Ke esokkan paginya di kantor dekan Kenzie dan dua temannya termasuk Eko di panggil ke kantor, mereka di omeli oleh dekan karena membuat keributan di klub malam, di tambah lagi mereka masih mahasiswa meskipun umur mereka bukan lagi remaja tapi status sebagai pelajar masih menggantung di atas kepala mereka, apalagi mereka salah satu dari mahasiswa universitas mandala takutnya hal buruk itu akan membuat kampus mereka menjadi buruk.
Dekan tua itu melemparkan beberapa foto hasil pertengkaran mereka malam sebelumnya di hadapan Ari, Arya dan Eko.
Dekan "Bagaimana kalian akan menjelaskan ini? Rio mengatakan kalian menyerangnya tanpa alsan. Mereka bahkan memiliki ini."
Ari dan Arya melihat ke atas meja tanpa minat. Eko juga melihatnya dan berkata "Pak Dekan. Yang memulai Kenzie jadi yang harus di hukum dia bukan kami."
Saat itu Kenzie juga masuk ke dalam kantor dekan agak terlambat masih dengan gaya ceroboh dan sombongnya, type pembangkang nomor satu. Ari yang melihat Kenzie datang tersenyum lebar tapi tidak dengan Eko yang sepertinya sangat membenci Kenzie. Laki-laki tampan itu duduk di sofa seperti bos mengabaikan sopan santunnya.
" Pak Dekan, bagaimana kalau saat ini, keluarkan saja aku dari kampus?"
Dekan yang mengenal perangai Kenzie menghela napas lelah melihat tingkah salah satu mahasiswanya yang selalu membuat onar itu "Kenzie. Mengeluarkanmu? Sebagai Dekan aku percaya sebaiknya memaksamu datang ke kampus setiap hari."
Kenzie mendengus di matanya semua orang adalah debu apa lagi yang berhubungan dengan ibunya. Kenzie selalu merasa ibunya terlalu sok peduli padanya "Ide bodoh siapa itu? Pemilik Universitas? Atau pengacara Kusuma? Aku tidak pernah masuk kelas atau membuatkan tugas dan tidak bisa lulus dalam waktu dua tahun, bukan kah itu merepotkan untuk mu? Kenapa kau tidak mengeluarkan ku saja.."
Dekan itu melotot pada Kenzie kalau saja dia tidak tahu perjuangan ketua pemilik universitas dan dia sendiri juga telah berhutang budi padanya dia tidak akan mau bersabar menghadapi kepribadian labil Kenzie.
"Itu tidak masalah sama sekali, jika kau mulai melakukan yang baik mulai sekarang, kau pasti akan lulus tahun ini." Kata Dekan itu kembali membujuk. Di belakang Arya dan Ari menahan senyum mengangguk mendengarkan dua orang itu akan selalu mendukung apa pun keputusan Kenzie karena bagi mereka Kenzie seperti bintang yang tidak pernah redup. Sedangkan Eko mengerut kening kesal karena Dekan masih terus berusaha membujuk Kenzie yang tidak memiliki minat untuk belajar, baginya Kenzie hanya sampah yang tidak akan bisa di daur ulang, membujuknya seperti itu hanya akan buang-buang tenaga. Lagi pula setiap Kenzie membuat masalah dia tidak pernah mendapatkan hukuman selalu orang yang membuat masalah dengannya yang mendapatkan hukuman tidak peduli apakah mereka benar atau salah.
Kenzie menekan antara alisnya kesal merengut pada dekan "Siapa yang mau seperti ini? Aku bukanyang menginginkan ijazah dan gelar tapi ibuku yang menginginkannya."
Dekan masih sabar "Kenzie, jangan bercanda." Dekan itu melihat jam di pergelangan tangannya "Eh, ini waktunya kelas. Murid yang lain akan mendapatkan hukuman."
Eko yang kesal membantah " Tunggu! Dia hampir membunuh seseorang dan kau melepaskannya? Dekan, menghadiri kelas sudah menjadi hak seorang murid, aku menyarankan kampus harus bertindak terhadap Kenzie."
Dekan tua itu melotot pada Eko "Kau ingin jujur sekarang? Baiklah, lalu akan aku beritahu orang pertama yang bertindak penyebabnya adalah kau Eko!" Dekan itu mengomel. Kenzie yang duduk di sofa tersenyum sambil terus mengunyah permen karet dalam mulutnya. Begitu pula dengan Arya dan Ari yang berdiri di belakang Eko berusaha menahan senyumnya.
Eko tidak terima dan mencoba membela dirinya "Pak Dekan, gambar memutarbalikkan situasi.! Tolong selidiki kamera keamanan untuk mendapatkan kebenaran."
Dekan ".. Aku telah menyelidikinya, rekaman itu hilang.!"
Eko masih ingin membela diri "Lalu! Paling tidak berikan aku kesempatan untuk memperbaiki, aku selalu bergantung pada beasiswa, itu satu-satunya jalan. Jika ini di catat, maka aku tidak dapat mengajukan beasiswa. Pak Dekan, ini bahkan sama sekali tidak ada hubungannya denganku" kata Eko gemetar dia takut beasiswanya akan di cabut karena masalah yang tidak pernah dia perbuat.
Kenzie melihat itu masih tenang dan tidak peduli dengan masalah yang di hadapi Eko.
Dekan "Lalu aku akan bertanya padamu, apa yang kau lakukan di sana di tengah malam? Kenapa kau ada di sana bersama dengan mereka?"
Eko menundukkan kepala tidak bisa mengatakan yang sebenarnya, Kenzie menyandarkan kepalanya di bahu sofa berkata dengan santai membuat emosi Eko semakin menggelegak melihatnya.
Kenzie "Benar.."
Dekan "Eko. Jangan kau pikir bisa mengelabui ku seperti ini, aku harus segera melaporkan ini tidak ada perubahan." Dekan tua itu mengambil semua bukti di atas meja lalu berbalik pada Kenzie dengan wajah menyembah bahkan cara bicaranya juga sudah berubah sangat lembut tidak keras seperti dia mengomeli Eko sebelumnya "Kenzie? Ingat untuk masuk kelas." Setelah mengatakan itu Dekan tua itu berbalik pergi dengan langkah lebar tidak ingin menghadapi kelakuan Kenzie yang hampir membuat kepalanya botak.
Arya dan Ari serta Kenzie yang duduk di sofa terkekeh melihat dekan tua itu seperti sedang melarikan diri untuk menyelamat dirinya dari menimbulkan banyak masalah. Eko melotot marah pada Kenzie dia merasa tidak terima Karen telah di hukum.
Setelah masalah di kantor dekan selesai begitu saja. Arya dan Ari membawa Kenzie ke kantin.
"Mengapa kita menuju kantin? Aku tidak lapar!"
Ari "Kita di sini untuk target selanjutnya. Bukankah aku sudah bilang di klub kemarin?"
Arya "Kedengarannya gadis itu di sini sebatang kara sejak kanak-kanak. Bibinya dan walinya memiliki kantin ini. Dia bekerja di sana." Tunjuk Ari pada salah satu kantin yang lumayan banyak di kunjungi oleh mahasiswa untuk mengisi perut.
Arya tersenyum "Walau pun pendidikannya hanya sampai sekolah menengah dia adalah bekas anak orang kaya. Tidak heran dia berbeda, terlalu sulit untuk di gapai pria."
Kenzie mendengarkan dengan wajah bosan bahkan sudah menguap lebar menahan rasa kantuk.
***
Di dalam kantin ada antrean panjang dan semuanya adalah laki-laki tampan. Mereka rela mengantri panjang hanya untuk melihat Ocha yang menghitung belanja mereka.
Ocha selesai menghitung pesanan salah satu laki-laki "Tiga puluh lima ribu."
Laki-laki itu menyerahkan uang lima puluh ribu pada Ocha sambil berkata "Aku dengar kau sudah menolak beberapa laki-laki, tetapi mohon terimalah ini.."
Ocha ingin mengatakan sesuatu tapi sebuah tangan melewatinya dan mengambil uang yang di ulurkan laki-laki itu dan melihatnya ada nomor ponsel tertulis di sana. Ocha melihat ke samping ternyata itu adalah Johan. Menatap uang itu sejenak dan berkata.
"Apakah kalian di sini untuk makan? Atau merayu wanita?"