Chapter 10 - zehn

Ocha yang masih di dapur segera menyembunyikan dirinya dari pandangan Kenzie yang ternyata kembali ke dapur dengan wajah galak. Ocha sedikit mengintip dan melihat Kenzie pergi ke kamar kecil dia pun mengambil kesempatan untuk membawa makanan yang tadi dia panaskan ke hadapan ibu Kenzie.

"Ketua.. masakannya sudah siap ini adalah ikan favoritmu."

Ibu Kenzie yang di panggil sebagai Ketua menoleh datar "Aku tidak ingin memakannya bawa pergi." Kemudian dia pergi begitu saja.

Ocha diam menatap kepergian ibu Kenzie, bergumam "Ikan ini sangat mahal." Tanpa pilihan Ocha membawa masakan yang di hangatkan kembali ke dapur dan meletaknya di atas meja, kebetulan ada di bibi Siti di dapur yang sedang menyusun sayur ke dalam kulkas. "Bik Siti, masakannya aku letak di atas meja ya, aku akan kembali dulu." Bik siti mengangguk dengan senyum hangat.

Sepanjang jalan Ocha kembali teringat dengan Kenzie dan ibunya yang sepertinya dalam hubungan yang tidak baik. Ibu dan anak sepertinya memiliki hubungan yang rumit. Ocha menggelengkan kepalanya. Dan berusaha menghapus segalanya kenangan yang di lihatnya. Dia tidak ingin ikut campur dalam urusan hidup orang kaya.

Sampai di rumah langit sudah gelap Ocha bersiap untuk mandi. Tapi suasana hatinya semakin suram. Di dalam kamar mandi dia menatap sekeliling, dinding kamar yang sedikit renggang dan bolong membuatnya semakin tidak nyaman. Ocha menghela napas. Mengunci pintu, dan menutup celah-celah yang renggang menggunakan handuk setelah merasa aman dia menghela napas lega.

Di luar kamar mandi Johan sedang mengambil minuman dia mendengar suara guyuran air dari kamar mandi. Johan terkejut, wajahnya gelisah, dia menelan ludah gugup menatap sekeliling. Rumah yang sepi membuatnya semakin gugup. Johan menatap ke arah kamar mandi cukup lama, dengan langkah pelan johan melangkah ke arah kamar mandi dengan langkah yang sangat pelan. Ocha yang sedang mandi selalu waspada merasa janggal segera mematikan air pancuran dan mendengar dengan teliti langkah yang mendekat ke kamar mandi. Johan sudah berdiri di depan jendela menempelkan wajahnya di kaca. Ocha dengan gerakan pelan memindahkan kain penutup seketika dia terkejut melihat wajah Johan menempel di kaca jendela.

"Aaahhkkk!!"

Johan yang ketahuan segera melarikan diri tapi bibi Ocha yang sudah tertidur terbangun ketika mendengar suara teriakan "Teriakan apa itu? Apa yang terjadi?" johan yang kalang kabut mencari tempat untu bersembunyi tidak sempat karena bibi sudah menuju dapur, johan hanya pura-pura sedang mengambil gelas, ekspresi gugup di wajahnya hilang seketika. Johan melihat istrinya yang berjalan ke dapur rambutnya mengembang karena memakai rol rambut, mukanya putih menggunakan masker terlihat seperti hantu.

Bibi Ocha masih bertanya. Johan gelagapan menjawab tepat saat itu Ocha kembali wajah gadis itu terlihat sangat gugup dan pucat, melihat wajah Johan yang berpura-pura di hadapan bibinya membuat perut Ocha mual ingin muntah. Johan masih terlihat sangat gugup. Ocha baru selesai mandi handuk masih tergantung di bahunya, Bibinya berdiri di hadapannya menatap silih berganti pada Johan "Ada apa?

Johan menoleh ke arah Ocha dengan kening berkerut-kerut, Ocha tidak ingin menatap wajah johan yang memuakkan "Aku.. aku baru saja melihat tikus besar.."

Bibinya terkejut "Tikus besar?" Ocha mengangguk "Seberapa besar?"

Ocha melirik marah pada Johan bibirnya terkatup menggertak menahan emosi berkata "Sangat besar!" katanya datar, johan yang menerima dan mendengar kata-kata itu hanya bisa menelan ludah.

Bibi "Sangat besar?" bibi merasa marah hingga memukul suaminya "Ini semua salahmu, bukankah kau bilang bahwa universitas mandala adalah yang terbaik? Sekarang dalam asrama, kita hidup bersama banyak tikus, besok kamu harus memikirkan cara menangkapnya. Tidak apa menakutinya, tapi jika besok aku sedang mandi dan tikusnya datang untuk menakutiku bagaimana?"

Johan terlihat sedikit marah tapi dia tidak luput untuk melirik ke arah Ocha "Apakah universitas mandala milikku?" tatapan dan wajah menyebalkan Johan semakin terlihat jelas di mata Ocha. Rasanya dia ingin mencungkil mata menjijikkan itu "Aku jelaskan. Jika kau menjalankan bisnis kantin dan takut tikus maka tutup kantinnya." Katanya sambil berlalu pergi. Melarikan diri.

Tapi bibi tidak mau kalah dan mengikuti suaminya sambil terus berceloteh cerewet. Ocha menatap dingin punggung Johan. Ini bukan pertama kalinya terjadi. Dia ingin mengatakan semuanya pada bibinya. Tapi bibinya tidak akan percaya begitu saja, karena di mata bibinya johan adalah laki-laki yang baik sopan dan penuh kasih sayang.

Ocha menghela napas lega, dadanya naik turun sejak tadi dia berusaha untuk bersikap tenang padahal dalam hatinya sangat ketakutan.

****

Di kamar Kenzie baru akan mengganti pakaiannya, pengacara sukma datang menghampirinya. Kenzie yang melihat kedatangan pengacara sukma mendengus jengkel "Kau hanya pengacaraku, bukan penjagaku. Kenapa kau masih di sini!"

Pengacara sukma tersenyum hangat seperti biasanya, mengangkat tas kerjanya sambil mengeluarkan sesuatu "Aku membawa ini dari kantor polisi untukmu." Kata pengacara sukma sambil menunjukkan sebuah buku tebal dan di letakkan di atas meja. "Jika ibumu tahu kau belum menyerah dia akan senang."

Dengan suara datar. Kenzie. "Apa kau sedang melamun? Itu bukan milikku!" tapi sesaat kemudian Kenzie terdiam dia teringat sebelumnya ketika mereka di kantor polisi. Ocha mengambil tasnya yang di buang oleh mantan kekasihnya. Apakah itu miliknya. "Gadis ikan menjijikkan!?"

***

Malam harinya Kenzie dan teman-temannya sedang berpesta di sebuah klub malam. Pembicaraan mereka tidak lepas dari para gadis-gadis cantik. Kenzie yang terkenal playboy dan suka seenaknya tidak pernah melewatkan apa pun apa lagi jika itu adalah gadis cantik. Mereka sedang membicarakan seorang gadis cantik yang akan menjadi bahan taruhan mereka. Kenzie mendengarkan dengan bosan namun tidak melewatkan sinar antusias di matanya. Ketika salah satu dari teman-teman gilanya berkata.

"Ini saatnya kau balas dendam. Ini dia yang telah membereskan Tyas.." seorang laki-laki tampan tinggi menyeret temanya yang sedikit culun memakai kaca mata mendekati Kenzie. "Tuan muda universitas mandala. Kenzie!"

Teman yang lain sama tampannya berdiri merogoh saku celananya dan mengeluarkan uang dan menyerahkannya pada Kenzie "Aku mengaku kalah. Karena kau sudah mendapatkan Tyas. Ambillah."

Kenzie mengambil uang itu dan menghitungnya dengan wajah bosan, seakan itu hanyalah mainan kecil tidak berharga "Hah! Aku harusnya banyak bertaruh" ujarnya mengeluh "Tingkat kesulitannya seperti meminta uang kepada anak tiga tahun dan kecantikan fakultas ekonomi apa itu? Membuatku merasa aku tidak mendapatkan apa-apa" Arsen yang menatap temannya yang berpenampilan culun dengan kaca mata tebal, sebenarnya dia tampan jika saja kaca mata itu di lepas tapi karena ingin mencari kekasih yang benar-benar mau menerimanya apa adanya terpaksa berdandan seperti orang aneh, tapi tetap saja latar belakangnya yang terlahir menjadi anak orang kaya selalu membuatnya menemukan gadis yang hanya memanfaatkan isi kantongnya saja. "Aku sarankan saat kau dalam menjalani hubungan nanti dapatkah kau memilih seseorang yang lebih cantik? Jangan pernah berpikir memiliki hati mereka, kau mengerti."