Chapter 3: Busuk Sangka
Genta berjalan menyusuri pinggiran kota dengan secangkir kopi luwak kesukaannya dipagi hari. Tidak heran pekerjaan menjadi seorang dokter membutuhkan kesadaran prima dari efek kafein yang dikonsumsi. Beberapa menit yang lalu, ia sempat menerima pesan singkat dari Arum.
"Hari ini, jam 17:00 di taman dekat rumah sakitmu. Janji harus datang ya. Dari kesayanganmu, Arum".
Membaca pesan singkat tersebut membuat Genta kegirangan sepanjang waktu, hingga di tempat kerjanya sekalipun. Ia menyapa seluruh pasien dengan senyum lebar dan doa-doa terbaik ia lontarkan kepada semua orang, termasuk mendiang ayahnya yang telah tiada. Sesekali ia berbicara kepada foto ukuran kecil yang selalu ia selipkan didalam dompetnya.
"Pak... Tahu tidak? Perempuan yang selalu kubicarakan dan menjadi sumber kekuatanku dari dulu, sekarang memanggil ku, 'kesayangan'. Doakan aku menjadi pria sejati, dan semoga engkau tentram disana, pak. Amin".
Detik demi detik, menit demi menit, Genta menanti tanpa sabar. Sekarang waktu menunjukan pukul 16:50, membuat Genta tersontak dan berlari menuju taman seraya membawa buah tangan berupa bunga dan makanan manis untuk Arum. Langkah tanpa ancang-ancang membuat Genta hampir tertabrak mobil. Untung saja seketika ia mengelak dan meminta maaf kepada pengemudi mobil tersebut. Sesak nafas menggerogoti dada Genta, karena seketika seorang perempuan memeluknya dari belakang dengan lembutnya. Namun, terlihat bunga yang Genta pegang perlahan jatuh, begitu pula dengan pijakan kakinya yang hanya bertumpu pada lutut.
"Laki-laki macam apa kau ini, hei! Kemampuan mu apa!? Hanya karena perempuan manja dan tengil itu kau jatuh seperti ini, Genta? Rasakan tipuanku, seperti oknum yang menipu dalam pembayaran tagihan rumah sakit. Beberapa oknum meresahkan masyarakat saja".
Jaka dari jauh terlihat bertepuk tangan melihat rencana mudah yang dibuat oleh Asri berjalan dengan lancar.
"Selain jago editing video dan tentang teknologi komunikasi, Melati bisa juga diandalkan menjadi seorang hacker. Cepat selesaikan urusan disini dan mari ke pantai. Hahaha!" (Datang membelakangi tubuh Asri)
Wajah Genta terlihat memucat dan berkeringat disertai dengan suara nafasnya yang cukup berat.
"Ke... kenapa... kalian... tolong, jangan lukai Arum. Hadapi saja aku".
Jaka dan Asri begitu geli mendengar ucapan Genta. Dengan cepat Jaka meletakan tangannya ke aspal dan membuat kedua tangannya menyerap unsur yang ada didalam aspal sehingga lengannya kokoh seperti batu aspal. Tanpa ragu jaka memukul wajah Genta hingga membuat hidungnya mengeluarkan darah.
"CEPAT BERITAHU!!! Siapa yang punya proyek eksperimen ini hah!? Apa itu ulah ayah si bebeb Arum!? Apa kau juga dokter yang diam-diam ikut dalam proyek itu!? Jang..." (pukulannya ditahan oleh Genta)
Dengan amarah tinggi, Jaka tanpa sengaja memecahkan korek api dari saku jaketnya dan membakar telapak tangannya sehingga mengubahnya menjadi genggaman api membara. Tetapi, dengan langkah aneh tubuh Asri menghampiri tubuh Jaka, memegang kedua pipinya dan membuat Jaka tiba-tiba terjatuh.
"Namaku yang ada didalam tubuh ini adalah Melati. Bangun dan bicara kepadaku, Genta. Mengendalikan tiga orang sekaligus memang sangat merepotkan. Tapi lebih merepotkan lagi jika ada mayat disore hari yang diidentifikasi pihak forensik. Aku persilahkan waktu dan tempat untukmu berbicara".
Karena belum terbiasa mengendalikan tiga orang, Melati juga terlihat tergesa-gesa dalam bernafas, mengingat ia belum mengetahui sepenuhnya mengenai batas kemampuan tubuh Asri. sejauh ini, Melati hanya mampu mengetahui penggunaan kemampuan Asri dalam mempengaruhi jiwa manusia hanya dalam tiga kali. Sayangnya, serangan kedua ia pergunakan untuk menenangkan tubuh Jaka yang sejatinya dikendalikan oleh Wisnu ketika mengamuk.
"ka.. kalian berdua. Berapa orang kalian? Mata kalian berdua seperti dirasuki sesuatu. Berpikir waraslah. Aku saja tidak berpikir sejauh itu. Aku tahu Tuan Irawan sedikit tamak dalam harta. Tapi mengenai pengembangan proyek eksperimen? Hal konyol apa ini. Satu lagi. Jangan coba-coba perlakukan Arum seperti ku. Ingin pembantaian satu lawan satu? Maju kalian perasuk manusia! "
Mata Genta bergradasi menjadi warna hitam pekat yang kini ditengah pupilnya berwarna hijau terang. Ototnya mengeras diseluruh tubuh hingga membuat kelabang dibelakang lehernya terurai dan menjadikannya sebagai tangan tambahan. Tak lama, serangan pertama ia lontarkan mengarah pada Jaka. Namun, Asri sempat menggeser tubuh Jaka, dan membangunkan kembali Jaka yang siap mengamuk. Kini Asri tidak mempunyai kemampuan ataupun tenaga untuk bangun. Ia hanya terduduk lemas ditengah taman. Sebagai Asri, Melati tetap berusaha melampaui batas kemampuan Asri untuk menggali lebih banyak kemampuan yang berguna untuk mengalahkan Genta.
"Namaku Wisnu. Ingat baik-baik di akhirat nanti" (Melesat laju melontarkan pukulan api ke perut Genta)
Genta menahan pukulan tersebut dan meraih leher Jaka. Kelabang seukuran lengan miliknya menusukan taringnya kedalam punggung Jaka, hingga membuat kemampuan api Jaka menghilang seketika. Tetapi dengan cepat tangan Jaka meraih kelabang besar itu dan menyerap duplikasi kekuatan Genta. Hingga pada akhirnya tangan Jaka berwarna hitam pekat dan penuh duri seperti taring ular viper.
"Si tangan aspal ini hebat juga. Oy! kau dokter kan? Coba cari penawar racun ini!" (menusuk perut Genta dengan duri beracun itu)
Kepala Genta melihat kearah langit dan memuntahkan darah yang cukup banyak. Tetapi Genta malah tertawa tebahak-bahak kepada Jaka. Kemudian diikuti kembalinya warna bola mata Jaka dari putih menjadi normal kembali.
"Kak.. Kak ASRI! Cepatlah sadar dan pergi dari sini"(Jaka mulai tersadar).
Jaka seakan tahu ini adalah momen terakhirnya bersama monster anonim yang cukup membawa mimpi buruk baginya. Seseorang yang lembut hatinya, jika terusik ia akan diam. Tetapi beda cerita, jika orang yang ia kasihi terancam. Selama ini rupanya Jaka mendengar dan menyaksikan perseteruan diantara Melati, Wisnu dan Genta. Jaka memandang Genta sebagai sosok yang baik.
"Wisnu... kau harus banyak belajar. Tubuh ku ini dari awal berubah, seluruh peredaran darahku isinya racun. Jellyfish box? Rattle snake? Siput kerucut? Kalajengking? Ayolah. Kelabangku masih level satu bagiku. Bahkan sedari awal perubahan, jantungku hanya empat kali memompa! Untuk rekan perempuan mu, aku sangat apresiasi. Baru kali ini jiwa alam bawah sadarku diracuni oleh sesuatu yang tidak kumengerti".
Jaka menoleh kearah Asri dan mengucapakan kata 'lari' secara perlahan. Tetapi Asri tiba-tiba mulai sedikit tersadar, berusaha bangkit dan menyeret kakinya yang lemah menuju Genta. Perlahan mendekat, sambil menangis Asri meminta maaf kepada Jaka.
"Jaka, kau bukan adik ku. Kau Teman hidupku. Terimaksih sudah mau membantu...Aku... kesadaranku. Perempuan bernama Melati ini sudah kelewatan. Genta maafkan kami. Kau adalah orang yang ramah" (menusukan pulpen kearah perutnya agar Melati tidak merasuki tubuhnya).
Dari saku celana Genta, terdengar panggilan tidak terjawab berkali-kali dari Arum. Didalam kantornya, Arum gelisah karena Genta tidak menjawab panggilan. Arum ingin mencari Genta karena ia mendapatkan pesan pula dari Melati, perihal pertemuan. Meskipun Arum tahu itu jebakan mutlak, karena isi pesan menunjukan Genta mengajaknya menuju pantai yang cukup jauh dari kota.
"Kubunuh kalian berdua. Maaf pak. Aku hari ini membuatmu tersenyum sekaligus menangis diatas sana. Aku anak yang aneh".
Dari tubuh Jaka, jiwa Wisnu dikeluarkan secara otomatis karena kesadaran Asri yang sebenarnya telah kembali walaupun dalam keadaan menyakitkan. Wisnu dari dalam mobil yang sedari tadi ia parkirkan didekat taman keluar bersama Melati. Secepatnya sayap transparan wisnu datang mengepak kencang, hingga memisahkan antara Genta, Asri dan Jaka. Kemudian ia mencabik kelabang Genta hingga putus, membusuk hangus dan menghilang kedalam tanah.
"Jadi ini, monster aneh yang membuli mosnter lainnya. Haha! Demi Tuhan. Perawakan kalian persis seperti iblis menjijikan didalam kitab suci ku. Lucu kalian ini. Jaka dan Asri juga cukup kuat dalam mengembalikan kesadarannya. Bangun dan mari berbicara baik-baik, atau aku juga harus memamerkan kemampuanku seperti malaikat yang turun ke bumi".
Genta merasakan kesakitan yang luar biasa ketika kelabangnya telah terkoyak. Tetapi ia berusaha bangkit dan menghampiri Wisnu dan Melati, segera memberi tahu untuk membawa Jaka dan Asri menuju rumah sakit agar mendapatkan informasi diantara pihak. Wisnu dan Melati pun mengiyakan pernyataan Genta dan segera membawa Jaka dan Asri ke rumah sakit.
Chapter 4: Pemulihan
Tiga hari telah berlalu, setelah Asri dan Jaka dirawat di rumah sakit tempat Genta bekerja. Selama itu, Melati dan Wisnu sering menjenguk mereka berdua dan merawatnya.
"Tabung infus akan diganti setengah jam lagi beserta obat yang harus dikonsumsi. Mohon kesiapannya, bagi para pasien karena besok sudah bisa mempersiapkan administrasi".
Jaka terbaring lesu, karena memikirkan toko kucing yang sudah beberapa hari tidak buka. Ia khawatir, semenjak peristiwa dirasuki oleh Melati, para pelanggan akan beralih ke toko kucing lainnya. Sesaat, pintu terbuka dan datanglah Melati menghampiri Jaka.
"Tolong jangan pikirkan yang lainnya. Istirahat saja. Tokomu akan baik-baik saja. Kau menaruh kunci toko dibawah pot bunga kaktus kan? Ceroboh sekali. Wisnu sedang menjadi karyawan sementara disana. Mungkin sebentar lagi akan menuju kesini" (memberikan kecupan hangat dikening Jaka)
Wajah Jaka berwarna kemerah-merahan karena mendapati dirinya telah dicium oleh perempuan untuk pertama kalinya. Namun situasi kembali menjadi dingin, karena Jaka butuh alasan logis kepada Melati terkait perbuatannya. Ia menarik nafas dalam-dalam dan bangun dari tempat tidurnya.
"Kau sungguh menawan dalam berperilaku. Tapi sifat dan hasratmu sesungguhnya bagaikan binatang buas. Tidak bisakah kita bicara baik-baik? Kenapa kau merasuki tubuhku dan kak Asri?"
Kemudian Melati memegang erat tangan Jaka seraya berkata
"Apa kau juga merasakannya... Ketakutan, kebingungan, keputusasaan. Aku selama ini mengikutimu Jaka. Ingat saat kau sebelum bertemu Asri? Setelah sehat, Kau mencoba bekerja kembali sebagai pembersih kucing di toko hewan. Aku menghampiri mu, memulai percakapan aneh mengenai tragedi berdarah serentak dan kemampuan kita. Kau ketakutan dan berlari keluar. Sesempatnya aku mengejar, memegangi kepalamu dan mengahapus ingatan percakapan kita. Aku takut kita diambil alih oleh orang-orang tidak bertanggung jawab".
Pintu kamar seketika terbuka dan Arum mulai masuk kedalam. Ia berlari menjatuhkan tubuh Melati dan menampar pipinya sekuat tenaga.
"Aku kira hanya ayahku saja yang semena-mena di dunia ini. Ternyata kau sama sepertinya" (bersiap-siap mengeluarkan cahaya kosmik dari kedua tangannya).
Jaka terkejut sehingga ia harus berdiri untuk menenangkan keduanya. Ia memegangi kedua tangan Arum dan mencoba menyerap duplikasi kemampuannya. Akan tetapi, Jaka belum sepenuhnya pulih sehingga lengannya dan Arum menciptakan gelombang kejut hingga menyebabkan kaca diruangan tersebut pecah. Akibatnya pakaian Arum dibagian dada robek hingga menampakan branya. Hal ini membuat Arum secara refleks memukul bagian kemaluan Jaka hingga ia tersungkur. Sekejap mereka menyiapkan diri masing-masing karena pintu ruangan kembali terbuka. Alangkah kebetulan, ternyata itu adalah Genta, memakai pakaian dokternya bersama Asri yang kelihatnnya sudah kian membaik.
"Ayolah kawan-kawan. Ini rumah sakit umum. Bukan rumah sakit jiwa. Ada apa lagi ini" (Genta membuka jasnya dan menutupi bagian dada Arum)
Asri dengan cepat tergesa-gesa membantu Jaka naik keatas tempat tidurnya.
"Kau ini. Ini rumah sakit mahal. Jangan memecahkan barang seenak jidat, atau kakak yang akan memecahkan kepalamu. Baru saja beberapa hari kita membuka toko kucing, jangan kau habiskan untuk biaya rumah sakit" (menjewer telinga Jaka).
Melati pun tersenyum lebar, karena pada akhirnya melihat semua orang kembali pulih dan berkumpul untuk tujuan yang sama, yaitu bertukar informasi.
Setelah itu Melati memulai percakapan kepada Arum secara langsung.
"Arum. Namaku Melati. Salam kenal. Jadi, kapan kita bisa membunuh ayahmu yang super duper korup itu? Berita acara bahkan infotaiment sekalipun sering membicarakannya. Kenapa tidak kita akhiri saja? Bukan kah itu maumu?"
Arum mulai menggigit bibirnya dengan kuat, namun ia ditahan oleh Genta. Sesaat Genta mulai menjawab pertanyaan Melati.
"Kau ini, perempuan liar. Apa belum puas dengan pertarungan sebelumnya? Tolong ambil sikap tenang disituasi seperti ini".
Jaka menjawab dari kasur pasiennya dengan lantang kepada Genta.
"Sudah cukup! Sepertinya aku yang paling muda disini. Tetapi kalian seperti anak kecil dihadapanku. Serahkan saja diri kita ke pihak pemerintahan. Aku lelah seperti ini terus".
Tangan melati yang sedari tadi telah memegang secarik koran, dengan sengaja melemparkannya didepan Jaka.
"Robert. Seorang pemuda yatim piatu asal Australia yang dibesarkan di kawasan pendidikan agama tempat Wisnu bekerja. Tidak diketahui lebih lajut menghilang tanpa jejak, setelah dijemput oleh tuan Irawan. Seperti yang kita lihat di koran ini, pernyataan dari Tuan Irawan menjemputnya untuk memberikan pekerjaan kepadanya, atas prestasinya dalam presentasi menjadi asisten pribadi. Akan tetapi, beberapa bulan kemudian tuan Irawan memberitahukan kepada media bahwa pemuda ini menghilang begitu saja didalam apartemen megahnya. Polisi menduga, ia telah kabur dan membawa sejumlah aset berharga milik tuan Irawan. Tuan Irawan juga mengiyakan penyelidikan kepolisian, mengingat sejumlah aset berharga miliknya beberapa menghilang begitu saja. Namun, poin dari semua ini bertumpu pada jam tangan penuh darah milik pemuda tersebut, jarum suntik dan rantai yang sekarang dipegang oleh pihak kepolisian. Sepertinya posisi uang disini lebih licin daripada deterjen rumahan. Kau jarang membaca ya Arum? Sayang sekali karena membaca adalah jendela dunia. Ayo, siapa disini yang cita-citanya jadi detektif, anak-anak?".
Semua hening mendengarkan penjelasan dari Melati sebelumnya, termasuk Arum yang bisa dilihat dari raut wajahnya seakan syok terhadap berita koran tersebut. Genta memegang pundak Arum dan berusaha menanyakan apa yang sedang terjadi pada ayahnya.
"Sebenarnya, sebelum ayahku memiliki banyak apartemen dan perusahaan, ia merupakan seorang peneliti lab di salah satu perusahaan pengobatan medis. Kata ibuku, ayahku seseorang yang sangat rajin dan tekun. Hingga pada suatu waktu ayahku mendapati ibuku yang sedang hamil diculik oleh seseorang. Ia melakukan berbagai cara dari mencuri uang para pejabat, hingga mencelakai banyak orang. Sampai akhirnya seseorang berpakaian putih itu puas dan melepaskan ibuku. Itu yang membuat ayahku gelap mata terhadap segala hal, karena menurutnya segala hal membutuhkan cara apapun agar dapat diposisi paling menguntungkan, termasuk obsesinya terhadap harta. Ia menganggap harta yang banyak akan melindunginya, sampai pada akhirnya ibuku memilih untuk bunuh diri. Hanya itu yang ku ketahui dari ibu".
Tiba-tiba pintu terbuka disertai dengan angin yang sangat kencang, membuat barang-barang didalam ruangan berjatuhan, diikuti seseorang yang masuk dengan cepat kedalam. Semua orang melakukan kuda-kuda bertarung seakan musuh sebenarnya ada didepan mereka.
"Lah? Kalian tidak bertarung? Aku kira kita akan memulai sesi kedua. Hahaha... ini ada donat strawberry, chocolate, macha, dan caramel. Yuk makan bareng. Kenapa? Kenapa diam? Kalian mau bertarung lagi, mau makan, atau bertarung sambil makan donat? Apa yang sudah kulewatkan?"(Wisnu merasa kebingungan)
Semua orang memarahi Wisnu karena membuat tegang suasana. Selanjutnya Genta, Arum, Asri, Jaka, Melati dan Wisnu mengadakan janji untuk bertemu kembali di cafe dekat toko kucing milik Asri dan Jaka.