Baru saja Caramel hendak menutup matanya, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dengan lebar. Caramel langsung membuka matanya karena suara berisik yang berasal dari pintu kamarnya. Ia mengumpat kesal pada Vertur yang langsung menubruknya di atas kasur.
"Badan gue benyek Vertur!"
"Makanya jangan tidur mulu kak."
"Biarin, lagian ini juga udah malam." Kata Caramel ngasal yang langsung dihadiahi sebuah sentilan di keningnya dari Vertur.
"Noh lihat, masih sore."
"Menjelang malam, kan?"
Vertur menghelakan napasnya. "Terserah lo kak. Btw, gue mau ke rumahnya Cakra. Mau ikut?" Tawar Vertur.
"Ngapain?"
"Numpang mandi. Ya, mainlah!" Sewot Vertur.
"Tumben? Biasa lo paling mager kalau main keluar?" Tanya Caramel penuh selidik.
"Cakra punya game baru. Keluaran terbaru katanya. Ya, guekan kepo." Jujur Vertur sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Caramel mencibir adiknya itu.
"Kalau giliran game aja langsung mau. Dasar gamers misqueen!"
"Yaudah kalau gitu gue enggak jadi ngajak. Gue sendiri aja, bye!" Katanya berpura-pura ngambek karena Vertur sangat yakin kalau Caramel tidak akan menolak mengingat di rumah itu ada Galaksi.
Melihat Vertur yang berjalan menjauh, Caramel langsung beranjak dari kasurnya dan memeluk erat Vertur dari belakang.
"IKUT!" Teriaknya kencang.
Vertur tersenyum miring. "Mimpi apa sih Galaksi dikejar cewek kayak lo kak." Gumamnya yang masih mampu di dengar oleh Caramel.
Caramel pun refleks mencubit pinggang Vertur kuat.
"Anjir sakit!"
"Adek laknat lo!"
"Dasar kakak penganiaya!"
***
"Ini rumah Tur?" Tanya Caramel pelan.
Caramel benar-benar dibuat kagum oleh rumah yang ia kunjungi sekarang ini. Benar-benar besar dan mewah, bahkan mirip seperti istana barbie yang sering ia tonton dulu.
"Pabrik Boneka." Celetuk Vertur malas.
"Eh, ada tamu?" Seorang wanita tua yang baru saja keluar dari dalam rumahnya.
Wanita tua itu tersenyum ramah. "Temannya Trigonometri ya?" Tanyanya lagi.
"Saya Couverture. Panggil Vertur aja oma." Kata Vertur memperkenalkan diri.
"Wah nama kamu kayak jenis cokelat ya." Kekeh wanita itu.
Caramel tertawa mengejek Vertur.
"Kalau yang cantik ini namanya siapa?"
Caramel berjalan sedikit mendekat dan menjulurkan tangannya. "Saya Caramel." Katanya memperkenalkan diri.
"Panggil oma aja. Saya Oma Rita neneknya Trigonometri." Kata Oma Rita ikut memperkenalkan diri.
"Iya oma."
"OMA ABANG ANTA--" Teriakan Cakrawala berhenti ketika melihat kedatangan Vertur dan Caramel.
"Kok enggak bilang udah sampe?!" Omelnya dan langsung menghampiri mereka.
"Kamu tuh. Udah tau ada tamu, tapi sikap kamu masih kayak gitu." Omel oma.
"Ya maaf oma. Habisnya bang Anta jahilin aku."
"Dia yang jahilin apa kamu?"
"Ih oma!"
Caramel tertawa pelan melihat sikap Cakrawala yang seperti bocah 5 tahun.
"Enggak malu kamu kayak gitu di depan Caramel." Oma Rita menyubit lengan berotot Cakrawala membuat Cakrawala memutar bola matanya malas.
"Yasudah kalian main aja di dalam, oma mau pergi sebentar." Pamit oma.
"Mau kemana oma? Mau Anta anterin?" Tawar Antariksa yang tiba-tiba saja sudah berada di teras rumah mereka.
"Enggak perlu, kalian main aja. Masa ada Caramel kamu lebih mentingin oma." Goda oma Rita sambil tertawa kecil.
Sebelum ia pergi, oma Rita sempat membisikkan sesuatu pada Caramel.
"Jangan sungkan, kamu boleh pilih maunya sama siapa. Kalau oma saranin sih lebih baik sama Galaksi, tapi dia dingin."
Begitulah yang dikatakan oma Rita pada Caramel, sedangkan Caramel tersenyum malu-malu.
"Oma bilang apa?" Tanya Antariksa penasaran.
"Enggak penting kok."
"Yakin?"
"Enggak penting kali. Yaudah ayo masuk!" Ajak Cakrawala yang sudah menarik Caramel dan Vertur di kedua sisinya.
Vertur menggeram, lantas menarik Cakrawala sehingga berada di sisinya.
"Iya-iya maaf." Kata Cakrawala yang tahu mengapa Vertur bersikap demikian.
Mereka berempat pun masuk ke dalam rumah besar itu. Caramel menggelengkan kepalanya tidak percaya. Sepertinya ia sedang bermimpi di dunia dongeng dimana ia sedang mengunjungi sang pangeran kerajaan yang mengundangnya dalam acara pesta dansa. Cover luar rumah mereka memang tidak membohongi isinya. Isinya benar-benar menakjubkan.
Ketika Caramel sedang sibuk menatap ke sekeliling rumah, pandangan Caramel berhenti ke salah satu objek. Ia mendapati sosok laki-laki yang sedang bersantai di ruang tengah sedang menonton film di televisi berukuran besar yang ada disana.
"Galaksi!" Panggil Caramel tanpa tahu malu dan langsung duduk di sebelahnya.
Galaksi berdecak sebal. Mematikan layar televisi yang sedang ia tonton dengan cepat.
"Loh kok dimatiin?" Tanya Caramel spontan.
Melihat Galaksi yang akan beranjak pergi, Caramel spontan menarik lengannya pelan.
"Mau kemana?"
"Bukan urusan lo."
Kelakuan keduanya tidak luput dari penglihatan Antariksa. Sedangkan Vertur dan Cakrawala sudah sejak tadi pergi ke kamar Cakrawala, memainkan game baru milik lelaki itu.
"Galaksi!" Panggil Caramel lagi.
Bukannya membalas, Caramel malah dapat mendengar Galaksi mengumpat kasar. Merasa terganggu atas apa yang dilakukan oleh Caramel di rumahnya.
"Kurang jelas ya perkataan gue kemarin?" Sinisnya yang terdengar kesal.
Tanpa merasa takut Caramel menantang mata tajam itu. "Lo mau nyuruh gue pergi pun gue enggak akan pergi!" Tegasnya.
"Gue enggak bilang gitu."
Caramel menautkan kedua alisnya bingung. Bukankah kemarin laki-laki itu mengatakan agar ia pergi?
"Mundur. Lo enggak pantas disandingkan dengan gue." Kata Galaksi dengan penuh penekanan.
Caramel tersentak. Perkataan Galaksi membuatnya merasa sangat menyedihkan. Caramel juga tidak tahu mengapa ia bisa mengejar-ngejar laki-laki itu. Yang ia tahu, ada yang berbeda jika berdekatan dengan Galaksi.
Caramel seakan mendapatkan mainannya dan Galaksi yang menawan seakan menarik Caramel agar berdekatan dengannya seperti kutub magnet yang saling tarik-menarik.
"Gue pernah melakukan itu dulu,"
Perkataan yang keluar dari Caramel menghentikan langkah Galaksi yang hendak meninggalkannya.
"Berakhir sangat buruk, tapi kali ini gue mau mencoba melakukan hal yang baru," Katanya penuh keyakinan.
Galaksi memutar tubuhnya dan menatap Caramel datar.
"Melawan takdir."
Galaksi tertawa meremehkan. Ia berjalan mendekat dan memegang kedua sisi wajah gadis itu.
"Lo wanita gila."
"Gue gila karena lo."
"Tau apa lo tentang takdir?"
Caramel diam. Ia bahkan tidak mengerti apa itu takdir. Caramel cuman menginginkan Tuhan menakdirkan dirinya bersama dengan Galaksi.
"Dengar, lo bukan tipe gue."
"Apa setidak menarik itu gue?"
"Intinya, gue mencintai orang lain." Kata Galaksi yang sudah melepaskan tangannya dari sisi wajah gadis itu.
Caramel menatap Galaksi sendu.
"Gue bisa membuktikan kalau lo akan jatuh cinta sama gue." Katanya menantang, seakan tidak takut pada tatapan tajam Galaksi.
"Bisa lo pegang perkataan lo itu?" Tanya Galaksi yang tak suka ditantang oleh seorang gadis mungil di depannya.
Caramel terkejut. Apa Galaksi ingin memberikannya kesempatan?
"Buktikan." Katanya lalu pergi meninggalkan Caramel di ruang tengah rumahnya yang sangat besar.
Karena percuma jika Galaksi terus-menerus melarang Caramel. Ia tetap tidak akan bisa melarang gadis itu bagaimana pun caranya. Melihat bagaimana Caramel selalu merecokinya dan berakhir membuatnya merasa sangat kesal. Namun, sebelum Galaksi benar-benar menghilang ia mengatakan sebuah kalimat yang membuat Caramel mendesah pelan.
"Kalau gagal, lo harus pergi."
Antariksa disana. Ia mendengar semua percakapan diantara keduanya. Ia pun tersenyum penuh kemenangan dan mendekati Caramel.
"Masih gengsi minta bantuan gue?"
***