"Saya cukup khawatir dengan Nona Tya."
"Dia akan baik-baik saja."
"Perlu saya berikan beberapa orang untuk mengintai mereka?"
"Berikanlah. Tapi jangan sampai menimbulkan kecurigaan. Aku cuma ingin mereka bisa menikmati waktu bersama."
****
Apartement yang di berikan cukup luas. Meski tidak mewah, tapi ini cukup nyaman ditinggali suami istri tanpa anak seperti mereka.
"Ada dua kamar di sini. Dan aku mau kita tidak satu kamar!" tegas Antonio setelah melemparkan kopernya kesembarang arah.
"Maksudmu kita tidur di kamar berbeda?" tanya Tya.
"Iya. Kenapa? Kau kecewa ternyata aku tidak mau sekamar denganmu?" Antonio menatap sinis Tya. "Buang jauh-jauh fantasi konyolmu bisa tidur denganku. Atau bahkan mengkhayal bisa menjadi istriku selamanya."
Tya mendelik tidak suka dengan omongan bermakna sinis Antonio.
"Maaf, Tuan. Tapi perlu anda tau, saya tidak serendah itu untuk anda. Sebaiknya kau nilai dulu dirimu di cermin. Apa kau pantas berkata begitu?"
Antonio hanya membalas dengan helaan nafas. "Terserah kau saja. Yang penting aku sudah peringati!"
Ia beranjak meraih kopernya masuk kedalam salah satu kamar. Meninggalkan Tya yang kesal di tempatnya.
"Memangnya dia tampan sekali? Kepedeannya terlalu tinggi. Dia pikir sesempurna itu sampai aku harus jatuh cinta padanya? Heh! Cicak juga tidak sudi menjadi istrinya!"
Tya mengelak pakaian kelemari sambil menggerutu kesal.
"Aku ini tidak beruntung saja sampai berakhir dengan lelaki arogan dan pemalas sepertinya."
Satu persatu di masukan Tya pakaiannya.
"Dia se pede itu berkata aku yang akan jatuh cinta padanya. Apa dia tidak berfikir bagaimana kalau dia yang jatuh cinta padaku. Heh! pasti akan aku tolak mentah-mentah. Biar tau rasa!"
Semua pakaian sudah masuk kelemari. Tya bernafas ngos-ngosan. Membereskan pakaian sambil marah-marah ternyata melelahkan juga.
Ia duduk di sisi tempat tidur dan meraih laptopnya. Memeriksa akun YouTube nya lagi.
Tya menghela nafas. Sudah cukup lama dia hiatus karena kasus Ayahnya. Mungkin saat ini adalah waktu yang tepat melanjutkan karier yang sudah lama di bangunnya.
Menjadi istri Antonio dan menjalani kehidupan dengan pria itu bukan berarti dia harus melupakan kariernya bukan? Sekacau apapun kehidupannya Tya tetap harus fokus pada kariernya.
Tapi ada satu hal yang jadi pikiran khusus baginya. Mungkin.... ruangan kamar ini harus dia buat seperti studio. Sebagai konten kreator story telling, dia harus punya studio untuk membacakan ceritanya.
Tya mengancang-ancang akan buat studio kecil di pojok kamar ini saja.
****
Pagi hari, Tya menjalani hidupnya sebaik mungkin. Bangun pagi, bersih-bersih kamar, memasak, bersih-bersih ruangan lalu mandi dan berdandan.
Dan ketahuilah, saat Tya melakukan semua itu, sampai saat ini Antonio tidak juga keluar dari kamarnya. Bahkan Tya tidak mendengar di dalam sana ada tanda-tanda kehidupan. Pasalnya tidak ada suara apapun.
Mungkin Antonio keluar tanpa sepengetahuannya?
Tya memikirkan itu beberapa saat. Tapi kemudian menepisnya.
"Buat apa aku mirikin dia. Mending mikirin konten," gerutu Tya.
Setelah dia makan dan mencuci piringnya, Tya keruang tengah sembari membawa cemilan. Perlu di ketahui, ternyata rumah ini sudah di lengkapi perabot dapur dan perabot lainnya. Juga bahan masakan penuh di sana. Sampai cemilan pun ada.
Tya menikmati itu semua. Membawa cemilan itu keruang tengah menikmatinya sambil memikirkan pekerjannya.
Ia mengatur apa saja yang akan di tampilkan dan bagaimana setting memasukan suaranya nanti.
Ia larut dalam pekerjaan, sampai ia tidak menyadari sejak tadi ia di perhatikan oleh sosok Antonio yang baru bangun tidur. Bersandar di daun pintu tertutup sambil memperhatikannya.
Tya mendongak, ia tertegun beberapa saat. "Kau baru bangun?" tanya Tya. Ia melirik jam dinding.
Sudah pukul 10 pagi. Harusnya ini adalah jam paling sibuk. Dan, lihat apa yang pria ini baru lakukan? Dia baru bangun tidur dan tampaknya nyawanya belum terkumpul betul.
"Kamu tidak pergi bekerja?" tanya Tya khawatir Antonio akan terlambat. Atau mungkin, Antonio masih cuti karena menikah?
"Aku tidak kerja," sahutnya lamit-lamit terdengar. Dia berjalan ke dapur acuh tak acuh.
Antonio langsung menyosor ke makanan di atas meja. Duduk di sana tanpa mencuci muka sedikitpun.
"Kamu tidak mandi dulu? Jorok sekali baru bangun tidur langsung makan," omel Tya mengikutinya kedapur.
"Kau bawel sekali," erang Antonio kesal.
"Ish! Kamu bilang tidak suka gadis jorok. Tapi kau jauh lebih jorok. Mandi dulu sana," omel Tya.
"Siapa kau memerintahku?"
Antonio tetap memakan makanannya tidak peduli Tya yang mengomelinya.
Tya menggerutu kesal menatap kelakuan Antonio. "Kau tidak bekerja? Jadi apa yang kau lakukan setelah bangun kesiangan begini?" tanya tya setengah mengomel.
"Main."
Hah? Apa katanya tadi? Tya bahkan hampir tertawa terbahak-bahak mendengar pengutaraan pria ini.
"Kau sudah tua. Umurmu bahkan lebih tua dariku. Tapi kamu tidak ada bedanya dengan anak umur 5 tahun."
Tya memilih pergi setelahnya. Tidak ada gunanya juga menceramahi kepala batu. Tapi dia tetap tidak habis pikir dengan Antonio.
Apa karena dia anak orang kaya sampai-sampai tidak bekerja di usia setua itu? Mungkin benar, dia sangat tidak beruntung menjadi istri Antonio.
****
"Siapa dia mengomeliku begitu. Memang kenapa kalau aku tidak bekerja?"
Antonio menggerutu sendiri di sebuah bar yang buka di siang hari. Ia lebih memilih menghabiskan waktu di sini dari pada di apartemen dengan Tya yang berani-beraninya mengomeli dirinya begitu.
Setelah sarapan Antonio pergi tanpa mengatakan apa-apa.
Seperti biasa dia akan nongkrong sampai malam. Bahkan dirinya bisa saja akan menghabiskan waktu semalaman. Di sambung dengan tidur di hotel bersama teman pria atau wanitanya.
Ia meminum minuman sambil memainkan HP nya. Tidak peduli sebanyak apapun Antonio minum, dia orang yang jarang mabuk hanya dengan sebotol atau dua botol minuman.
Tak sengaja Antonio melihat beberapa laman berita. Iseng dia mensecroll layar melihat-lihat.
Ada salah satu scroll yang di temukan Antoni, foto Daddy-nya bersama Jeremy, dengan judul yang tertera di atasnya.
Frederick group!
Foto itu, seperti seorang ayah dan putra besarnya dan membangun perusahaan. Padahal nyatanya Jeremy hanya anak pungut di keluarganya. Yang Antonio tau di biayai sekolah oleh Daddy-nya.
Rasa iri benar-benar terpatri dalam jiwanya. Pria itu, selalu saja menjadi kebanggaan sang Daddy. Bahkan dirinya putra kandung tidak di pedulikan.
"Kau sudah tua. Umurmu bahkan lebih tua dariku. Tapi kamu tidak ada bedanya dengan anak umur 5 tahun."
Samar-samar dia mengingat ocehan Tya di apartemen tadi pagi. Mungkin kalau dia pura-pura dewasa dan bekerja di depan Daddy-nya, akan membuat Daddy-nya bangga dan mendepak Jeremy.
Masalahnya Antonio tak suka pekerjaan kantor. Dia tidak berminat bekerja di kantoran apalagi jadi pengusaha.
Tapi orang bilang harus ada pengorbanan kalau mau keberhasilan.
Mungkin tidak masalah berkutat dengan komputer beberapa saat. Setelah dia berhasil mengambil hati Daddy dan menyingkirkan Jeremy, dia akan kembali lagi menjadi dirinya yang menyenangkan seperti sekarang.
Bersambung.....