Chereads / Tetaplah Bersamaku! / Chapter 28 - 28. Awan Putih di Gelapnya Malam

Chapter 28 - 28. Awan Putih di Gelapnya Malam

Cherryl, perempuan yang pernah menjadi cinta pertama Martin namun pergi begitu saja demi karirnya sebagai seorang model terkenal dunia. Martin menyeringai sinis. Hari dimana Cherryl meninggalkan dirinya adalah hari dimana dia sudah memutuskan untuk melupakan perempuan itu untuk selamanya.

"Martin, lihat ... dia benar-benar datang. Cherry kesayanganmu sudah datang dan sedang berjalan menuju kesini." Teman pria dengan rambut agak ikal itu berbisik pada Martin yang tidak peduli dan terus memainkan gelas kosongnya sambil menyeringai sinis. Pria itu bangkit ingin pergi namun tiba-tiba dadanya di dorong oleh tangan yang lembut dan wajah yang memabukkan semua pria. Cherry memang sangat cantik dan seksi. Pria mana yang tidak ingin dekat dengannya. Dan, Cherryl tahu itu sehingga dia dekat dengan semua pria yang memujanya.

"Martin sayang, apa kabar kamu? Lama tidak berjumpa." Cherryl mendekati Martin dengan posisi sangat dekat. Semua teman-teman Martin tertawa terkekeh dibelakangnya. Perlahan mereka memisahkan diri dari sepasang kekasih yang lama tidak berjumpa itu.

Martin menggenggam tangan Cherryl dan melepaskannya.

"Aku sudah bilang padamu, diantara kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi." Martin hendak beranjak meninggalkan Cherryl namun perempuan seksi itu menarik lengan Martin dan memeluknya dari depan. Martin yang melihat kelakuan Cherryl hanya bisa menghela napasnya.

"Maafkan aku, sayang. Aku berjanji, kali ini aku tidak akan meninggalkanmu. Aku bodoh saat itu tidak berpikir panjang. Maafkan aku, Martin." Cherryl semakin menempelkan tubuhnya erat pada dada bidang yang ada didepannya. Martin justru membuat jarak dengan merenggangkan pelukan kekasih yang sudah lama meninggalkannya demi ambisinya.

"Beri aku waktu. Aku harus pulang sekarang." Martin melepaskan genggaman tangannya pada lengan Cherryl namun perempuan seksi itu tidak rela.

"Martin, berikan aku kesempatan. Aku akan membuktikan bahwa aku masih mencintaimu." Cherryl menghadang tubuh pria yang nyaris sempurna itu.

"Aku tidak boleh melepaskan Martin lagi. Hanya dia kesempatan satu-satunya bagiku untuk mendapatkan sponsor kali ini, agar aku bisa kembali tampil di luar negeri." Pikir Cherryl sambil tersenyum lembut dan menggoda.

"Maafkan aku, untuk saat ini aku masih ingin sendiri." Martin melepaskan diri dari hadangan perempuan yang memaksakan dirinya dan keluar dari klab malam secepat mungkin.

"Sial! Hampir saja aku terperangkap lagi dengan rayuannya. Huft, aku ingin menghabiskan malam ini tapi kemana?" Martin mengeluarkan kunci mobilnya. Baru saja dia hendak memencet alarm kunci tiba-tiba matanya melihat sosok perempuan yang pernah dilihatnya dua kali sedang di ganggu oleh beberapa lelaki iseng.

"Hai cantik, mau kemana tengah malam begini? Berapa tarifmu semalam, hmm? Bagaimana kalau kamu menyenangkan kami berempat? Lebih baik daripada mencari-cari mangsa di jalanan. Hahaha," Seorang lelaki berjalan mendekati si perempuan yang sudah ketakutan, sementara tiga orang lainnya mengepung dari sisi kanan kiri dan belakang. Mau mundur, ada lelaki dibelakang yang siap melahapnya. Mau berlari ke arah samping, ada dua lelaki yang sudah siap siaga. Suasana dijalanan yang lengang membuat Liza tidak tahu harus meminta tolong siapa.

Dia harus berjalan jauh karena tidak menemukan kendaraan untuk pulang setelah dari kuliah malamnya. Bus yang biasa di tumpanginya sudah melewati jam malam jadi sudah tidak beroperasi lagi.

"Kalian jangan macam-macam atau aku akan berteriak!" Liza meletakkan tas didepan dadanya. Hatinya sudah panik namun dia masih ingin menjaga kewarasannya agar tidak mudah terjebak dalam kepanikan.

"Apa yang kalian lakukan?" Suara bariton yang menggelegar dari arah belakangnya, membuyarkan kepanikan Liza. Semuanya langsung melihat ke arah datangnya suara.

"Sekumpulan lelaki banci beraninya hanya menakuti seorang perempuan lemah. Apa kalian tidak malu?" Martin yang memegang rokok, mengepulkan asap putih ke udara. Tampaklah balon-balon gelembung menyerupai awan putih terlihat jelas di gelapnya malam.

"Huh, cuma seorang saja berani maju. Kamu tidak tahu siapa kami jadi mundur saja kalau tidak mau celaka." Ujar seorang lelaki yang sejak tadi berbicara pada Liza.

"Hahahaha," Ke tiga lelaki lainnya tertawa terbahak-bahak merasa kalau lelaki yang baru datang itu sudah bertindak konyol dan nekat karena berani menghadang aksi mereka.

"Kalian tidak bertanya pada gadis itu apa dia mau ikut kalian atau tidak? Kalau dia ikut kalian, aku tidak akan mencegahnya. Tapi, kalau dia tidak suka, terpaksa aku harus membawanya." Martin mengepulkan kembali asap ke udara dengan gerakan yang sangat elegan.

Liza merasa untuk sesaat nasibnya terselamatkan. Namun, dia tidak bisa tenang dulu karena ucapan para lelaki preman itu akan mempengaruhi nasibnya setelah ini.

"Hahaha, dia ini pacarku. Kami sedang bertengkar jadi kamu bisa lihat kalau kami seperti sepasang kekasih yang sebenarnya saling mencintai. Bukan begitu, sayang?" Lelaki yang sejak tadi berbicara it, mengedipkan satu matanya pada Liza.

"Apa itu benar?" Martin bertanya pada Liza dengan sorot mata sendu namun bibirnya menyeringai sinis.

"Tidak! Aku tidak kenal mereka. Tuan, tolong aku! Aku baru pulang kuliah malam dan tiba-tiba mereka menghadang jalanku." Liza hendak berlari ke arah Martin namun lelaki preman yang sepertinya kepala dari mereka berempat, menarik tangan Liza agar mendekat ke arahnya.

Bukan Martin namanya kalau tidak bisa mendapatkan apa yang dia inginkan. Dengan sekali tendangan, lelaki yang menarik tangan Liza, dibuat terjungkal ke belakang. Tangan Liza di tarik oleh Martin dan perempuan itu pun bersembunyi di belakang tubuh pria yang atletis dan tinggi menjulang itu.

"Jangan pernah mengakui sesuatu yang bukan haknya. Kalian cepat pergi dari sini atau aku akan buat kalian satu persatu cacat seumur hidup." Martin menyeringai sinis pada ke tiga teman si lelaki. Entah mengapa mereka bertiga ketakutan melihat wajah Martin yang sangar. Mereka pun membantu temannya untuk bangun dan pergi dari tempat tersebut.

Liza menghembuskan napas lega akhirnya bisa lepas dari jeratan para preman liar.

"Terima kasih atas pertolongan, tuan. Lain kali aku pasti membalas kebaikan tuan." Liza menundukkan kepalanya sambil tersenyum terpaksa. Aura yang dikeluarkan Martin malam ini sudah pasti membuat orang yang melihatnya akan bergidik ngeri. Aroma alkohol tercium dari mulutnya meski jarak Liza dan Martin berdiri kurang dari dua meter.

"Huh, larut malam begini baru pulang kuliah? Bukankah kamu bekerja di kafe langganan kantorku?" Martin mencoba mengkonfirmasi praduganya.

"Be-betul sekali. Dari pagi sampai sore, saya bekerja di kafe. Sore sampai malam saya kuliah. Maafkan telah mengganggu perjalanan tuan. Kalau begitu, saya permisi dulu." Liza lagi-lagi menundukkan kepalanya untuk meminta ijin pergi.

Martin menoleh ke belakang dan sekelebat dia melihat Cherryl berjalan menghampiri dirinya yang memang masih berada tidak jauh dari klab malam itu. Martin langsung menarik tangan Liza yang baru berjalan beberapa langkah dan pria itu mencium bibir Liza seketika sehingga membuat Liza melebarkan matanya kaget.