Chapter 4 - vier

Hari-hari berlalu, Ocha akhirnya mulai terbiasa tinggal di kota itu meskipun keadaannya sangat tidak nyaman, tapi Ocha tidak ingin merepotkan bibinya. Akhirnya dia membantu pekerjaan bibinya seperti mencuci piring dan mencuci pakaian.

Ocha sedikit meringis ketika merasakan perih di tangannya itu adalah luka akibat mencuci pakaian sebelumnya, dan semakin perih ketika terkena air sabun cucian piring. Ocha ingin menangis dan menyerah tapi kata-kata bibinya selalu terngiang di kepalanya.

"… Kau tidak punya apa pun sekarang, tidak ada piano, tidak ada ulang tahun, tidak apa-apa! Kau bukan siapa-siapa.."

Ocha menghela napas mengambil sebuah karet pengikat plastik yang tergantung di paku yang tertempel di dinding lalu mengikat rambutnya. Rambut yang di sukai ayahnya ketika terurai karena akan membuatnya terlihat cantik. Ayahnya tidak pernah membiarkan Ocha mengikat rambutnya tapi kali ini Ocha harus melanggar permintaan ayahnya dan mengikat rambutnya. Ocha pun kembali melanjutkan mencuci piring di antara ringisan yang keluar dari bibirnya karena perih akibat luka di tangannya.

Ocha memegang spon yang berbuih untuk menggosok piring rasa perih menusuk tangannya tapi dia masih menahannya, meskipun gerakannya lambat tapi dia tidak berhenti. Mata Ocha memerah seperti akan menangis tapi tidak ada satu pun air mata yang keluar dari matanya. Gadis itu seperti telah menguatkan dan mengeraskan hatinya untuk tidak terlihat lemah lagi.

Tanpa sepengetahuan bibinya. Ocha bahkan bekerja di pasar ikan memindahkan ikan yang baru datang ke dalam kotak yang berisi potongan es. Karena sudah terbiasa semuanya dia kerjakan dengan baik dan lancar bahkan gerakannya semakin lincah. Orang-orang yang sudah terbiasa melihatnya di sana semakin akrab dengannya.

"Ocha! Kau dapat mengambil ini sekarang!" kata salah seorang nelayan yang baru saja memindahkan ikan dari kotak besar ke dalam kotak yang lebih kecil untuk di bawa Ocha ke tempat salah satu toko langganan si nelayan.

"Ok! Terima kasih!" gadis yang dulu terlihat lemah dan tidak bisa melakukan apa-apa kini telah berubah menjadi gadis kuat, mandiri dan pekerja keras, bahkan tubuh kecilnya tidak bisa menghentikan semangatnya.

****

Lima belas tahun kemudian masih di pasar ikan seorang gadis cantik, memakai kaos putih polos di balut kemeja kotak-kotak yang sengaja tidak di pasang kancingnya, dan celana jins serta sepatu bot yang membukus kakinya, gadis itu memiliki tubuh kecil, langsing dan cantik. Rambut hitam panjangnya di ikat asal-asalan. Mata bulatnya sedikit tertutup oleh poni yang sudah panjang di wajahnya. Tapi itu semua tidak menghentikan gerakan lincahnya.

Gadis dua puluh tiga tahun itu terlihat bahagia dengan pekerjaannya sebagai kuli di pasar ikan, dia berusaha menarik troli yang yang berisi kotak ikan, dia terlihat kesulitan mendorongnya hingga dia merubah posisinya menjadi menyeret troli tersebut. Angina laut senja itu berhembus lembut menyapu poni yang sedikit menutup matanya, membuat mata hitam indahnya terlihat jelas.

Gadis itu menyeret troli berisi kotak ikan sampai ke pasar ikan, pasar itu selalu ramai oleh pembeli. Ocha sampai di sebuah toko yang menjual banyak jenis ikan, mulai dari keras, cumi-cumi, sotong, udang, apa lagi ikan laut. Ocha memindahkan semua ikan yang baru dia bawa ke dalam kotak-kotak di hadapannya supaya pembeli bisa memilih ikan yang masih segar. Pekerjaannya selesai ketika salah satu karyawan toko tersebut datang.

Ocha segera berdiri dengan senyum lebar dan bertanya "Paman! Barang yang aku pesan kemaren, paman tidak lupa. Bukan?"

Paman yang di panggil meletak box putih yang dia bawa di atas lantai, handuk kecil tersampir di bahunya, paman itu terlihat baik dan sudah bekerja cukup lama bersama Ocha. "Ikan yang kamu inginkan.. aku sudah menangkap dua ikan cantik di laut hari ini dan itu spesial untukmu."

"Lalu, apakah aku dapat diskon karena aku bekerja di sini, benarkan? Paman.." tanya Ocha penuh harap. Sambil mengeluarkan dua lembar uang dua puluhan dari dalam saki celana jins-nya lalu menyerahkan uang itu pada paman pemilik toko.

Paman pemilik toko tersenyum melihat mata bulat Ocha dan langsung menolak uang yang di berikan Ocha "Tidak perlu, kau sudah mengerjakan tugasmu dengan sempurna, anggap ikan satunya sebagai hadiah ulang tahunmu, bukankah kau hari ini ulang tahun dan ikan satunya lagi anggap sebagai bonus.."

Ocha merasa tidak enak "Eh, tapi paman.."

"Sudah! Tidak apa-apa.. asal jangan bilang pada bibi.." kata paman pemilik toko menyebutkan istrinya. Ocha yang mengerti tempramen istri dari paman pemilik toko langsung tersenyum sambil meletakkan telunjuknya di bibir.

"…Ssshhh.. oke! Terima kasih. Paman untuk hadiahnya." Kata Ocha senang, karena hampir lima belas tahun setelah ayahnya meninggal ini pertama kalinya dia mendapatkan hadiah dari orang lain.

Paman pemilik toko menyerahkan sebuah kantong plastic putih berisi air dan dua ekor ikan "Ingat, kau harus menghindari matahari. Jika airnya sedikit kau harus cepat sampai di rumah dalam waktu satu jam, jika tidak meskipun ikannya kuat tetap saja akan mati.." kata paman pemilik toko menjelaskan. Dan Ocha mendengarkan dengan baik.

"Aku tahu. Terima kasih paman! Aku harus pulang sekarang.."

Ocha berlari kecil menuju halte bus membawa plastik berisi ikan dengan hati-hati dia bahkan hampir tertinggal oleh bus tujuannya "Hei! Itu bus ku! Tunggu aku!" teriaknya sambil belari dan tidak lupa masih memegang kantong ikannya dengan hati-hati.

Ocha menghela napas ketika dia sudah duduk di dalam bus. Dia memilih kursi paling belakang, dan meletakkan ikannya di atas kursi di sampingnya dengan hati-hati. Bus perlahan mulai berjalan. Ocha mengurut pundaknya yang terasa kaku karena lelah bekerja seharian. Ocha ingat kalau dia belum melanjutkan bacaan bukunya. Gadis itu pun mengeluarkan sebuah buku dari dalam tasnya. Baru saja dia akan membaca terdengar sebuah klakson mobil yang sangat memekak telinga dari arah samping bus. Penumpang bus yang merasa penasaran pun menoleh ke sisi jendela, itu adalah sebuah mobil sedan mewah warna putih yang di kemudikan oleh seorang pemuda tampan dengan seorang gadis dua orang itu terlihat sedang bertengkar.

Laju mobil bus sedikit terhambat ketika mobil sedan putih itu berhenti melintang di depan jalan yang akan di lewati bus. Bus seketika berhenti mendadak membuat ikan yang Ocha letakkan di atas kursi di sampingnya seketika berguling-guling sampai ke bagian depan dekat si supir. Ocha yang terkejut melihat ikannya berguling begitu jauh menjadi khawatir takut ikannya akan pingsan karena pusing.

Si sopir bus terlihat marah dengan mengatakan "Bagaimana caramu menyetir! Apa jalan ini punya keluargamu!"

Penumpang ibu-ibu pun ikut berkomentar "Apa yang terjadi?"