpangannya. Semoga hari kamu menyenangkan," kata Tya lalu turun dan melambaikan tangan sambil berlari masuk.
Antonio mengangguk dan dia menjalankan mobil menuju perusahaan. Perasaannya cukup bagus hingga hari ini rasanya bisa menjalankan pekerjaan dengan baik.
Sampai di perusahaan, ia memarkirkan mobil lalu naik ke lantai tempatnya bekerja.
Saat ia masuk, sudah ada beberapa orang yang ada di sana. Antonio langsung ke mejanya dan menyalakan layar monitor. Sudah ada pekerjaan yang harus ia kerjakan di sana.
"Buatkan kopi!"
Antonio menoleh pada seseorang yang berdiri di sampingnya. Dia melirik pantri yang tak jauh dari tempat duduknya.
Alih-alih menurut, Antonio malah tersenyum sinis dan melanjutkan pekerjaannya. "Songong lo ya anak baru!"
Suara dengan nada bicara tinggi dari pria itu. Dia adalah staf yang lumayan senior.
"Saya di sini sebagai pegawai kantor, bukan pegawai kamu. Jadi kamu bisa buat sendiri," kata Antonio sesopan mungkin.
Sebar-bar apapun darinya, Antonio masih tau bagaimana sikap lebih baik dan menghormati orang lain. Walau pengetahuan itu jarang Antoni aplikasikan.
"Wah, lo berani ya sama gue. Lo biarpun anak yang punya perusahaan, tetap aja lo itu di sini cuma staf rendahan."
Hembusan nafas Antonio terasa berat. Baru pagi buta seperti ini, sudah ada yang datang memperlakukannya seperti anak buah.
"Kebiasaan jadi anak pimpinan perusahaan, dia pikir gampang kerja." Seorang perempuan yang merupakan partner kerja pria yang menyuruh-nyuruh Antonio itu menyahut.
Antonio meliriknya tajam. Sementara perempuan itu cuma tersenyum sinis sembari memperbaiki lipstiknya.
****
Antonio masih sangat fokus pada pekerjaan. Dia melihat layar monitor sejeli mungkin agar tidak ada yang salah.
"Fotocopy ini."
Satu perintah lagi. Antonio berdiri dan menyambut beberapa lembar dokumen itu. Berjalan ke mesin fotocopy.
Okelah. Kalau perintah yang seperti ini mungkin bisa ia terima.
Antonio mengambil fotocopy beberapa lembar dokumen itu. Dengan hati-hati dan penuh perhatian.
Hari ini Antonio bertekad akan sebaik mungkin. Tapi sepertinya itu tidak akan berjalan baik, selama iblis-iblis kantor itu masih ada di sana.
Dengan sengaja. Salah seorang pria membawa cangkir kopi. Berjalan di melintasi Antonio, serta secara sengaja menumpahkan kopi itu di mesin fotocopy. Sialnya, dokumen itu juga ikut basah.
"Brengsek! Kau jalan tidak pakai mata?!" terika Antonio dengan bentakannya pada pria yang menyiram kopi tadi.
Pria itu tidak hirau. Dia langsung pergi membawa cangkir kopinya dengan santai.
Hal itu makin membuat Antonio sangat-sangat marah. Dia berteriak, berjalan cepat membawa tinjunya dan melayangkan tepat di wajah pria itu.
Tinju kokoh itu berhasil menumbangkan si pria hingga tersungkur di lantai. Hidungnya mengeluarkan darah.
Tak puas sampai di sana, Antonio bahkan menendang dan memukulnya lagi dan lagi.
Para staf hanya melihat kejadian itu tanpa melakukan tindakan apapun.
Suara-suara bising yang di hasilkan, turut sampai ke ruang HRD. Mereka di pisahkan dan langsung di bawa keruang HRD.
Keduanya di mintai keterangan atas apa yang terjadi. Yang justru malah membuat keduanya terpaut pertentangan. Di mana Antonio membela diri dengan mengatakan kalau si pria itu menganggunya.
Di sisi lain si pria tidak mengakui hal itu, dan malah mengatakan kalau Antonio mengamuk karena pusing dengan pekerjaannya.
Keduanya yang sempat ingin bertengkar lagi di tahan oleh beberapa orang di sana. Sampai Jeremy masuk.
Antonio langsung membuang muka dengan kehadiran Jeremy.
"Aku malas sekali meladeni masalah anak SMA seperti ini," desis Jeremy menghela nafas.
"Kalian sama-sama minta maaf saja," ujar Jeremy.
Antonio tidak akan sudi!
Dia jelas menolak. Di sini dirinya tidak melakukan kesalahan. Hanya membela diri.
"Di mana majikanmu itu?" tanya Antonio pada Jeremy.
"Majikan?" Jeremy mengulang meski dia mengerti maksud Antonio. Dia hanya tersenyum melihat tingkah Antonio.
"Iya. Tuan Dennis Frederick yang terhormat yang memelihara kucing penjilat sepertimu."
Jeremy sekali lagi tersenyum. Menghadapi Antonio dengan sama-sama sinis, itu kesalahan. Kalau mau bersinis ria dengan Antonio itu perlu saat pria ini tidak dalam keadaan emosi memuncak. Kalau tidak mau dirinya yang berakhir adu jotos.
"Beliau ada rapat. Dan sepertinya lebih baik kau saling meminta maaf saja dan kembali bekerja," saran Jeremy.
Antonio dengan sinisnya menjawab. "Apa kau mau meminta maaf padaku setelah aku menamparmu?"
Hari ini jelas-jelas sangat kacau. Dia sudah berusaha tenang dan menjalani hari dengan baik bekerja di sini seperti saran Tya. Tapi sepertinya terlalu sulit hal itu di lakukan.
Sampai pukul 10 pagi ini saja, dia sudah di ganggu beberapa iblis karyawan di sini.
Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Antonio melangkah pergi dari sana. Keruangannya mengambil kunci mobil dan dompet, lalu pergi.
Bersambung....