Harusnya, saat memilih cincin pernikahan adalah masa paling membahagiakan bagi seorang gadis mempelai pengantin wanita. Karena di depan matanya akan ada banyak berlian besar seperti yang saat ini Tya lihat.
Tapi dia sama sekali tidak menikmati masa memilih cincin ini. Bukan karena cincin di tempat ini tidak bagus.
Hello! Ini toko perhiasan paling mewah di kota. Tapi sayangnya harus memilih dengan pria paling menyebalkan sejagat raya.
Sejak tadi Antonio cuma duduk-duduk di sofa tunggu. Sementara Tya di suruh kesana kemari memilih cincin.
Menyenangkan? Oh tentu saja iya. Tapi tidak kalau harus menuruti keinginan tuan besar menyebalkan ini.
Keadaan toko sepi. Karena sedang di booking oleh Tuan Dennis. Katanya hanya mereka yang boleh ada di sana. Alasannya supaya mereka bisa leluasa memilih.
Tapi faktanya di sini Antonio yang leluasa. Leluasa memperbudak Tya semaunya.
Entah sudah lingkaran ring keberapa yang di kenakan jari Tya. Tiap kali pria itu minta melihat cincinnya, selalu saja dibilang 'jelek'. Dan dia menyuruh Tya untuk menukar lagi.
Oh, ini cuma beli cincin pernikahan. Tapi rasanya seperti maraton dari Sabang sampai Merauke. Satu toko yang luas ini sudah di jelajahi, dan Antonio selalu bilang, jelek!!!
Pemilik toko mengganti dengan cincin berlian yang lain. Tya mengenakannya, dan menghampiri Antonio yang sibuk dengan HP-nya.
"Kuharap kau puas dengan cincin ini. Ini sudah puluhan kali kau tau? Jari manisku ini sakit!" oceh Tya sembari menggerutu kesal
Ia meletakkan tangannya di atas meja depan pria itu. Membiarkan Antonio mengamatinya.
"Jelek!"
What?!!!
Oh, baiklah. Sekarang apa halal kalau dia membakar pria ini hidup-hidup?
Para pelayan toko kelihatannya juga sudah mulai geram meski mereka masih mencoba tersenyum manis dengan tingkah semaunya Antonio.
Please! Siapa di sini yang mau membantunya? Tya sudah lelah.
"Kalau aku ambil ini saja boleh? Biar saja jelek!" Mohon Tya dengan isak lelahnya.
"No! Kau tidak dengar. Daddy-ku bilang pilih yang terbaik."
"Tapi ini terbaik buatku! Aku juga yang pakai ini. Jadi ini sudah bagus sekali buatku!"
"Tidak! Tetap tidak. Pokoknya aku tidak mau itu. Jelek! Ganti yang lain."
Oh! Sekarang sepertinya sudah halal kalau dia jadikan pria ini dendeng balado terong.
"Maaf, Tuan. Tapi itu yang terakhir. Semua sudah di coba Nona Tya. Saya rasa toko kami tidak memenuhi standar, Tuan," ujar pemilik toko menyahut.
Tampaknya pemilik toko juga sudah lelah dan pasrah. Pasalnya ini sudah 3 jam dan sejak 3 jam yang lalu itu semua cincin yang ada di toko ini sudah di kenakan Tya.
"Oh tidak-tidak. Aku yakin masih ada yang belum di coba."
Semua sudah di coba, Bambang!
Ingin rasanya Tya berteriak di depan gendang telinga Antonio. Agar pria itu paham. Apa Antonio perlu di bawa di tht untuk membersihkan kotoran telinganya?
Atau bawa ke rumah sakit jiwa saja untuk memeriksa kejiwaannya.
Di tengah kekesalan dan proses menumbuhkan sisi sikopat Tya, Antonio berdiri dan berjalan menuju salah satu etalase. Memandangi isinya dan tangan pria itu menunjukkan sesuatu.
Dia kembali pada Tya dan menyuruhnya mengenakan cincin itu.
"Ini sudah kupakai tadi," kata Tya.
"Pakai dulu. Mungkin tadi aku kurang fokus saat kau pakai itu."
"Ck." Bisa apa lagi Tya sekalian menurut dan memakai cincinnya.
"Perfack!"
Hah! Demi tuhan!
"Ini cincin yang pertama kali aku pakai!" Protes Tya dengan nada kesalnya.
"Ya. Itu bagus. Cukup untuk jarimu yang tidak langsing itu!"
AAaaaaaaaa!!!!!
Oh baiklah.Tya sudah tidak mampu hidup lagi.
Kenapa?
Kenapa harus memutari toko kalau pada akhirnya cincin pertama juga yang di ambil?
****
Setelah memutari 8 planet yang ada di galaxy. Akhirnya tepat di jam makan siang Tya bisa menikmati makannya dengan tenang. Dan urusan cincin sudah beres.
Meski rasa kesal yang tidak terbendung. Yang bisa saja meledak hingga memuntahkan lahar gunung berapi. Tya masih tidak habis pikir dengan kejiwaan Antonio.
Dia harus jadi korban keliling toko hanya untuk mencari cincin yang pada akhirnya yang di ambil adalah cincin pertama yang di pakai Tya.
'Mungkin Antonio sengaja?"
Bisa jadi. Antonio sedang mengerjainya.
Huh! Jahat sekali. Apa salahnya sampai harus di kerjai seperti itu. Selama ini Tya tidak punya salah pada Antonio. Dia tidak pernah berbuat salah sampai harus di hakimi begini.
Menyebalkan!
Sekarang lihat, dengan tampang tak berdosanya, Antonio malah main hp sambil makan tidak peduli kalau kaki Tya kesemutan karena tadi harus bolak balik etalase.
"Nanti aku saja sendiri yang pilih gaun pengantin," ujar Tya.
Ini antisipasi. Dia tidak mau harus bolak balik kamar ganti dan di suruh mencoba semua gaun pengantin di butik.
"Tidak perlu. Itu sudah di atur."
"Oh, baguslah. Jadi aku tidak perlu jadi tumbal kekesalan kamu!" cetus Tya.
"Tumbal? Ngerasa di tumbalin, Mbak?"
Sepertinya Antonio sedang mengejeknya!
"Denger ya Antonio! Aku tau kamu kesal dengan keputusan Daddy kamu, dengan pernikahan ini. Tapi bukan berarti kamu harus jadi pecundang dengan melampiaskan itu pada aku!"
Tya rasa ini sudah cukup. Dia tidak bisa tinggal diam kala dapat bullying secara fisik begini. Baginya ini pembudakan.
"Kenapa? Masalah?"
Kejiwaannya memang terganggu!
"Tentu saja masalah! Aku capek. Aku gak suka di perintah-perintah. Jadi tolong! Kalau kamu gak suka, maka kamu bilang sama Daddy kamu buat membatalkan ini."
Antonio tidak langsung menjawab. Dia memandang Tya cukup lama. Tersenyum kecil kemudian.
"Aku memang pecundang! Kenapa? Masalah?"
****
Pukul 8 malam, Antonio berada di diskotik langganannya. Sebuah club malam mewah yang selalu di sambangi Antonio.
Terutama kalau Antonio sedang kalut. Sebenarnya Antonio sendiri tidak tau kenapa dia merasa sepusing ini. Hatinya saat ini sedang tidak bisa di singgung sedikitpun.
Ia duduk ditemani botol-botol minuman yang beberapa saat ini sedikit banyak bisa membantunya meringankan rasa kesal
Selama ini semua keluarga nya selalu mencap Antonio tidak berguna. Dan bagi Antonio, itu biasa. Sudah puluhan bahkan ratusan kali Daddy dan Mommy-nya bilang begitu. Bahkan keluarga besar Daddy-nya.
Tapi selama ini dia tidak terlalu peduli. Tapi mendengar gadis itu tadi mengatakannya pecundang, entah kenapa dia benci mendengar kalimat itu.
Lancang sekali gadis kecil itu! Dia pikir dia siapa berani mengatakannya pecundang?
Rahang Antonio mengeras tiap kali mengingat kalimat Tya tadi siang. Gadis itu, dia ingin melihat sosok Antonio Frederick yang asli rupanya.
Awas saja, saat dirinya menikahi gadis itu nanti, akan dia tunjukkan bahwa dirinya tidak pecundang. Antonio juga akan pastikan, bahwa gadis itu tidak akan pernah merasakan bahagia ketika menikah dengannya.
Akan Antonio pastikan semua itu.
Bersambung....