Chapter 1 : Penentuan Acak
Melati melalui ruang koridor kantor perusahaannya tiba-tiba berpapasan dengan seseorang memakai pakaian serba putih, sembari ketakutan didalam hatinya.
"Apalagi ya Tuhan. Yah.. paling tidak aku masih mempunyai tumpuan pijakan jika terpojok. Aku tahu ini semua hanya omong kosong. Semoga saja aku bisa pulang dengan tenang".
Dari belakang tiba-tiba ia dikejutkan oleh Rafael, rekan kerja satu ruangannya.
"Hei, curut blonde. Udah malem nih. Mau margaritta? Atau yang alcohol free, americano? Machalatte? Double shoot? Atau cum shoot?".
Genggaman tangan kiri Melati (sembari memegang smart phonenya) menghujam tepat diantara alis mata Rafael. Ia tidak berbicara sedikitpun kepada rekan jail satu ruangannya itu semenjak dua hari sebelumnya karena peristiwa mainan tarantula yang diselipkan dilaci meja kerja Melati.
"ADUH.. Kau ini.. niatku kan baik. Aku juga sebenarnya bawa kaloci kacang kesukaanmu, barangkali kalau aku tidak salah, hahaha...". (memegang bungkusan kresek kearah melati).
Sekalipun Rafael memiliki makanan kesukaan Melati, sepertinya tidak menggubris perasaan riangnya. Melati mengambil bungkusan kresek tersebut, kemudian mengancungkan ibu jarinya kepada Rafael.
"Oke. Makasih. Lain kali sasaranku akan mengarah ke.." (menatap kemaluan Rafael).
Rafael bangkit dari lantai dan melihat Melati pergi begitu saja sambil menatap keluar jendela kantor sembari menghembuskan asap tembakau dari paru-parunya mengarah sekilas dipinggir jalan (menghela nafas).
"Jadi, mau sampai kapan kau ini perlu minum oli, kuda besi rongsokan? Kenapa kau tidak ku lepaskan saja kau ke alam liar supaya kau bisa minum sesuka hatimu. Lagian biaya hidup disini mahal. Hidup sehat di kota jahanam ini, perlu uang berapa sih? Ya aku pikir kalau kerja keras diukur dengan adil, maka kuli bangunanlah yang menjadi juaranya. Nasibmu. Nasibku berbicara dengan sepeda motor kumuh seperti orang gila. Memalukan di pinggir jalan hampir tengah malam kaya gini. Ahh.. mari kita duduk sebentar kuda besiku. Pesanan orang-orang malam ini cukup banyak yah."
Jaka menyilangkan kedua lengannya diatas spedometer motor, lalu meletakan pipi penuh keringatnya diatas kedua lengan mengarahkan sejenak pandangan kearah lantai ujung atas apartemen membayangkan dirinya terbaring manja diatas kasur empuk yang mewah bertaburan uang.
"Nona Arum, steak premium dari timur tengah sudah kami siapkan diatas meja. Jangan lupa, Besok pagi pukul 08.00, Tuan Direktur ingin membuat forum diskusi terkait rapat umum pemegang saham perusahan. Jika ada salah kata, mohon dipertimbangkan dan tolong lebih perhatikan pola makan dan waktu istirahat nona. Saya khawatir".
Pelayan itu pergi dengan sopan meninggalkan Arum tanpa jawaban sedikitpun darinya. Ketika pintu telah ditutup, bibir yang sedari tadi sengaja digigit kuat akhirnya robek meneteskan darah becampur air mata.
"kalau saja Ibu masih ada. Si hidung belang itu pasti tidak akan semena-mena. Akan kuseret urat nadimu kepenjara kelak, pak tua sialan. Kampret! Lama sekali pesanan pizza ku. Kurir bodoh! Aku butuh banyak tenaga untuk berteriak besok pagi". (melempar smartphone keluar jendela apartemen).
Dari bawah apartemen, Genta melihat smartphone jatuh dari lantai 40 dan tepat mendarat didepan ujung sepatunya.
"Ada apa mas? Saya pikir ada suara hantaman tadi. Hati-hati dengan jas biru itu mas. Itu kado dariku ingat?" (Adi langsung ia dorong kedalam mobil).
"Udah masuk aja dek. Langsung ke rumah sakit ya. Jaga Bapak Baik-baik disana. Ibu belum pulang dari luar negeri karena urusan Bapak yang beluim selesai" (Tersenyum tipis kepada Adi).
Mobil itu pergi meninggalkan Genta didepan apartemennya. Tanpa pikir panjang smartphone itu ia raih dan tertera nama 'Arum Mawaratih' saat ia memandang tajam kearah retakan layar kaca.
"Arum, ini sudah berapa kalinya kau melempar benda seperti ini dari atas kerajaan mewahmu? Aku rasa kau bukan orang semurka ini. Kau ingat saat sebelum nyonya Irawan meninggal? Seperti namamu, layaknya bunga. Tetapi tumbuh diantara pemakaman. Banyak pertanyaan dan rasa yang akan ku sampaikan" (Pergi menuju apartemen kembali).
"ASRI! KAMU KALAU KERJA YANG BENAR. Hampir saja mas-mas berjas biru itu terpeleset saat akan memasuki apartemen".
Asri bergegas mengambil papan peringatan lantai basah dan segera menyelesaikan perkerjaannya. Asri merasa jengkel dengan senior bagian kebersihan di apartemen tersebut, mengingat ia baru saja dua hari bekerja sebagai staff kebersihan apartemen dan memerlukan bimbingan lebih.
"Abang yang keluar tadi kenapa sih masuk kedalam apartemen lagi? Laki-laki Plin-plan. Si kakak senior juga mulutnya seperti ember bocor. Sungguh hari-hari penuh kesabaran. Sedikit media sosial, kata-kata bijak fana, dan melodi kesukaanku 'Rivers flow in you', menenangkan hari ini".
Dari balik layar laptop, wisnu tersenyum lebar memandangi jumlah penonton dari video yang ia buat yaitu 'guitar cover: Rivers Flow In You' menuju ke angka sembilan ratus ribu viewers. Ia menutup laptop dan kitab sucinya, kemudian menyandarkan punggung diatas sofa sembari memejamkan mata.
"Akhir dari hidup penjara suci ku. Kabur dari pekerjaan menjadi juru agama di rumah ibadah membuatku mendapatkan gairah lagi. Aku bisa hidup tenang di apartemen ini dari jasa editing audio tiap perusahaan dan upah uang adsense. Paling tidak setiap memposting video, aku harus memotong bagian kepalaku. Ini yang dinamakan bunuh diri masuk surga. Hahaha!".
Ke esokan harinya...
"BREAKING NEWS. Berita terkini dari stasiun televisi kepercayaan anda, melaporkan. Kembali terjadi peristiwa dengan fenomena yang cukup aneh. Putri dari pemilik 9 apartemen mewah dilarikan ke rumah sakit dengan bersimbah darah, yang sebelumnya pula diikuti dengan 3 laki-laki dan 2 orang perempuan lainnya yang masih dalam tahap identifikasi di kawasan kota Blok A. Belum ada korban jiwa dan korban masih dalam tahap penanganan".
Nama : Melati
Umur : 26 Tahun.
Identifikasi : tergeletak diatas meja makan didalam rumah dengan darah keluar dari matanya tanpa henti, pukul 03:00 dini hari. Korban ditemukan oleh rekan kerja setelah korban menghubunginya karena merasa tidak enak badan pada pukul 02:40.
Kasus : tahap penyelidikan.
Nama : Jaka
Umur : 24 Tahun.
Identifikasi : tergeletak tepat didepan apartemen pada pukul 23:30 dengan luka tebasan benda tajam dibagian kedua lengan atas.
Kasus : Dugaan Perampokan.
Nama : Arum Mawaratih
Umur : 27 Tahun.
Identifikasi : tergeletak didepan kamar mandi dengan luka goresan di kedua nadi lengan pada pukul 06:16.
Kasus : dugaan percobaan Bunuh diri.
Nama : Genta Gemilang
Umur : 27 Tahun.
Identifikasi : terjatuh oleh sepatu yang basah. Cctv melihat pergerakan korban cukup gelisah hingga pukul 00:33 korban berjalam di lorong lantai 28, kemudian menghindari kucing hitam yang tiba-tiba melintas didepannya sehingga terpeleset dan kepala korban membentur kursi lobi.
Kasus : Kecelakaan Tunggal.
Nama : Asri Purnama
Umur : 25 Tahun
Identifikasi : ditemukan di toilet umum apartemen dengan luka dalam sayatan di leher dan keadaan pakaian dalam terbuka. Ditemukan oleh penetap apartemen lainnya kepada pihak keamaan apartemen pada pukul 04:04.
Kasus : tindak asusila, percobaan pembunuhan.
Nama : Wisnu Wicaksana
Umur : 25 Tahun
Identifikasi : tersentrum oleh arus pendek listrik dari kabel headphone yang dipakai ketika tidur. Ditemukan oleh pihak layanan makanan setelah korban memesan makanan untuk pukul 23:06.
Kasus : Kecelakaan Tunggal.
Chapter 2: Memahami Anugerah
Terjadi kecelakaan mobil beruntun diantaranya pengemudi mobil menabrak mobil didepannya sehingga terjadi rentetan tabrakan, hingga pada mobil terakhir seorang anak kecil berlari untuk menghindari mobil tersebut. Tetapi ia tertabrak dan terlempar hingga ke bahu jalan.
"JAKA! Cepat ubah bentuk tubuhmu sebelum orang lain tahu".
Jaka kemudian menganggukan kepala dan segera berlari kearah Asri yang sedang memeluk anak kecil yang berlumuran darah itu.
"Aku sudah menahan daya tumpu dari mobil itu kak. Aku juga sudah berdiri didepan anak ini. Mustahil! Aku merasakan hantaman di ujung mobil itu. Tapi... tapi kenapa anak kecil ini?"
Asri berusaha mengatur nafasnya agar tidak terkesan panik dan segera meletakkan kedua tangannya di pipi anak kecil tersebut. Ia memejamkan mata dan berusaha berkonsentrasi. Jaka yang ada disamping Asri kemudian berlari untuk mencari pertolongan.
"Ayolah adik kecil ku. Kakak hanya menggelitik jiwamu agar terbangun kembali. Bernafaslah..."
Setelah itu, anak kecil tersebut mulai bernafas perlahan dan samar-samar terdengar suara di alam bawah sadar Asri.
"Rasa kasihan? Manusia lemah pada hakikatnya. Hatimu dipergunakan untuk kebutuhan orang lain? Kau akan cepat menemui ajal kalau seperti ini terus, 'penebus misi'(seketika Asri membuka matanya dan pingsan)".
Kemudian suara sirine ambulan terdengar menggema disudut bangunan kota.
"Kak! Kak As.. Kak Asri.. Asri! Sadarlah! Aku sudah membawa pihak medis. (Jaka menepuk pelan pipi Asri dan perlahan Asri terbangun)Asri menganggukan kepalanya, memberi sedikit isyarat kepada Jaka kalau ia sekarang sudah siuman, meskipun luka dikepala anak kecil itu berpindah padanya. Namun Asri masih sedikit kebingunan dengan perkataan seseorang yang ada di alam bawah sadar sebelumnya.
"Jaka, kita menemukan beberapa teka-teki. Akan kuberitahu nanti. Ngomong-ngomong perubahan resapan batu aspal mu masih terlihat di jari kelingking kananmu. Cepat kembali seperti se.." (Jaka menutup mulut Asri dan membawanya pergi dari tempat kejadian perkara menuju toko penitipan kucing mereka).
Enam jam setelah kejadian tersebut...
"Ini boneka kecil bunga mataharinya. Semoga lekas sembuh ya. Lain kali jika menyebrang jalan, harus berhati-hati yah, adik kecil" (Genta tersenyum manis).
Raut wajah anak kecil tersebut berubah menjadi sedikit jengkel dan meneriaki dokter Genta.
"Amel udah belhati-hati doktel. Mobilnya aja yang tiba-tiba dateng! Doktel jahat nyalahin amel!" (melemparkan boneka bunga matahari kepada Genta).
Genta kemudian mengambil kacamatanya yang terjatuh akibat lemparan anak kecil itu dan sekaligus meletakan boneka matahari disamping bantal.
"Adik, Maaf ya. Dokter mengira kamu yang tidak berhati-hati. Ternyata mobilnya yang nakal. Tidak ada salahnya kan, dokter mencari tahu? Seperti bunga matahai ini. Kalau dilihat dari jauh, kita tidak akan tahu kalau sebenarnya tepat ditengah bunga terdapat makanan yang lezat, yaitu biji kuaci. Untuk sekarang adik istirahat dahulu ya" (Tersenyum tipis sambil menggambar bunga matahari digulungan perban kaki anak kecil itu).
Tanpa waktu lama anak kecil tersebut mengambil boneka matahari yang ada didekatnya dan langsung memeluknya. Waktu menunjukan pukul empat sore hari. Genta mampir sejenak ke taman sepi didekat rumah sakit sambil meneguk bir kaleng kesukaannya. Ia duduk santai diatas kursi sembari menatapi burung-burung merpati mematuki makanan disekelilingnya. Ia menarik nafas dan tiba-tiba muncul kelabang mengerikan dari belakang lehernya, melingkari hingga kemulutnya membentuk syal penghangat. Matanya berubah menjadi berwarna hitam pekat, membuat seluruh merpati berterbangan menjauhinya.
"Apa ini? Untuk apa makhluk biologis ini? Mengerikan. Bahkan aku sedari tadi sudah menahan nafas selama lebih dari tujuh menit, aku masih sadar sepenuhnya. Bahkan aku merasa menghirup udara di pegunungan. Ah... ada yang datang" (Genta merubah wujud seperti manusia normal seketika).
Tidak lama berselang, Arum datang bersama lima asisten penjaga pribadinya, duduk serempak diatas kursi sempit yang sejatinya hanya muat untuk lima orang bersama Genta yang sedari tadi telah dikursi tersebut.
"Hei penjaga keamananku. Kalian semua aku PECAT!" Penjaga itu langsung meminta maaf dan menjauhi Arum sepanjang sepuluh meter. Seketika Genta melihatnya tertawa pelan dan keheranan melihat tingkah Arum yang sangat berterus terang.
"Genta. Bisa tidak kau cuci otak mereka menggunakan cacing yang ada dibelakang tengkuk mu itu supaya bisa mengikuti kemauanku setiap saat. Staff keamaan dari tahun ke tahun tidak berkualitas".
Genta meneguk bir kaleng kesukaannya kemudian tertawa geli.
"Bisa saja, asalkan kau mau memberiku sebuah pulau di Dubai" (Dengan nada candaan).
Seketika Arum mengeluarkan kartu tunai tabungan premium miliknya kepada Genta. Sangat jelas terlihat raut wajah Arum yang serius terlontar kepada Genta.
"Ambilah. Paling tidak hanya itu yang aku punya. Tabunganku selama sepuluh tahun lebih. Kau bisa membeli kraken jika ada di pulau itu. Bahkan monster lainnya akan ku kirimkan kepadamu kalau kau mau. Loch ness? Yeti? Atau monster lokal, kaya Genderuwo? Kuyang? Ayolah. Kau ini monster yang perlu teman monster lainnya bukan?" (tersenyum manis).
Kemudian tangan Genta meraih kartu tabungan milik Arum dan melemparkannya jauh ke tengah-tengah taman.
"Arum. Aku hanya butuh teman bicara yang cocok. Ingat saat kau menolongku dipukuli oleh laki-laki lain karena aku kutu buku dan culun? Kau sendiri yang berkata 'kau hanya perlu teman ngobrol, Genta. Suatu saat kau menjadi orang hebat yang berguna'. Lihatlah, setelah kita menjadi teman akrab dan sering berbicara satu sama lain saat itu, saat ini aku menjadi dokter. Coba saja kau meneruskan pendidikan dibagian psikologi. Menurutku saat ini masih banyak orang sakit mental di negeri ini. Termasuk penjaga keamananmu yang berusaha mengambil hati ayahmu agar mendapatkan uang lebih. Sejatinya yang diambil hatinya adalah hatimu dahulu, Arum".
Bibir arum dari dekat terlihat lecet sehingga membuat Genta penasaran dan mengeluarkan pena untuk menulis nama obat yang akan diberikan kepada Arum.
"Dua bulan ini kita cukup dekat. Aku sudah tahu kebiasaanmu. Kau selalu dan selalu menggigit bibir jika hatimu terusik atau tersentuh. Oleskan pada malam hari sebelum tidur dan jangan lupa tambahkan..."(Seketika Arum memegang telapak tangan Genta)
Arum menteskan air mata dihadapan Genta, dan mencurahkan isi hatinya.
"Aku hanya rindu ibuku, Gen... Aku juga muak dengan Bapak dan kemunafikan orang-orang diperusahaan ibu. Ditambah lagi, hal aneh yang terjadi kepada kita. Alien? Kutukan? Karma Tuhan? Orang-rang yang mengalami tragedi seperti kita juga menjauh dan menjadikannya rahasia. Aku butuh jawaban" (Arum mengeluarkan cahaya kosmik keemasan dari telapak tangannya)
Genta dengan panik menutup kedua tangan Arum dan menatap kearah bola matanya dengan tajam.
"Jangan gila, Rum. Mungkin ada waktunya semua akan terjawab. Mari kita lacak kembali semua orang yang mengalami tragedi ini dan menggali informasi siapa dalang dibalik semua ini. Akan kita gambar segitiga berbentuk lingkaran".
Merpati yang menjauhi Genta terbang tinggi hingga bertengger di jendela kantor perusahaan Melati. Melati menatap dalam mata burung merpati tersebut hingga kebulu, melewati daging, urat-urat, peredaran darah hingga kantung udaranya. Namun ratapan Melati goyah setelah kehadiran Wisnu.
"Adios Amigos burung merpati plontos. Saksikanlah kaloci rasa chocolatos untuk bos" (menaruh makanan tersebut dihadapan Melati). Melati langsung mengambil makanan tersebut dan melahapnya dengan nikmat.
"Makasih, Nu... Sore-Sore begini enaknya mengunyah si kenyal ini. Kau sangat memanjakan atasanmu. Kudoakan kau naik pangkat atau bahkan menjadi artis sungguhan. Kau sangat berbakat dibagian audio dan alat-alat musik. Perusahaan entertaiment kurasa cukup melirikmu".
Kemudian Wisnu duduk disamping Melati sembari menatapi merpati tersebut dan mengunyah kaloci bertabur gula.
"Ah... enggak juga. Aku kan berencana serius mengelola chanel musikku dengan beberapa tim, termasuk kau Melati. Aku pasti mengajakmu, karena kau berbakat dalam editing video. Anugerah mata gesitmu sangat luar biasa. Mari kita beranjak dari kantor ini, dan menikah. Kita juga akan sangat leluasa dengan kekuatan super satu sama lainnya. Terkadang aku kasihan kepadamu, ketika melihat 'hantu' akan langsung terdiam kaku, menggigil, bahkan tremor. Ingat dengan hantu transparan yang membawa gerobak es krim? Aku ingin mencoba makanan dari alam lain. Lain kali beritahu aku lokasinya ya, Mel... hahaha!".
Kebiasaan Melati dalam memukul semakin akurat. Kini pukulan sikunya mengenai tulang rusuk Wisnu, karena kesal selalu bertemu dengan rekan kerja yang selalu menggodanya seperti Rafael dahulu.
"Siapkan sayap transparanmu, Wisnu. Liburan tahun ini aku ingin ke pantai yang jauh dari kehidupan kota. Tapi sebelumnya aku pinjam untuk beberapa hari sayapmu, dan mari amati si tuan putri apartemen mewah. Aku tahu kita adalah kelinci percobaan perusahaan milik ayahnya".